Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kemenag Sulut

Refleksi Hari Guru Nasional: Memuliakan Guru, Menuai Berkah

Refleksi Hari Guru Nasional 2025 menegaskan bahwa guru adalah penopang utama peradaban.

Kolase/HO
OPINI - Tulisan opini Dr. Drs. H. Ulyas Taha, M.Pd. Refleksi Hari Guru Nasional: Memuliakan Guru, Menuai Berkah.  

Syed Hossein Nasr dalam Knowledge and the Sacred (1981) menekankan pentingnya melihat dunia sebagai amanah yang harus dijaga, bukan ruang permusuhan. Moderasi bukan kelemahan, melainkan kematangan. 

Guru mengajarkannya bukan dengan dua puluh definisi, tetapi dengan cara yang lembut ketika berbeda pendapat, dengan sikap hati-hati dalam berkomentar, dan dengan keteguhan untuk selalu memilih jalan keseimbangan. 

Keteladanan moderasi inilah yang ikut merawat semesta agar tetap damai dan hidup.

Memuliakan guru bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi strategi kebudayaan. Guru membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat, pelatihan berkualitas, lingkungan kerja aman, dan kesejahteraan yang layak. 

Banyak guru yang bekerja dalam keterbatasan, menempuh perjalanan panjang ke sekolah, mengajar dengan gaji minim, tetapi tetap menghadirkan cinta dalam pekerjaannya. 

Mereka tidak hanya mengajar; mereka menjaga bangsa tetap beradab. Kebijakan negara harus melihat guru sebagai poros peradaban. 

Investasi pendidikan bukan sekadar pembangunan fasilitas, tetapi penguatan manusia. 

Sebuah bangsa tidak bisa lebih baik dari kualitas guru yang mendidiknya.
Keteladanan dalam pendidikan adalah bahasa cinta yang paling universal. 

Al-Ghazali menulis bahwa murid “lebih banyak belajar dari melihat daripada mendengar.” 

Guru yang menjaga tutur kata, waktu, dan emosi sedang mengajarkan sesuatu yang jauh lebih dalam dari materi pelajaran. Keteladanan tidak membutuhkan mikrofon; ia bekerja dalam diam. 

Murid akan membawa nilai itu ke keluarganya, ke dunia kerja, dan ke masyarakat. Pendidikan yang terbentuk dari keteladanan adalah pendidikan yang bertahan lintas zaman.

Pada akhirnya, merawat semesta berarti menata kembali cara kita memperlakukan guru

Guru yang dihargai akan mengajar dengan hati terbuka; guru yang dicintai akan menebar cinta; guru yang dimuliakan akan memuliakan murid-muridnya. 

Semesta pendidikan dapat tumbuh subur ketika cinta mengalir di dalamnya. Guru menanamkan kesadaran ekologis, menghidupkan etika digital, memperkuat empati sosial, dan memupuk kepedulian pada sesama. 

Murid tidak hanya menjadi cerdas, tetapi bijaksana; tidak hanya menguasai ilmu, tetapi memahami tanggung jawab atas ilmu itu.

Refleksi Hari Guru Nasional 2025 menegaskan bahwa guru adalah penopang utama peradaban. 

Ketika kita memuliakan guru, kita sesungguhnya sedang memuliakan masa depan bangsa. 

Guru yang mengajar dengan cinta menghidupkan cita-cita bangsa yang merdeka, unggul, dan beradab. 

Mereka memastikan Indonesia tumbuh tidak hanya menjadi bangsa yang kompetitif secara global, tetapi juga bangsa yang penuh kearifan dan belas kasih. 

Dan pada akhirnya, memuliakan guru bukan sekadar slogan peringatan. Ia adalah laku peradaban—laku merawat semesta dengan cinta. (ord/adv) 

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved