Opini
Kimong, Jalan Menuju Dressrosa
Mesti segera dipikirkan dan disikapi oleh pemda dan masyarakat Bolmong, sebelum Kimong benar-benar berkuasa, mendominasi secara sistemik.
Oleh :
Reza D. Tohis
Presidium KAHMI Bolmong
THE Industrial Estate of Bolaang Mongondow (Kimong) : Jalan Menuju Dressrosa ! “Jika Bolaang Mongondow sedang menuju Dressrosa, maka aktifkan Gear 4” (RDT)
Definisi Kawasan Industri
Kawasan industri adalah locus atau tempat pemusatan kegiatan perindustrian, dimana prasarana dan sarananya disediakan serta dikelola oleh perusahan kawasan Industri itu sendiri. Oleh karena itu kawasan industri berbeda dengan zona Industri yang juga merupakan pemusatan industri namun tanpa dilengkapi dengan prasarana dan sarana sebagaimana kawasan industri.
Jadi kawasan industri ini adalah lokasi industri yang kompleks. Didalamnya terdapat berbagai macam pabrik (Industri), perkantoran, bank, fasilitas penelitian atau laboratorium, fasilitas sosial, dan fasilitas umum, yang saling berhubungan satu sama lainnya demi menunjang jalannya perindustrian.
Bila dianalogikan, kawasan industri ini seperti satu toples gula-gula ‘lemong’ yang berwarna-warni. Sekalipun berwarna-warni, rasanya tetap sama, asin, seperti lemong. Keberadaan kawasanindustri di luar dan dalam negeri (Indonesia).
Kawasan industri pertama kali dibangun dan dikembangkan di Inggris pada tahun 1876, Trafford Park Estates dengan luas kurang lebih 500 Hektar (Ha). Pada awal abad ke-20 Kawasan industri dikembangkan di Amerika di dalam beberapa kotanya. Intinya, kawasan industri ini bukanlah sesuatu yang baru.
Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa kawasan Industri, misalnya Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan Kawasan Industri di Cilacap, Medan, Makassar, Cirebon, Lampung, dan yang akan datang di Bolaang Mongondow.
Yang perlu diketahui dari keberadaan kawasan industri ini adalah adalah status izin, terutama pembebasan lahan, dan tujuan dari kawasan industri itu sendiri: Caranya, salah satunya, adalah dengan memahami proses masuk dan berkembangnya Kawasan Industri di Indonesia.
Kawasan industri di Indonesia mulai dikembangkan pada awal 1970-an yang dikelola langsung oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berarti modalnya berasal dari pemerintah. Posisi pengelola kawasan industri ini kemudian diubah melalui Keppres No. 53 Tahun 1989 di mana kawasan industri bisa dikelola secara langsung oleh pihak swasta domestik maupun asing yang berarti modalnya berasal dari pihak swasta.
Perubahan status pengelola tersebut didasarkan pada perkembangan investasi yang terus meningkat pada masa itu, pada akhir abad ke-20 yang dalam perspektif ekonomi politik, merupakan masa-masa menguatnya konsolidasi kapitalisme global.
Sehingganya tidak mengherankan bila pada tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah melalui Kementerian Investasi (BKPM) mengeluarkan paket deregulasi (atau paket kebijaksanaan pemerintah) Nomor 15/SK/1993, atau lebih dikenal dengan PAKTO 23. Dimana semua bentuk perizinan, terutama bagi investasi termasuk kawasan Industri diberi kemudahan, salah satunya pengurusan izin bisa langsung ke instansi tingkat 2 (Daerah).
Jadi, dari situ, bisa dimengerti, tujuan utama kawasan industri adalah:
1) Bagi investor atau pemodal atau borjuis adalah untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.
2) Bagi negara untuk memenuhi kegiatan investasi dari dalam maupun luar negeri.
3). Bagi daerah, untuk menunjang ‘pembangunan’ atau ‘pengembangan’ di daerah serta ‘membuka lapangan pekerjaan’.
Kawasan Industri Bolaang Mongondow (Kimong)
Perizinan serta tujuan tersebut itulah yang selalu muncul dalam wacana yang berkembang di media-media informasi Bolaang Mongondow (Bolmong).
Misalnya di salah satu media online pada tanggal 6 Oktober 2021 dengan tajuk “Bolmong Menjadi Daerah Industri; Ratusan Investor Lirik Bolmong...”, dimana bupati menyatakan bahwa "semua bentuk perizinan akan dipermudah, tanpa melanggar aturan".
Serta pada media lain sejenisnya, sering diwacanakan bahwa Kimong dapat membuka lapangan pekerjaan bagi warga Bolmong.
Pernyataan ini terlepas dari pernyataan lainnya, menunjukan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) Bolaang Mongondow seolah-olah sudah siap mengadakan kawasan industri, dengan segala macam bentuk konsekuensinya, misalnya yang terburuk didominasinya sistem politik daerah oleh sistem ekonomi korporasi (kapitalisme).
Respon Masyarakat Bolmong Terhadap Kimong
Persiapan operasi Kimong bisa dikatakan sudah mencapai 25-50 persen. Kenyataan ini mendapat respon dari sebagian besar masyarakat, ada yang mengambil sikap menerima (pro) dan ada juga yang menolak (kontra).
Diantara pretensi kedua kubu tersebut yakni: bagi kalangan pro, Kimong dapat membuka lapangan pekerjaan bagi putra daerah, sedangkan bagi yang kontra, lapangan pekerjaan tersebut hanya bersifat temporal (karena berbasis kontrak kerja).
Pergulatan kedua kubu tersebut dengan berbagai macam pretensinya masing-masing, masih terus berlangsung hingga saat ini seiring dengan tahap persiapan Kimong menjadi 100 persen.
Menurut saya, dalam merespon keberadaan Kimong, masyarakat Bolmong, terutama pemda, dihadapkan pada tiga pilihan yakni:
Pertama, menerima Kimong dengan segala konsekuensinya.
Kedua, menerima Kimong dengan menempatkan putra daerah sebagai pemain inti di dalamnya.
Ketiga, menerima Kimong dengan masyarakat Bolmong sebagai buruh kasar di dalamnya.
Keempat¸ menolak Kimong dengan segala konsekuensinya.
Keempat pilihan ini, mestinya segera dipikirkan dan disikapi oleh pemda dan masyarakat Bolmong, sebelum Kimong benar-benar berkuasa, mendominasi secara sistemik di Bolaang Mongondow dan menjadi Dressrosa. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.