Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah

Kisah Pangeran yang Rela Kesultanannya Jadi Bawahan Kerajaan Lain demi Sebarkan Ajaran Islam

Cerita atau kisah seorang pangeran dari Kesultanan Islam yang lebih memilih kerajaannya menjadi bawahan kesultanan lain demi ajaran Islam.

Editor: Rizali Posumah
HO/Wikipedia
Ilustrasi seorang Pangeran dari Kesultanan Islam di Jawa. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Inilah kisah tentang seorang pangeran yang rela kesultanannya menjadi bawahan kerajaan lain demi fokus menyebarkan ajaran Islam

Pangeran tersebut adalah putra dari Jaka Tingkir

Sang Pangeran lebik memilih mendalami agama dari pada mengukuhkan kesultanannya. 

Ahklah Sang Pangeran dikenal sangat mulia. 

Ia disebut sebagai orang yang beperangai lemah lembut. 

Kisahnya ini terjadi di Pulau Jawa. 

Di mana saat itu, adalah era kesultanan-kesultanan Islam

Bagaimana cerita lengkapnya? Berikut ulasannya: 

Pangeran yang dimaksud dalam artikel ini adalah Pangeran Benawa alias Benawa. 

Ia dikenal sebagai sosok yang lembut hatinya.

Di akhir hayatnya, konon putra Jaka Tingkir itu lebih memilih mendalami agama dan merelakan Pajang menjadi bawahan Mataram Islam.

Saking lembutnya, dia juga disebut tidak mau menjelek-jelekkan Sutawijaya, saudara angkatnya, yang kelak jadi raja pertama Mataram.

Benowo adalah putra Sultan Hadiwijaya dengan Ratu Mas Cempaka, putri Sultan Trenggana.

Sejak kecil, dia memang dekat dengan Sutawijaya, yang diangkat anak oleh Sultan Pajang.

Sementara saudara kandungnya adalah Ratu Pembayun, yang kelak menikah dengan Arya Pangiri dari Demak.

Bisa dibilang, dialah pewaris utama Kesultanan Pajang.

Tapi, setelah kematian Jaka Tingkir pada 1583, takhta Pajang justru jatuh ke tangan Arya Pangiri, saudara iparnya.

Arya Pangiri menjadi Sultan Pajang dengan gelar Sultan Awantipura.

Benowo sendiri ditunjuk sebagai Adipati Jipang Panolan.

Tapi Arya Pangiri tak lama menjadi raja Pajang, tiga tahun kemudian dia meninggal dunia karena sakit.

Takhta Pajang pun akhirnya jatuh ke tangan Pangeran Benowo, yang kelak bergelar Prabuwijaya.

Tapi sebagian sumber mengatakan, Arya Pangiri turun dari takhtanya bukan karena sakit, tapi dilengserkan.

Saat menjabat sebagai Adipati Jipang, Benowo bersekutu dengan Sutawijaya untuk menurunkan Arya Pangiri dari takhta.

Benowo menganggap bahwa kakak iparnya itu kurang adil dalam memerintah Pajang.

Menurut cerita, Arya Pangiri hanya sibuk menyusun upaya balas dendam terhadap Mataram.

Selain itu, ketika menjadi Sultan Pajang, Arya Pangiri membawa serta penduduk Demak.

Hal itu membuat penduduk asli Pajang tersisih secara ekonomi dan beralih menjadi penjahat.

Persekutuan, antara Mataram dan Jipang, kemudian menyerbu Pajang pada 1586, dan memaksa Arya Pangiri turun takhta dan kembali ke Demak.

Setelah itu, Benowo menawarkan takhta Pajang kepada Sutawijaya, tapi pendiri trah Mataram Islam itu menolak.

Dia hanya meminta beberapa pusaka Pajang untuk dibawa dan dirawat di Mataram.

Sejak itu, Pangeran Benawa naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Prabuwijaya.

Ada beberapa perbedaan terkait akhir pemerintahan Benowo di Pajang.

Sebagian menyebut Benowo meninggal dunia pada 1587, tapi ada juga yang mengatakan bahwa putra tunggal Jaka Tingkir itu memilih menepi dan menjadi ulama di Gunung Kulakan bergelar Sunan Parakan.

Yang jelas, sepeninggal Benowo, Pajang akhirnya menjadi bawahan Mataram Islam.

Panembahan Senopati memerintahkan adiknya, Pangeran Gagak Baning, menjadi bupati di Pajang.

Setelah meninggal, Gagak Baning digantikan putranya yang bernama Pangeran Sidawini.

Begitulah riwajayat Pajang menjadi bawahan Mataram Islam.

SUMBER, Intisari Online

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved