Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Timur Tengah

Tiga Fase Agresi Militer Israel di Gaza Palestina dan Taktik Pintar Hamas Hadapi Perang Panjang

Dhaifallah Duboubi mencatat kalau pasukan Pendudukan Israel mengincar Rafah, Rute Philadelphia, dan poros Salah al-Din.

Editor: Rizali Posumah
khaberni/HO
Petempur Brigade Al Qassam, sayap bersenjata Hamas. Operasi darat tentara Israel di Rafah direspons dengan perlawanan sengit Brigade Al Qassam dan faksi milisi lain perlawanan Palestina. 

Artinya, IDF akan menerjunkan pasukan dan beroperasi di wilayah yang mereka curigai sebagai kantung-kantung milisi perlawanan atau di mana mereka mendapatkan info adanya sandera berada.

Setelah 'membongkar' wilayah itu dengan kekuatan besar, IDF lazimnya menarik pasukan untuk diterjunkan ke wilayah target lainnya di Gaza.

"Ini menunjukkan kalau pasukan pendudukan sedang mencoba menerapkan prinsip bahwa apa yang tidak dibasmi secara keras akan timbul dengan kekerasan yang lebih besar. Namun prinsip ini telah terbukti kegagalannya sejak awal operasi di Gaza," kata dia.

Satu di antara penyebab kegagalan konsep tempur IDF ini adalah adaptasi strategi milisi perlawanan yang disesuaikan dengan reaksi dan manuver pasukan pendudukan Israel.

Abu Zaid menganalisis, Al Qassam saat ini lebih secara pintar melakukan penyerangan tanpa harus boros dalam penggunaan amunisi dan senjata serta personel pasukan.

Begitu juga dengan pengerahan pasukan, Qassam cenderung melakukan 'fregmentasi' pasukan, memecahnya ke dalam unit-unit kecil untuk melakukan penyergapan.

Selain dapat bisa secara cepat mundur kala eskalasi pertempuran membesar, strategi ini juga sangat efektif 'menghemat' personel karena kalau pun mereka terdesak, jumlah anggota yang gugur hanya terbatas pada unit kecil tersebut.

Strategi di lapangan ini kemudian dikoordinasikan dengan jalur diplomatik yang membuat Israel tidak hanya tertekan di medan pertempuran tapi juga di panggung komunitas internasional.

Faktor-faktor ini yang membuat Hamas tetap lestari meski Israel sudah mengerahkan kekuatan dahsyat dari sisi militer dan politik selama sembilan bulan terakhir.

"Perlawanan baru-baru ini mulai mengandalkan fragmentasi kekuatan dan tidak terlibat dalam bentrokan yang menentukan (besar-besaran), yang dengan jelas menunjukkan kalau milisi perlawanan telah memisahkan jalur militer dari jalur diplomatik dan merencanakan skenario terburuk yang mungkin terjadi di masa depan," kata-kata Abu Zaid.

IDF Tak Mau Remuk Seperti di Jabalia

Di medan pertempuran, Abu Zaid menunjukkan, kalau pergerakan Brigade Lapis Baja 401 dari poros Philadelphia menuju kamp Rafah, yang terbagi menjadi dua bagian, kamp Yabna dan Shaboura, menunjukkan kalau pasukan pendudukan berhati-hati dan tidak mau mengulangi model kamp Jabalia.

"Jadi mereka cenderung tidak mau terlibat dalam bentrokan yang menentukan (gede-gedean) dengan kelompok perlawanan," kata dia.

Ini menjelaskan alasan di balik rendahnya intensitas operasi (IDF dan Hamas) selama beberapa hari terakhir.

"Meskipun terdapat intensitas gerakan militer, baik kelompok perlawanan maupun kelompok pendudukan Israel tidak mau terlibat dalam bentrokan yang menentukan. Pihak pendudukan menjadi lebih berhati-hati dalam konfrontasi militer," kata dia.

Hizbullah Membunuh Secara Perlahan

Di utara, sebagai akibat dari meningkatnya intensitas operasi militer antara Hizbullah dan tentara pendudukan IDF di utara wilayah pendudukan di Lebanon selatan, gerakan Hizbullah juga menunjukkan respons yang cukup mengagetkan Israel. 

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved