Anggota-anggota Brimob dilatih untuk tugas-tugas tempur.
Untuk itu mereka memperoleh pendidikan khusus, begitu pula dengan KS Tubun.
Dalam tahun 1954, KS Tubun mendapat perintah untuk mengikuti pendidikan di Megamendung, Bogor selama tiga bulan.
Pada 1950-an, di beberapa daerah di Indonesia terjadi pemberontakan.
Pemberontakan DITIl (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) di Aceh meletus pada 1953.
Baca: Beberkan Fakta Sebenarnya Hasil Visum 7 Jenderal Korban G30S, dr Lim Dimarahi Anak Jenderal
Pemberontakan ini dipimpin oleh Teungku Daud Beureuh.
Pemerintah terpaksa menumpasnya dengan mengerahkan kekuatan bersenjata.
Kesatuan-kesatuan Brimob pun ikut dikerahkan.
Pada 1955 KS Tubun mengikuti pasukannya yang mendapat tugas melakukan operasi militer terhadap DI/TII di daerah Aceh.
Tiga bulan lamanya ia bertugas di daerah ini.
Pengalaman itu adalah pengalaman pertama baginya dalam tugas tempur.
Belum lagi pemberontakan DI/TII selesai ditumpas, terjadi pula pemberontakan lain.
Pada 1958, golongan separatis mengumumkan berdirinya PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Semesta) di Sumatra Barat dan Sulawesi Utara.
PRRI/Permesta tidak mengakui pemerintah pusat di Jakarta.
Baca: Kilas Balik Kisah Eks Prajurit Cakrabirawa yang Disiksa hingga Lari ke Thailand Pasca G30S/PKI
Pemerintah terpaksa pula mengerahkan kekuatan bersenjata untuk menumpas pemberontakan tersebut.
Kekuatan Brimob pun kembali diikutsertakan, termasuk KS Tubun di dalamnya ikut melakukan operasi militer di daerah Sulawesi Utara.
Sementara itu, pada 1959, pangkat KS Tubun dinaikkan menjadi Agen Polisi Kepala (Kopral Polisi).
Pada tahun ini pula ia menikah dengan gadis pilihannya, Margaretha, yang berasal dari Jawa.
Dari pernikahan itu mereka memperoleh tiga orang anak laki-laki yakni Philipus Sumarna, Petrus Waluyo, dan Paulus Suprapto.
KS Tubun kembali mendapat perintah untuk mengikuti operasi militer di Sumatra Barat.
Baca: Nasib Para Pasukan Cakrabirawa Pasca G30S/PKI, Jadi Buron Negara, Kabur karena Akan Dieksekusi Mati
Ia bertugas di daerah ini selama enam bulan sejak Maret 1960.
Selama bertugas di Sumatra Barat, KS Tubun memperoleh pengalaman yang sangat berharga.
Sebagai seorang Katholik yang taat, ia bergaul akrab dengan umat Islam yang fanatik.
KS Tubun menyadari bahwa kerukunan beragama dapat diwujudkan di kalangan bangsa Indonesia.
Awal 1960-an ditandai dengan peristiwa besar di tanah air, yakni usaha membebaskan Irian Barat dari Penjajahan Belanda.
Usaha-usaha perundingan yang dilakukan pemerintah RI dengan Belanda pada waktu-waktu sebelumnya menemui kegagalan.
Tanggal 19 Desember 1961, pemerintah mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora).
Baca: Kala Soeharto Hendak Diracuni Perempuan yang Ngaku-ngaku Anak Pak Harto saat G30S/PKI
Intinya ialah merebut Irian Barat dengan kekuatan senjata.
Kesatuan-kesatuan tempur dikirim ke Irian Barat untuk melakukan tugas-tugas tempur.
Begitu pula halnya dengan kesatuan Brimob yang sudah berpengalaman dalam berbagai pertempuran.
KS Tubun juga ikut dalam tugas membebaskan Irian Barat.
Akhimya Belanda bersedia berunding dan menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia sekalipun secara resmi Irian Barat sudah menjadi wilayah RI, namun keamanan di daerah tersebut masih rawan.
Kelompok yang pro Belanda mencoba melancarkan pemberontakan.
Untuk menumpasnya pemerintah terpaksa mengerahkan pasukan bersenjata.
Dalam rangka menumpas pemberontakan ini, KS Tubun mendapat tugas selama 10 bulan.
Pada waktu itu, pangkatnya sudah naik menjadi Brigadir Polisi (Sersan Polisi).
Kenaikan pangkat itu diterimanya bulan November 1963.
Baca: Cerita Putri Ahmad Yani Obati Luka Batin ke Desa 20 Tahun, Kini Berteman Anak Aidit Tokoh G30S PKI
Selesai menjalankan tugas di Irian Barat, KS Tubun dikembalikan ke induk pasukannya di Kedung Halang, Bogor.
Sejak awal 1965, KS Tubun tidak pernah lagi mendapat tugas ke luar daerah.
Tetapi keberanian yang diperlihatkannya dalam tugas-tugas tempur menarik perhatian atasannya.
Karena itu, mulai April a965 ia mendapat kehormatan menjadi anggota pasukan pengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Johannes Leimena.
Pada waktu itu, ia bertempat tinggal di Kedung Halang, sedangkan tempat tugasnya di Jakarta.
Karena itu, ia selalu bolak-balik antara Kedung Halang dan Jakarta.
Baca: Mengenal Pasukan Cakrabirawa Pendukung PKI yang Tangkap dan Bunuh 7 Jenderal TNI Peristiwa G30S/PKI
Tugas itu dilaksanakannya sampai ia meninggal akibat ditembak oleh pasukan penculik G30S. (5)
Ketika sedang tidur di pos jaga, dua orang pasukan penculik menghampiri pos dan membangunkan KS Tubun.
Saat itu, KS Tubun mengira sedang diganggu oleh teman-temannya.
Namun pasukan penculik tersebut kemudian menendang KS Tubun hingga akhirnya ia terbangun dan menyadari kalau yang mengganggu bukanlah kawannya.
Karel kemudian berkelahi dengan para pasukan penculik itu.
Namun karena melawan delapam orang, KS Tubun akhirnya tumbang dan ditembak hingga membuatnya meninggal dunia. (6) (TribunnewsWiki.com)
BERITA TERPOPULER: FAKTA TERUNGKAP: Sikap Ahok yang Keras Ternyata Cerminkan Kekesalan Terhadap Pencuri Uang Negara
BERITA TERPOPULER: Dalang Rusuh Papua Datangi Sidang Umum PBB, PM Australia Beralih, Mabes Polri Antisipasi 1 Desember
BERITA TERPOPULER: Kemungkinan Ahok dan Puput Cerai Diungkap Sosok Ini : Mereka Bisa Berpisah Gara-gara 2 Kata
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO TV:
(BangkaPos.com/TribunnewsWiki.com/TribunManado.co.id)