Kemenag Sulut
Refleksi Hari Guru Nasional: Memuliakan Guru, Menuai Berkah
Refleksi Hari Guru Nasional 2025 menegaskan bahwa guru adalah penopang utama peradaban.
Cinta guru—yang tidak sekadar emosional tetapi berakar pada niat baik dan kebijaksanaan—membantu murid melihat dunia bukan sebagai ruang kompetisi semata, tetapi sebagai tempat menjalani amanah.
Keutuhan cinta ini menjadi penting ketika kita menyadari adanya krisis kepercayaan dalam dunia pendidikan.
Orang tua semakin mudah mencurigai guru; murid semakin sulit menghormati; masyarakat semakin cepat melabeli; media sosial memperkeruh keadaan.
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah (1377) menjelaskan bahwa sebuah peradaban mulai goyah ketika otoritas ilmu tidak lagi dihormati dan hubungan antargenerasi melemah.
Fenomena ini tampak jelas hari ini ketika guru dihadapkan pada dua tekanan sekaligus: tuntutan kompetensi tinggi dan penurunan wibawa moral.
Di sinilah cinta harus kembali menjadi fondasi. Guru yang memancarkan cinta tidak kehilangan otoritas; otoritasnya tumbuh bukan dari ketakutan, melainkan dari keteladanan.
Relasi yang lahir dari cinta selalu lebih kuat daripada relasi yang lahir dari ancaman.
Namun cinta dalam pendidikan tidak berarti kelembutan yang membiarkan.
Al-Ghazali dalam Ayyuha al-Walad (1050) mengingatkan bahwa murid perlu diluruskan “dengan kasih, bukan dengan amarah.” Tegas dalam mendidik bukan berarti keras; adil bukan berarti menghukum; mengasuh bukan berarti mengabaikan disiplin.
Di masa ketika isu kekerasan di sekolah ramai dibicarakan, ketika guru harus berhati-hati menegur murid karena rentan dipersoalkan, kita perlu mengingat kembali seni ketegasan yang mengasuh.
Ketegasan yang mengasuh lahir dari cinta, bukan ego. Ia memerhatikan dampak jangka panjang, bukan sekadar kepatuhan sesaat. Ia menguatkan karakter, bukan memaksa kepatuhan.
Guru yang mampu menghadirkan ketegasan yang mengasuh sedang menjalankan salah satu tugas paling penting dalam pendidikan: menuntun murid memahami konsekuensi moral dari perbuatannya.
Tantangan lain yang semakin besar adalah transformasi digital. Teknologi membawa harapan sekaligus ancaman.
Di satu sisi, ia membuka akses pada sumber belajar yang tak terbatas; di sisi lain, ia menggerus kedalaman, mempercepat distraksi, dan menempatkan guru dalam posisi rentan.
Banyak murid kini dapat mencari jawaban lebih cepat dari internet dibanding mendengar penjelasan di kelas.
Namun sebagaimana ditegaskan Ibn Sina, teknologi—meski dalam bentuk instrumen ilmu pada zamannya—tidak boleh mengambil alih fungsi pembimbingan jiwa.
| Kemenag Sulut dan Ditjen Pajak Perkuat Sinergi Kepatuhan Pajak ASN |
|
|---|
| Kemenag Sulut Gelar Rakor, Mantapkan Sinkronisasi Data untuk Layanan Pendidikan Berkualitas |
|
|---|
| Momen Sumpah Pemuda, Kakanwil Kemenag Sulut Ulyas Taha : Semangat Kita Semua |
|
|---|
| Wakil Gubernur Maluku Utara H. Sarbin Sehe Bersilaturahmi ke Kanwil Kemenag Sulut |
|
|---|
| Penjelasan Kemenag Sulut Terkait Pengelolaan Biaya Haji Lokal |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/Kolase-flyer-Ulyas-Taha.jpg)