Opini
Dari Bisul Menuju Usul, Catatan bagi GMIM
Gagasan ini jelas masih mentah dan perlu dibahas pada kesempatan dan forum lain untuk disempurnakan bersama.
Dengan tiga cabang kekuasaan sipil itu dimulailah penataan kekuasaan atau pengaturan kewenangan sipil yang berbeda, yaitu dibentunya lembaga-lembaga yang terbagi dan terpisah dengan para aktor penguasanya yang lebih dari satu alias majemuk. Di antara lembaga-lembaga itu ditata satu relasi khas yang saling mengontrol atau mekanisme check and balance. Interrelasi lembaga-lembaga itu pada akhirnya nanti akan mendatangkan manfaat dan maslahat tertentu bagi publik (res publica), rakyat. Atau jika diterapkan di lingkungan gereja maka akan bermanfaat bagi anggota jemaat dan memuliakan Allah. Mengapa? Karena penyelewengan kekuasaan (abuse of power) efektif diredam.
Gagasan pemilahan kekuasaan yang anti-penggumpalan ituah yang digagas John Locke Jr. FRS. Secara sistematis Locke melawan gagasan kekuasaan yang terpusat; juga melawan gagasan penguasa tunggal (monarki) yang sudah lama bertahan, di antaranya ikut ditambah dengan legitimasi kekuasaan ilahi bagi sang penguasa itu. Gagasan Locke ini melawan para pendukung gagasan absolutisme kekuasaan yang didasarkan pada postulat hak ilahi raja yang disodorkan oleh Robert Filmer pada bukunya Patriarcha (sejak 1542 dan resmi terbit di 1580).
John Locke menulis bukunya Two Treatises of Civil Government (1690).
Sebagaimana judulnya, buku ini terdiri dari dua topik bahasan. Pada topik pertamanya ternyata Locke habis-habisan membedah dan mendebat gagasan Filmer yang menyuburkan monarki dan kekuasaan “menggumpal” pada satu figur. Filmer bahkan memberi penguasa tunggal itu satu legitimasi cita dan citra ilahi. Menurut pemikir Inggris ini, para raja (pemimpin) tidak lain adalah lanjutan atau pewaris kepemimpinan sejak Adam, Nuh, dan para raja-raja yang memperoleh kuasanya dari Allah yang diacunya dari Alkitab.
Setelah membedah kekeliruan Filmer pada topik pertama bukunya, pada bahasan kedua barulah Locke menawarkan 3 cabang kekuasaan yang saling terpisah dan saling kontrol. Kini gagasan itulah yang jamak dipakai dan dijadikan acuan di banyak negara, kecuali negara
monarki non parlemen yang sekaligus pemimpinnya merasa dirinya adalah Tuhan.
DARI BISUL KE USUL Penggumpalan bisul kekuasaan yang terjadi di GMIM sesungguhnya tidaklah separah situasi monarki Eropa di Inggris dan Perancis dari abad ke 14 hingga ke-17. Mengapa? Karena dengan
memeriksa acuan Tata Gereja GMIM (konstitusi) sejatinya GMIM sudah disetel banyak detailnya untuk mengikuti kaidah-kaidah “pemerintahan-gereja” a la Calvin. Di GMIM, misalnya, semua penatua dan diaken direkrut dari level pelayanan bawah (di jemaat) dengan mengikuti dalil demokrasi Calvin, yaitu mengharuskan para pelayan itu dipilih oleh umat.
Sayang pada ujungnya ternyata kaum ordained (kaum imam yang berjubah) yang tidak dipilih oleh anggota gereja, secara serta merta diplotkan struktur pucuk GMIM untuk menjadi pemimpin jemaat. Sementara tugasnya, bukan hanya mengurus tata peribadatan, tetapi juga ikut merangsek ke urusan tata manajemen jemaat dan tata tetek benget lainnya. Urusan itu berisiko menumpulkan cita dan fungsi pengajaran spiritual dan moral dari para kaum berjubah imam itu.
