Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Pahlawan

BW Lapian: Pahlawan Nasional Asal Minahasa Sulawesi Utara, Jurnalis dan Murid Kristus

Wajar saja, karena kiprah Lapian terentang sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga zaman kemerdekaan Indonesia.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Isvara Savitri
Kolase Foto Wikipedia
Sosok Bernard Wilhelm Lapian atau BW Lapian, Pahlawan Nasional Asal Sulut. Pejuang Kemerdekaan yang usir penjajah lewat karya jurnalistik. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Banyak Tou Minahasa diangkat sebagai pahlawan nasional. 

Salah satunya Bernard Wilhelm Lapian.

Lapian lahir di Kawangkoan, Minahasa, 30 Juni 1892.

Ia wafat di Jakarta pada 5 April 1977 dalam usia 84 tahun.

Lapian punya banyak julukan.

Dari pahlawan tiga zaman hingga sang nasionalis religius.

Wajar saja, karena kiprah Lapian terentang sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga zaman kemerdekaan Indonesia.

Lapangan perjuangannya pun terbentang luas dari aktivis pejuang, militer, birokrasi, jurnalistik, hingga keagamaan.

Seperti dituturkan Ketua Panitia, Judie Turambi, yang menghantar BW Lapian diangkat sebagai pahlawan nasional beberapa tahun lalu, Lapian muda adalah salah satu tokoh yang menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan.

Ketajaman pena Lapian mulai terlihat saat ia menulis di surat kabar lokal Magelang, Pangkal Kemadjoean.

Lapian menulis tentang penindasan yang dialami warga Magelang, Jawa Tengah.

Tulisan tersebut tergolong langka di masa itu, yakni tahun 1919, ketika Belanda masih berkuasa penuh.

Lapian kian bergelut dengan jurnalisme ketika menjabat Ketua Cabang Persatuan Minahasa di Batavia.

Dia membidani lahirnya surat kabar Fajar Kemadjoean.

Lapian leluasa menyampaikan idenya tentang Indonesia merdeka melalui surat kabar itu.

Tulisan Lapian yang keras menentang penjajah turut andil dalam menyemai nasionalisme di masa itu, yang ditandai dengan Sumpah Pemuda.

Jelang perang dunia II, nasionalisme di Minahasa menurun.

Mereka termakan propaganda Belanda untuk memasukkan Minahasa sebagai provinsi ke-12 Belanda.

Ia mendirikan surat kabar Semangat Hidup untuk melawan propaganda Belanda itu.

Menurut Turambi, pengalaman berorganisasi serta di dunia pers menumbuhkan sikap demokratis pada Lapian.

BW Lapian dan Ch Taulu, dua tokoh sentral dalam Peristiwa Merah Putih 14 Februari 2022 di Manado, Sulawesi Utara.
BW Lapian dan Ch Taulu, dua tokoh sentral dalam Peristiwa Merah Putih 14 Februari 2022 di Manado, Sulawesi Utara. (Istimewa/Kolase Tribun Manado)

Hal itu tampak saat ia menjadi anggota Volksraaad Minahasa tahun 1930.

Umumnya anggota Volksraad menampilkan sikap feodalistik.

"Namun Lapian mampu menunjukkan sikap demokratis," kata dia.

Sikap hidup yang demokratis membawa Lapian ke kongres pemuda yang mencentuskan Sumpah Pemuda.

Puncak perjuangan Lapian adalah peristiwa merah putih di Manado.

Dikisahkan pada 7 Januari 1946, Lapian yang waktu itu menjabat sebagai Wali Kota Manado didatangi para nasionalis, di antaranya Frits Johanes Tumbelaka, Charles Choesj Taulu, serta Servius Dumais Wuisan.

Mereka memberitahu Lapian rencana mengadakan perebutan kekuasaan.

Lapian setuju namun menyuruh ketiganya bergerak diam-diam.

Diputuskan hari-h pada 14 Februari.

Namun rencana itu tercium Belanda.

Buktinya Ch Taulu serta Wuisan ditangkap oleh tentara Belanda sehari sebelum hari-h.

Baca juga: Daftar Pahlawan Asal Sulawesi Utara yang Dijadikan Nama Jalan di Kota Manado

Baca juga: Daftar Pahlawan Asal Sulawesi Utara: Sam Ratulangi, Bernard Lapian hingga Alexander Maramis

Meski demikian rencana perebutan kekuasaan terus berlanjut.

Dimulai pukul 01.00 Wita, dua jam kemudian bendera merah putih sudah berkibar di tangsi Belanda di Teling.

Peristiwa bersejarah itu menjadi headline sejumlah pers barat antaranya Radio Australia, BBC London, serta surat kabar dari Amerika.

Radio Australia bahkan menyiarkan pidato Presiden Sukarno tentang peristiwa itu.

"Minahasa walaupun terkecil dan terpencil di wilayah Republik Indonesia, namun putra-putrinya telah memperlihatkan ksatriaan terhadap panggilan ibu pertiwi, laksanakan tugasmu dengan saksama, dan penuh tanggung jawab," kata Sukarno.

Surat kabar terbesar waktu itu di Indonesia Merdeka, menulis peristiwa itu dengan judul Pemberontakan Besar di Minahasa.

Dua hari setelah penyerbuan yang berani itu, Ch Taulu yang menjadi pimpinan tertinggi tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara menggelar rapat di Kantor Dewan Minahasa di Manado.

Rapat dihadiri pembesar militer sipil, hukum tua di Minahasa, Raja Bolmong, serta kepala daerah Gorontalo.

Disepakati pembentukan Dewan Musyawarah Masyarakat Sulut dengan Lapian menjadi Kepala Pemerintahan Sipil Sulut.

Bernard Wilhelm Lapian
Bernard Wilhelm Lapian (NET)

Setelah diangkat, Lapian langsung melakukan sejumlah langkah progresif.

Pada 21 Februari, Lapian mengumumkan wilayah Sulut serta tengah, bekas residen Manado adalah bagian dari Pemerintah Republik Indonesia.

Lapian juga berupaya menentramkan rakyat serta membenahi administrasi pemerintahan.

Lewat tipu muslihat Belanda kembali merebut kekuasaan.

Pada 11 Maret 1946, Lapian ditangkap lalu dipenjara di tangsi Teling.

Setahun kemudian ia dipindahkan ke Cipinang. 

Pada 1948, Lapian dibawa ke Penjara Sukamiskin.

Setahun kemudian ia dibebaskan bersamaan dengan penyerahan kedaulatan.

Oleh pemerintahan Sukarno, ia diangkat sebagai Gubernur Sulawesi.

Tugasnya tak ringan, salah satunya adalah membereskan Kahar Muzakar.

Lapian bersama seorang anaknya melakukan langkah berani dengan menemui Kahar Muzakar di tempat persembunyian.

Ia berangkat tengah malam, kembali ke rumah gubernur tiga hari kemudian.

Lapian juga berhasil merintis pemilu di Minahasa.

Perjuangan Lapian membebaskan Indonesia dari cengkraman Belanda juga terjadi di lapangan keagamaan.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, semua Gereja Kristen berada di bawah naungan satu institusi Indische Kerk yang dikendalikan oleh pemerintah.

Karena berafiliasi dengan pemerintah, gereja zaman itu mau tak mau bersikap kompromi dengan penjajahan.

Baca juga: Timnas Indonesia Dijatuhi 4 Sanksi dari FIFA Jelang Lawan Jepang dan Arab Saudi

Baca juga: Daftar Tokoh Asal Sulawesi Utara yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Sudah 11 yang Mendapat Gelar

Tak ada suara kenabian, padahal masyarakat begitu tertindas.

BW Lapian bersama tokoh-tokoh lainnya kemudian mendeklarasikan berdikarinya Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) tahun 1933, yaitu suatu gereja mandiri hasil bentukan putra-putri bangsa sendiri yang tidak bernaung dalam Indische Kerk.(*)

Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul BW Lapian, Pahlawan Nasional Asal Minahasa Sulawesi Utara, Jurnalis dan Murid Kristus.

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved