Tajuk Tamu
Konsekuensi Pembatalan Presidential Threshold
Presidential Threshold (PT) merupakan istilah yang gunakan sebagai persyaratan partai politik (parpol) dalam mengajukan calon presiden
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Chintya Rantung
Namun entah bagaimana caranya parpol-parpol itu lolos menjadi peserta Pemilu.
Akhirnya ketika diikutsertakan sebagai peserta Pemilu, parpol itu ternyata tetap tidak memperoleh legitimasi pemilih.
Terbukti dengan hasil suara yang tidak mencapai ambang batas parliamentary treshold 4 persen.
Namun sebagian elit-elit parpol yang memperoleh dukungan minoritas itu tetap bisa menikmati kekuasaan saat ini.
Preposisi bahwa mendirikan parpol agar elit-elit politiknya mendapatkan pekerjaan, terbukti jelas pada hasil Pemilu 2024.
Mencegah konsekwensi ini, DPR RI sebagai pembuat undang-undang perlu merespon putusan MK itu dengan pengaturan syarat parpol untuk bisa mengajukan paslon pilpres adalah parpol yang pernah minimal sekali mengikuti pemilu.
Ketiga. Jika semua parpol peserta Pemilu bisa mengusung capres dan cawapres maka legitimasi presiden dan wakil presiden terpilih sangat lemah.
Jika jumlah parpol sebanyak 20 dan jumlah paslon Pilpres menjadi 20 maka pemenangnya bisa saja hanya mendapat dukungan 10 persen suara pemilih. 90 persen lainnya terbagi-bagi pada 19 calon lainnya.
Untuk mendapatkan suara mayoritas memerlukan pilpres dua putaran. Namun pilpres dua putaran beresiko juga pada antara lain pembiyaan Pemilu menjadi dua kali lipat.
Kemudian peserta Pilpres putaran kedua pasti akan merangkul peserta yang tidak lolos pada putaran kedua untuk berkoalisi.
Koalisi parpol untuk pilpres nyatanya tidak bermanfaat untuk rakyat. Koalisi tidak didasarkan pada kesamaan visi politik akan tetapi sekedar bagi-bagi jabatan.
Negara merugi karena sebagian besar anggaran negara sekedar membiayai tunjangan para pejabat negara yang adakan guna mengakomodasi para tim sukses, artis-artis, tokoh berpengaruh dan pihak yang berkontribusi.
Teori rekrutmen menjelaskan bahwa kebutuhan sumber daya manusia didasarkan pada kebutuhan organisasi.
Namun dalam kekuasaan pragmatis, jabatan dan lembaga dibentuk karena untuk mengakomodasi pihak-pihak yang berkontribusi pada pemenagan Pilpres. Makanya ada usaha untuk menaikan pajak publik guna pembiayaan itu.
Keempat. Jika ternyata semua parpol peserta Pemilu berhak mengajukan anggota atau kader parpol untuk menjadi paslon pilpres, maka DPR sebagi pembuat UU harus membuat kritera khusus siapa yang disebut anggota atau kader parpol.
Patronase Birokrasi: Antara Netralitas dan Keterpaksaan ASN Bumi Nyiur Melambai |
![]() |
---|
Gerakan Alumni Peduli FK Unsrat: Seratus Ribu Berjuta Makna |
![]() |
---|
Manfaat Penggunaan QRIS untuk Pelaku UMKM di Manado Sulawesi Utara |
![]() |
---|
Peran Generasi Millenial, Smart Agriculture dalam Kedaulatan Pangan |
![]() |
---|
'Memori Bulan Agustus', Aku Masih Punya Rasa Rindu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.