Opini
Echo Chamber dan Ancamannya Terhadap Kebebasan Berpikir Manusia
Echo Chamber dan Ancamannya Terhadap Kebebasan Berpikir Manusia dalam Perspektif John Stuart Mill: On Liberty
Inilah “tirani mayoritas sesungguhnya” menurut John Stuart Mill, dimana manusia terpenjara dalam sempitnya ruang-ruang kebenaran subjektif yang membuaikan, sehingga lebih memilih untuk diselimuti gelembung informasi yang tak terlihat supaya keteguhan ide dan opini tetap dipandang sebagai representasi objektif dari realitas, walau semu.
On Liberty Mill dan Solusi yang Ditawarkan Lewatnya
Berpegang pada konsep kebebasan berpikir John Stuart Mill, kiranya beberapa pendekatan berikut kiranya dapat diusahakan agar kebebasan berpikir dapat terus digaungkan, dialog terbuka didorong dan otonomi individu tetap dijamin dalam pencarian atas kebenaran:
1) Pendidikan Kritis dan Literasi Media: Berangkat dari kenyataan dimana echo chamber menutup ruang bagi ketersediaan tempat untuk ide ataupun opini yang tak sesuai dengan keyakinan individu, maka hal utama yang hendaknya diusahakan, adalah pengenalan atas indikasi kandungan ketidakbenaran dalam ide ataupun opini yang disajikan oleh algoritma media sosial.
Mengenai hal ini, Mill menekankan pentingnya pendidikan diusahakan sebagai hal yang lewatnya kapasitas berpikir kritis dan otonomi dikembangkan. Lingkup dari pendidikan kritis yang dimaksud, sedapatnya mencakup literasi media yang mengajarkan individu perihal mengenali bias informasi yang beragam, memahami cara kerja algoritma media sosial dan berpartisipasi aktif dalam mencari sumber informasi yang beragam.
Dalam artian ini, diusulkan agar kurikulum pendidikan hendaknya dirancang sedemikian rupa supaya lewatnya sikap kritis siswa dikembangkan dengan cara mengevaluasi secara objektif semua informasi yang diterima, mempertanyakan narasi dominan serta terbuka pada konfrontasi ide.
Harapannya siswa dapat bertumbuh dalam sikap kritis sehingga paparan algoritma personalisasi media sosial bukanlah penentu keputusan dalam meyakini ide atau konsep tertentu.
2) Desain ulang Algoritma Media Sosial: Penyebab utama promosi keragaman informasi terhambat, adalah algoritma personalisasi yang dibuat oleh berbagai platform media sosial.
Guna mencegah echo chamber terus eksis, suka-tidak suka algoritma demikian perlu diubah lewat intervensi teknologi yang disengaja.
Mengenai hal ini, platform media sosial diharapkan untuk tak hanya memperkenalkan ide pun opini yang sesuai dengan keyakinan pengguna tapi juga yang berlawanan dengannya, sehingga perbedaan sudut pandang dapat dikenali oleh individu dan mendorong pemikiran kritis juga konfrontasi atasnya.
Sebuah tindakan yang sukar memang, karena berpotensi menghilangkan minat pengguna terhadap media sosial.
Terhadap kekhawatiran tersebut, sebuah win-win solution, pantaslah dipikirkan, semisal memungkinkan pengguna media sosial kontrol terbuka atas konten yang diterima, dalam cara memberikan kepada pengguna fitur-fitur untuk menyesuaikan linimasa: mengikuti atau menyembunyikan konten dari sumber tertentu dan berdasarkan urutan waktu yang sesuai, sehingga tak sekedar algoritma.
Dengan demikian, faktor ketertarikan mendasar pada media sosial: ketersediaan informasi dalam jumlah yang banyak, tidak berubah, bahkan semakin menambah minat pengguna terhadap penggunaan media sosial lewat posibilitas analisa ide dan opini secara up to date.
3) Penciptaan Ruang Publik Terbuka: Selain lewat media pendidikan, guna mendorong aktualisasi sikap kritis individu, echo chamber kiranya dapat dilakukan dalam cara membuka sebanyak mungkin ruang-ruang dialog yang bersikap netral, sehingga setiap individu dari latar belakang berbeda mungkin untuk berkumpul dan mendiskusikan berbagai ide dan opini yang dimiliki.
Guna menjamin hal baik ini terealisasi, hal penting yang kiranya harus digarisbawahi, yaitu penekanan terus-menerus perihal penghormatan terhadap pandangan yang berbeda.
Apapun keyakinan, ide pun opini orang lain, harus dikonfrontasi dalam junjungan tinggi pada nilai-nilai kebenaran objektif yang ditawarkan.
Diharapkan lewat cara tersebut, lahirlah ide-ide konstruktif berdasar keluasan wawasan dan analisa, bukan justifikasi yang mendiskreditkan, sehingga menyuburkan benih polarisasi.
Akhirnya satu kesimpulan berikut kiranya dapat diambil: Echo chamber mengancam sungguh kebebasan berpikir manusia.
Polarisasi dan stagnasi moral, matinya inovasi sosial, pembatasan otonomi individu dalam berpikir, adalah bentuk-bentuk ancaman serius yang menuntut sebuah tindakan serius dari semua pihak, khususnya pengguna dan pemilik platform media sosial.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, hendaknya disikapi sebagai sarana bagi manusia dalam memungkinkan pencarian kebenaran diusahakan dalam keluasan wawasan, bukan untuk menciptakan fragmentasi sosial yang menghambat kemajuan moral serta intelektual manusia.
Apapun perkembangan yang terjadi, kebebasan berpikir haruslah tetap menjadi pilar kemajuan manusia, sehingga tetaplah terjaga marwah manusiawi pribadi, sebagaimana yang ditulis oleh Anton Pavlovich Chekhov: “Man is what he believes.” (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.