Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Solar Haram di Sulut: Tekad Gubernur vs Jaring Gelap Mafia

Instruksi Gubernur YSK tentang Satgas Mafia Solar bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan pernyataan etis – jika dijalankan dengan sungguh-sungguh.

Tribunmanado.com/Fernando Lumowa
DEMONSTRASI - Sopir dump truck menggelar unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Jalan Raya Manado Bitung, Kelurahan Kairagi I, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Senin (29/9/2025). Dalam tuntutan, mereka meminta pemerintah mengatasi kelangkaan agar tak ada lagi antrean berjam-jam di SPBU saat pengisian BBM solar subsidi. 

Untuk membasmi mafia solar secara serius, ada sejumlah kebijakan strategis yang perlu ditempuh:

a) Jangka Pendek

Digitalisasi distribusi BBM dengan sistem fuel card atau QR code yang terkoneksi ke Kementerian ESDM dan Pertamina.

Razia terpadu dengan target bukan hanya operator SPBU, melainkan juga gudang penimbun dan jaringan distribusi ilegal.

Publikasi data kasus secara berkala untuk menghindari kesan “kasus ditutup di tengah jalan”.

b) Jangka Menengah

Restrukturisasi SPBU bermasalah: cabut izin SPBU yang terbukti berulang kali terlibat penyelewengan.

Evaluasi kuota solar subsidi berbasis data kebutuhan riil nelayan, petani, dan transportasi publik di Sulut.

Penguatan koordinasi lintas lembaga: Polda, Kejaksaan, BPH Migas, serta Ombudsman.

c) Jangka Panjang

Transisi energi: mendorong penggunaan energi alternatif untuk transportasi dan perikanan, agar ketergantungan pada solar subsidi berkurang.

Pendidikan publik tentang etika energi: kampanye bahwa solar subsidi adalah hak rakyat kecil, bukan komoditas untuk diperdagangkan gelap.

Reformasi birokrasi perizinan dan distribusi agar lebih sederhana dan minim celah korupsi.

Pakar ekonomi kelembagaan Douglass North dalam Institutions, Institutional Change and Economic Performance (1990) menegaskan: perubahan jangka panjang hanya bisa tercapai bila ada reformasi kelembagaan. Satgas hanyalah pintu masuk; yang lebih penting adalah membangun sistem energi daerah yang transparan dan akuntabel.

Harapan Masyarakat Kecil

Mengapa pemberantasan mafia solar penting? Karena dampaknya langsung terasa di akar rumput. Nelayan di Minahasa Utara, misalnya, mengeluh harus membeli solar eceran dengan harga hampir dua kali lipat dari harga subsidi. Sopir truk dan angkot di Manado sering antre berjam-jam, kehilangan penumpang, dan tetap harus setor ke pemilik kendaraan. Petani di Bolaang Mongondow terlambat memompa air karena solar langka.

Setiap liter solar yang bocor ke mafia adalah liter yang hilang dari perut rakyat kecil. Amartya Sen, ekonom peraih Nobel, menekankan bahwa pembangunan bukan hanya soal angka makroekonomi, tetapi tentang capability – kemampuan nyata orang untuk hidup layak. Mafia solar secara langsung merampas capability masyarakat Sulut untuk bekerja, berproduksi, dan bertahan.

Dari sisi ekonomi daerah, distorsi solar menyebabkan biaya logistik naik, daya saing turun, dan investasi terganggu. Ketika kepercayaan publik terhadap distribusi energi runtuh, iklim usaha pun ikut tercemar.

Perlu Revolusi Kesadaran

Selain hukum dan kebijakan, ada satu hal mendasar: revolusi kesadaran. Masyarakat Sulut perlu sadar bahwa membeli atau menjual solar subsidi secara ilegal bukan sekadar “cari makan tambahan”, tetapi tindakan yang merugikan orang banyak.

Budaya permisif terhadap “main belakang” harus diubah. Nilai solidaritas lokal – mapalus dalam budaya Minahasa, atau momondo dalam tradisi Bolaang Mongondow – harus direvitalisasi untuk membangun etika publik. Energi murah harus dipandang sebagai milik bersama yang harus dijaga, bukan direbut oleh segelintir orang.

Pakar antropologi hukum Sally Falk Moore dalam Law as Process (1978) menyebut bahwa hukum akan gagal bila tidak selaras dengan norma budaya masyarakat. Artinya, pemberantasan mafia solar harus diiringi dengan narasi budaya lokal: bahwa menimbun solar berarti mengkhianati mapalus – semangat kebersamaan.

Peran Masyarakat Sipil dan Media

Tidak ada perang melawan mafia solar yang berhasil tanpa keterlibatan masyarakat sipil dan media. Organisasi masyarakat perlu menjadi pengawas distribusi solar. Media harus berani meliput, bukan sekadar mengutip siaran pers aparat. Akademisi dapat menyediakan riset tentang pola distribusi energi di Sulut.

Transparansi publik adalah senjata utama melawan mafia. Di era digital, laporan warga bisa menjadi mekanisme kontrol sosial. Jika masyarakat berani bersuara, dan pemerintah mendengarkan, jaringan gelap akan sulit beroperasi.

Melawan Gelap dengan Terang

Pernyataan Gubernur YSK untuk membentuk Satgas Mafia Solar adalah titik terang di tengah gelapnya ekonomi bayangan Sulut. Tetapi terang itu hanya akan bermakna bila berlanjut dengan aksi nyata, konsisten, dan berani menabrak kepentingan besar.

Kita perlu ingat, mafia solar bukan hanya masalah ekonomi, melainkan masalah moral dan keadilan. Ia merampas hak nelayan, petani, sopir angkot, bahkan merusak kepercayaan publik pada hukum dan negara. Pemberantasannya membutuhkan hukum yang kuat, politik yang berani, budaya yang jujur, dan masyarakat yang peduli.

Dalam bahasa filsafat, ini adalah ujian bagi ethos publik kita. Apakah kita membiarkan energi bersama dirampas oleh segelintir orang, ataukah kita berani memperjuangkan agar solar subsidi benar-benar sampai ke yang berhak?

Gubernur YSK telah menyalakan api kecil perlawanan. Kini api itu harus dijaga agar tidak padam. Tugas kita semua – pemerintah, aparat, media, akademisi, dan masyarakat – adalah memastikan api kecil itu menjelma menjadi cahaya terang yang menghalau gelapnya mafia solar di Sulawesi Utara. (*)

Sumber: Tribun Manado
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Relawan Palsu dan Politik Rente

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved