Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tajuk Tamu

Stunting dan Pragmatisme Politik

Salah satu isu terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah ‘stunting’. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita atau bayi

Editor: David_Kusuma
Dok Pribadi
Adi Tucunan 

Pemerintah daerah yang sebenarnya memiliki otoritas dan wewenang penuh untuk mengatasi masalah stunting di daerahnya, terkesan tidak terlalu peduli dengan isu ini; tapi cenderung lebih peduli membangun infrastruktur serta sarana dan prasarana lainnya, yang memang masih sangat minim tapi melupakan bahwa pembangunan itu butuh keseimbangan, sinergisitas dan kolaborasi.

Memang, setiap pembangunan memiliki prioritas yang harus dijalankan, tapi mengabaikan stunting apalagi ini tidak berkaitan langsung dengan isu peningkatan ekonomi, adalah sebuah kesalahan besar dari para politisi kita.

Para politisi maupun pemerintah jika membuat kebijakan tentang stunting, itu pun karena terpaksa hanya karena statistik menunjukkan kita dalam ‘zona bahaya’ akibat stunting, dan karena terpaksa ada anggaran yang harus dipakai untuk pencegahan stunting, walaupun isu itu tidak terlalu menarik perhatian.

Padahal, dengan adanya persoalan stunting reputasi daerah menjadi pertaruhan dan negeri ini akan kolaps dan kehilangan satu generasi jika tidak diatasi dengan segera. Para kandidat kepala daerah maupun legislatif cenderung menjual isu kesehatan termasuk stunting, tapi setelah terpilih mereka seringkali tidak punya niat mengatasi persoalan ini.

Secara politik global, stunting mendapat perhatian penuh dari lembaga-lembaga dunia, seperti PBB, WHO, dan Bank Dunia karena mereka melihat bahwa jika anak-anak dalam masa tumbuh kembangnya tidak diperhatikan dan dirawat dengan baik, ini akan membuat generasi pemimpin berikut akan menjadi orang yang tidak kompeten memimpin negaranya, dan ini berpengaruh pada kualitas kepemimpinan dan efektivitas pembangunan di suatu negara.

Bagaimana tidak, jika secara politik pemerintah internasional, nasional dan lokal tidak bekerjasama mengatasi persoalan ini, maka kita akan menghilangkan masa depan generasi saat ini. Investasi sumber daya manusia berpusat kepada visi Indonesia 2045, dan digadang-gadang Indonesia akan mencapai puncak ekonomi tertinggi di saat itu.

Tapi kita harus meyakinkan dulu jika mau sampai ke visi tersebut, kita harus memperhatikan isu stunting ini secara politik, sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi pencapaian dari aspek ekonomi; karena jika anak-anak Indonesia dan dunia pada umumnya mengalami stunting dengan penurunan yang lambat, maka kita tidak bisa menciptakan produktivitas unggul dalam manusianya.

Karena stunting bukan hanya masalah nutrisi yang tidak adekuat tapi efek langsungnya kepada perkembangan otak manusia, yang harus memimpin negeri ini ke depan.

Jika negeri ini tidak bisa mengurus para koruptor, dan mereka yang menjabat di negeri ini masih senang dengan mengambil uang rakyat; maka di sanalah alasan mengapa negeri ini tidak bisa mengurus stunting; karena mereka lebih mementingkan diri sendiri daripada anak bangsa yang lain, sehingga secara politik mereka sangat lemah karena urusan politik hanya tentang kekuasaan dan mendapat uang, bukan tentang mengurus rakyatnya sendiri.

Trias Politica harus benar-benar diberdayakan untuk mengatasi stunting di seluruh dunia termasuk Indonesia, karena ketiga institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah mereka yang diberikan mandat oleh negara untuk berselaras mengatasi persoalan stunting, jika pemerintah membuat kebijakan bersama legislatif lalu tidak mendapat kawalan dari para praktisi hukum, maka kita akan lihat kelumpuhan tak terhingga; dan banyak urusan pemerintah untuk mengurus orang banyak tidak benar-benar terselesaikan, salah satunya adalah memberikan gizi yang cukup bagi anak-anak di negeri ini.

Kerja sama lintas sektor di pemerintahn yang seharusnya lebih berdaya, karena melibatkan semua pengambil kebijakan di tingkat elit maupun daerah, ternyata justru tidak berjalan. Masing-masing instansi mengurus dirinya sendiri tanpa keselarasan, dan kadang pemerintah agak apatis dengan semua program yang dijalankan, hanya karena program itu ada anggarannya maka dilakukan.

Masing-masing instansi tidak cukup kolaboratif karena berjalan sendiri-sendiri dengan tanggungjawabnya masing-masing, tapi jika mendapat dana besar untuk program pencegahan stunting mereka akan saling berebutan, bukan untuk melaksanakan program tersebut tapi karena akan mendapat kecipratan uang dari sana.

Tradisi birokrasi di Indonesia harus dirubah dan dihilangkan, karena kecenderungan kita menjalankan program hanya sekedar sebuah kelaziman dan tunduk pada perintah atasan, bukan karena berpikir bagaimana mengelola instansi secara good governance.

Bias dari pemikiran birokrasi yang tidak cukup kompeten akan melahirkan banyak kebodohan dari elit politik di pemerintahan yang menggunakan kesempatan pemanfaatan dana untuk stunting secara tidak bertanggungjawab, alias korup.

Tahun depan adalah tahun politik kata mereka walaupun sudah terasa mulai dari sekarang, dan akan ada permainan politik tingkat tinggi untuk mendulang suara dari kalangan pemilih. Jika kita salah langkah dalam memilih pemimpin yang tidak paham dengan isu stunting dan cara mengatasinya, maka kita tidak bisa berharap banyak bahwa persoalan stunting itu bisa tertangani dengan baik.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved