Catatan Ferry Liando
Menguji Efektivitas Kampanye Pilkada 2024
KPUD baru saja menetapkan peserta pemilihan kepala daerah tahun 2024. Setelah KPUD mengundi penentuan nomor urut peserta maka tahapan selanjutnya.
Oleh Ferry Daud Liando
Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat
TRIBUNMANADO.CO.ID - Komisi Pemilihan Umum Daerah atau KPUD baru saja menetapkan peserta pemilihan kepala daerah tahun 2024. Setelah KPUD mengundi penentuan nomor urut peserta maka tahapan selanjutnya adalah kampanye.
Kampanye adalah tahapan yang disediakan oleh UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Tahapan ini bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta Pilkada untuk menawarkan visi, misi dan program kepada masyarakat pemilih.
Idealnya materi kampanye akan mempengaruhi sikap politik pemilih dalam menentukan pilihan.
Pertanyaanya adalah apakah materi kampanye akan efektif mempengaruhi sikap politik pemilih dalam menentukan pilihannya?
Pertanyaan ini memerlukan jawaban sebab salah satu tahapan yang panjang dan berisiko adalah kampanye.
Kampanye kerap menimbulkan gesekan antar-pendukung, adu domba, politisasi SARA (suku agam ras dan antargolongan), kemacetan, sampah, kerusakan lingkungan (APK dan logistik lainnya) dan rawan suap antara peserta dengan pemilih.
Membandingkan pemilihan pemimpin di berbagai negara seperti USA (Amerika Serikat) dan Australia, materi kampanye sangat menentukan keterpilihan calon yang berkompetisi.
Latar belakang calon kerap tidak menjadi ukuran keterpilihan, namun keterpilihan sangat ditentukan oleh apa yang akan dilakukan ketika terpilih kelak.
Presiden Barack Obama, meski berkulit hitam dan imigran, bisa terpilih oleh pemilih berkulit hitam dan penduduk pribumi. Donal Trump, meski kontroversial dengan urusan moral tapi bisa terpilih karena kebijakan mendirikan tembok untuk mencegah imigran.
Di Indonesia, materi dan metode kampanye sepertinya belum akan efektif mempengaruhi sikap politik pemilih dalam menentukan pilihan.
Penyebabnya adalah :
Pertama, materi kampanye antar-calon tidak terpolarisasi pada arah yang berbeda. Semua pasangan calon menawarkan materi kampanye yang sama. Pemilih tidak melihat ada aspek yang berbeda yang memungkinkan mereka untuk menentukan pilihan.
Kedua, tidak ada sanksi hukum ataupun adminitrasi bagi calon terpilih yang tidak melaksanakan apa yang pernah dijanjikan pada berkampanye ketika kelak berkuasa.
Pada Pilpres 2019, Presiden Jokowi tidak pernah menawarkan mendirikan Ibu Kota Nusantara atau IKN. Tapi ketika berkuasa, IKN itu muncul. Ironinya lagi DPR RI yang ikut mengendalikan kebijakan justru ikut memberikan persetujuan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.