Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pahlawan Nasional

Gus Dur, Pahlawan Kemanusiaan Sejati: Dikenang Bukan Karena Jabatan Presiden, Tapi Ketulusannya

Sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dikenal sebagai simbol perjuangan kemanusiaan dan toleransi di Indonesia.

Tribunnews.com
PAHLAWAN NASIONAL - Sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dikenal bukan hanya sebagai Presiden Keempat Republik Indonesia, tetapi juga sebagai simbol perjuangan kemanusiaan dan toleransi di Indonesia. Gus Dur, Pahlawan Kemanusiaan Sejati: Dikenang Bukan Karena Jabatan Presiden, Tapi Ketulusannya. 

Ia wafat pada 30 Desember 2009 dan dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang, Jawa barat.

Kalimat paling atas yang dituliskan dalam nisan Gus Dur adalah "Di Sini Berbaring Seorang Pejuang Kemanusiaan".

Kalimat itu ditulis dalam empat bahasa: bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Mandarin.

Bukan karena seorang presiden

Pada Senin, (10/11/2025) bertepatan dengan Hari Pahlawan, sosok Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh emerintah.

Penganugerahan ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 November 2025.

“Menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada mereka yang namanya tersebut dalam lampiran keputusan ini sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi, atas jasa-jasanya yang luar biasa, untuk kepentingan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa," bunyi kutipan Keppres tersebut.

Narator Istana menyebutkan, semasa hidupnya, Gus Dur juga memperjuangkan kemanusiaan, demokrasi, dan pluralisme di Tanah Air.

"KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah tokoh bangsa yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri memperjuangkan kemanusiaan, demokrasi, dan pluralisme di Indonesia," ungkap narator.

Alissa menyebutkan, keluarga Gus Dur datang dan menerima gelar pahlawan tersebut bukan karena nama Gus Dur disatukan dengan Soeharto yang saat itu juga mendapat gelar pahlawan.

Dia juga menegaskan, Gus Dur menjadi pahlawan bukan karena pernah menjabat sebagai seorang presiden, melainkan perjuangannya merawat keberagaman dan kemanusiaan.

"Gus Dur menerima penghargaan karena jejaknya sebagai pejuang demokrasi yang dimulai sejak masih menjadi kyai dan penggerak masyarakat sipil. Bukan sebagai Presiden," tegasnya.

Keluarga Gus Dur yang hadir di Istana Negara saat itu adalah istri Gus Dur, Nyai Sinta Nuriyah Wahid, dan putri ketiganya, Yenny Wahid.

Yenny mengatakan, penghargaan ini diterima dengan rasa syukur dan kerendahan hati, karena Gus Dur tidak pernah berjuang demi gelar atau penghargaan, tapi karena panggilan nurani.

"Bagi banyak orang, beliau adalah tokoh bangsa. Bagi saya, beliau adalah ayah yang mengajarkan arti keberanian untuk membela yang lemah, berjuang untuk keadilan, dan menjaga kemanusiaan di atas segalanya," kata Yenny.

Sepanjang hidupnya, Gus Dur berjuang tanpa pamrih menolak diskriminasi, memperjuangkan kebebasan beragama, dan membela martabat manusia.

Sumber: Kompas.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved