Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kemenag Sulut

Refleksi Hari Guru Nasional: Memuliakan Guru, Menuai Berkah

Refleksi Hari Guru Nasional 2025 menegaskan bahwa guru adalah penopang utama peradaban.

Kolase/HO
OPINI - Tulisan opini Dr. Drs. H. Ulyas Taha, M.Pd. Refleksi Hari Guru Nasional: Memuliakan Guru, Menuai Berkah.  

Pendidikan bukan sekadar soal menemukan jawaban, tetapi memahami makna. Dalam ruang ini, guru tidak tergantikan. 

Ia memberi orientasi moral, menuntun penggunaan teknologi secara beradab, dan mendampingi murid mengolah informasi menjadi kebijaksanaan. 

Al-Attas menekankan bahwa tanpa adab, ilmu dapat membawa kerusakan lebih cepat daripada kebaikan. 

Prinsip ini sangat relevan dalam dunia digital hari ini. Teknologi mampu mempercepat segalanya, termasuk kebingungan jika tidak dipandu oleh cinta dan adab.

Selain itu, hubungan rumah dan sekolah hari ini mengalami keretakan yang perlu disembuhkan. 

Banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya urusan moral kepada guru, sementara sebagian lain menuntut guru secara berlebihan. 

Guru merasa diawasi, bukan didukung. Padahal pendidikan sejatinya adalah kolaborasi. Ibn Khaldun menyebut keluarga sebagai pilar stabilitas sosial. 

Jika rumah retak dan sekolah dilemahkan, maka anak kehilangan jangkar emosionalnya. Tema “Merawat Semesta dengan Cinta” mengingatkan kita bahwa merawat anak membutuhkan cinta yang dibagi, bukan diklaim sepihak. 

Rumah mendidik dengan kehangatan pertama; sekolah memperluasnya. Guru dan orang tua harus bersama, bukan saling menuding. 

Ketika kepercayaan disulam kembali, anak menemukan ruang aman untuk bertumbuh.
Guru juga memikul misi besar sebagai penabur kesadaran peradaban. 

Mereka bukan hanya pengajar materi, tetapi penjaga nilai keseharian: kejujuran, integritas, kesabaran, toleransi, dan ketekunan. 

Peradaban tumbuh bukan dari teori, tetapi dari kebiasaan baik. Al-Farabi menyebut guru sebagai “jiwa negara kecil,” penjaga harmoni yang memelihara masyarakat dari kesimpangsiuran moral. 

Etos guru yang tenang dalam menghadapi ujian, tertib dalam mengelola kelas, sabar di tengah keterbatasan, dan tulus dalam memberi layanan adalah peradaban itu sendiri. 
Murid melihat, menyerap, dan meneruskan keteladanan; bukan hanya ketika di kelas, tetapi hingga mereka dewasa.

Dalam konteks pendidikan keagamaan, guru memiliki peran strategis sebagai penjaga moderasi. 

Di tengah polarisasi sosial dan meningkatnya provokasi digital, guru yang mengajarkan agama dengan cinta menjadi benteng penting kecerdasan spiritual. 

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved