Rafael Alun
Rafael Alun Vonis 14 Tahun Penjara Denda Rp 18,9 Miliar, Pengamat Hukum Sulut: Bahaya Gratifikasi
Eugenius Paransi, seorang Pengamat Hukum Sulut, memberikan tanggapan terkait vonis mantan Ditjen Pajak Rafael Alun.
Penulis: Petrick Imanuel Sasauw | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun, divonis 14 tahun penjara dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain menjalani masa hukuman, Rafael Alun juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar 18,9 miliar.
Eugenius Paransi, seorang Pengamat Hukum Sulut, memberikan tanggapan terkait hal ini.
Menurut Eugenius, dalam kasus semacam ini, pembuktian terbalik akan dilakukan sebagai pendekatan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"KPK sering memperhatikan apabila seorang pejabat hidup terlalu mewah, dan mereka akan mencari tahu asal-usul kekayaan tersebut," jelas Eugenius pada Tribun Manado, Senin (8/1/2024).
Eugenius menjelaskan bahwa dalam pembuktian terbalik, Rafael Alun perlu membuktikan asal-usul kekayaannya untuk membela diri.
Jika tidak dapat membuktikannya, dugaan kekayaannya akan dianggap sebagai hasil dari korupsi.
Hal ini merupakan pendekatan yang umum dilakukan oleh KPK.
Berkaitan dengan kasus gratifikasi, Eugenius menekankan bahwa baik pemberi maupun penerima gratifikasi dapat dihukum.
Namun, dalam kasus ini, KPK hanya menyoroti peran Rafael Alun sebagai pejabat yang terlibat dalam kasus tersebut.
Eugenius juga menyoroti dampak negatif tindakan Rafael terhadap negara.
“Apabila Rafael tidak menagih pajak dengan benar, akhirnya negara ini yang dirugikan,” ungkapnya.
Ia juga memberikan penjelasan tentang kasus tindak pidana pencucian uang.
“Kasus pencucian uang melibatkan uang hasil dari kejahatan, baik itu korupsi atau uang yang disimpan di bank.
Uang tersebut dianggap haram, entah digunakan untuk terorisme, hasil korupsi, atau tujuan lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.