Kemudian yang positif juga bahwa Tata Gereja GMIM 2021 meletakkan kekuasaan pengambilan keputusan tertingginya (meski bukan kekuasaan ultimate) pada Sidang Majelis Sinode (SMS). Namun sidang ini pada Tata Gereja 2021 justru sayangnya diatur hanya mengangkat Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) saja.
Masalah tidak disadari terbit di sini. Karena yang diangkat SMS hanya satu badan yang tunggal dan tanpa pendampingan badan lain yang memilah-milah mandat dari kekuasaan tertinggi SMS itu, maka BPMS berpotensi “tergelincir” menjadi absolut, alias menjadi “menggumpal”, kekuasaannya karena statusnya sebagai mandataris satu-satunya, the sole mandate holder, dari Sidang Majelis Sinode.
Pada Tata Gereja 2021 juga memang semua struktur di aras sinode disebut sebagai: “perangkat pelayanan”. Maaf terma ini seolah struktur dan personilnya sekadar peralatan/ tool kerja dari BPMS saja. Di antaranya, termasuk struktur yang mengawasi perbendaharaan atau yang bertugas mengurus pengawasan perbendaharaan/ keuangan gereja. Hal ini berbeda dengan pengaturan pada Tata Gereja (TG) sebelumnya (TG 2016) yaitu lembaga ini juga dipilih dalam SMS dan diletakkan terpisah dan spesifik mengawasi keuangan dan bertanggungjawab pada SMS.
Dengan mengabaikan karakter pribadi orang per orang, ternyata pengaturan TG 2021 yang hanya memilih BPMS sebagai mandataris tunggal adalah akar awal dari penggumpalan. Ini mesti segera diperbaiki lewat SMS-Istimewa karena situasi mendesak demi memastikan semua perbendaharan, keuangan dan aset GMIM tetap dapat dipertanggungjawabkan (ke SMS dan bukan BPMS).
Bersamaan dengan itu dengan patokan pemilahan dan pemisahan kekuasaan a la Locke dan Montesquieu dan demi kemaslahatan jemaat dan kepujian bagi Allah, sebaiknya SMS juga membentuk dan menunjuk personil kelembagaan baru yang bernama: Badan Pembentuk Peraturan GMIM serta Mahkamah GMIM. Jadi keduanya menambah pada BPMS dan BPPS yang muncul karena elan semper reformanda GMIM.
Badan Pembentuk Peraturan GMIM akan memeriksa semua peraturan dan menyesuaikan dengan hukum-hukum gereja, menyusun semua peraturan secara hierarkis agar menjadi acuan dan patokan kerja pelayanan GMIM dan patokan dalam kerja mahkamah GMIM. Badan ini dapat bekerja bersama dengan BPMS dan BPPS atau bekerja sendiri dalam membuat Tata Gereja dan peraturan penjabarannya, sekaligus memastikan konsistensi dan koherensi produk peraturan; memastikan tidak terjadinya tumpang tindih dan pertentangan peraturan.
Semua peraturan BPMS hanya berlaku sesudah mendapat pemeriksaan dan pengesahan oleh badan khusus peraturan ini. Dengan ini ugal-ugalan BPMS dalam membuat peraturan sepihak akan terkontrol dan kedua badan ini akan saling check and balance demi kepujian pada Allah dan kemaslahatan anggota gereja.
Mahkamah GMIM akan dibangun dengan sungguh-sungguh sebagai lembaga penyelesaian konflik internal GMIM. Lembaga ini akan dibentuk dengan sungguh-sungguh termasuk memilih para hakimnya, yaitu para senior pendeta, anggota jemaat berlatar belakang pendidikan hukum yang punya catatan integritas, kekukuhan moral dan ketaatan gereja yang tinggi.
Mahkamah ini akan membuka pengadilan di tingkat wilayah dan region. Wilayah diformat kembali hanya berupa perkumpulan dari para pendeta dari semua jemaat dan pengadilan, forum kerjasama dari jemaat-jemaat dan pengadilan dari mahkamah GMIM. Tidal perlu ada sentralisasi wilayah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.