Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mahkamah Konstitusi

Hasil Sidang Gugatan Syarat Capres dan Cawapres Minimal Berpendidikan S1, Ini Pertimbangannya

Ia meminta supaya syarat minimal capres-cawapres dari yang semula minimal SMA sederajat menjadi lulusan S1.

Editor: Alpen Martinus
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
MK: Gedung Mahkamah Konstitusi. MK memutuskan menolak gugatan terkait pendidikan minimal S1 untuk Capres dan Cawapres. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sidang gugatan terkait syarat capres-cawapres minimal berpendidikan Strata Satu atau S1 memasuki babak akhir.

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan terkait perkara tersebut.

Gugatasn tersebut ditolak.

Baca juga: Pendidikan SD dan SMP Negeri Juga Swasta Gratis, Ini Aturannya Baru Diputuskan Mahkamah Konstitusi

Ada sejumlah alasan hingga MK menolak gugatan tersebut.

di antaranya adalah aturan tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang.

Banyak juga aturan lain yang dianggap tidak melanggar.

"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).

Pemohon dalam perkara ini menguji sejumlah pasal dalam Undang-Undang 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Ia meminta supaya syarat minimal capres-cawapres dari yang semula minimal SMA sederajat menjadi lulusan S1.

Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 tidak menentukan persyaratan mengenai pendidikan terkait batasan pendidikan paling rendah bagi capres-cawapres.

Karena itu, ketentuan dalam sejumlah pasal UU Pemilu yang diuji 169, 170, dan 171, adalah delegasi dari UUD NRI 1945, khususnya Pasal 6 ayat (2).

Persyaratan itu, termasuk syarat berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas sederajat dikategorikan sebagai suatu kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang.

Dalam hal ini, kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang tetap dinilai konstitusional sepanjang tidak melanggar moralitas;

tidak melanggar rasionalitas; bukan ketidakadilan yang intolerable;

tidak melampaui kewenangan pembentuk undang-undang;

bukan merupakan penyalahgunaan kewenangan; tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945;

tidak menegasikan prinsip-prinsip dalam UUD NRI Tahun 1945; tidak bertentangan dengan hak politik;

tidak bertentangan dengan kedaulatan rakyat;

tidak dilakukan secara sewenang-wenang (willekeur); serta tidak melampaui dan/atau menyalahgunakan kewenangan (detournement de pouvoir).

"Persyaratan yang demikian, termasuk syarat berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat, dikategorikan sebagai suatu kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang," tegas Ridwan.

Dalam berkas permohonan yang diajukan ke MK, para pemohon mengungkap sejumlah pertimbangan menggugat pasal tersebut.

Mereka menyoroti peran penting presiden dan wakil presiden yang merupakan nahkoda bagi sebuah negara sekaligus citra jati diri bangsa.

Terlebih, dalam pembukaan UUD 1945 telah diamanatkan mengenai cita-cita besar negara Indonesia. Menurut para pemohon, kepala negara yang ideal ialah yang memiliki pengetahuan kritis dan luas.

Mereka menilai syarat minimal pendidikan bagi capres-cawapres berkaitan erat dengan kompetensi dan kapabilitas dalam memimpin.

Pendidikan SMA sederajat disebut memiliki keterbatasan pengetahuan yang tidak mengakar pada sistem pemerintahan ideal.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved