Sejarah
Kenangan Reinhold Lontokan tentang Pergolakan Permesta di Sulawesi Utara: Tidak Ada yang Menang
Reinhold menuturkan, pembicaraan untuk kesepakatan damai itu bertempat di Desa Malenos Baru, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Reinhold Lontokan (81) menuturkan bagaimana kisah Permesta akhirnya mau berdamai dengan Pemerintah Pusat pada tahun 1961.
Reinhold sendiri adalah mantan Prajurit Permesta.
Ia menuturkan pembicaraan, untuk kesepakatan damai itu bertempat di Desa Malenos Baru, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.
Reinhold Lontokan mengenang, dalam pertemuan perdamaian itu dinyatakan tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.

"Pertemuan perdamaian bertempat di Desa Malenos Baru itu tahun 1961 dinyatakan tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah," terang Reinhold Lontokan.
Menurut Reinhold Lontokan pertemuan untuk pernyataan damai itu dihadiri Wem Tenges.
"Pertemuan itu dihadiri Ketua Permesta Kepala WK 3, Wem Tenges, seorang mantan pejuang kemerdekaan RI," tutur Reinhold Lontokan.
Turur Reinhold saat itu ia dan rekan-rekannya dibagikan angket.
Bagi yang mau meneruskan di TNI, mereka berangkat ke Jakarta.
Namun, di Surabaya sudah ada pelucutan senjata.
"Yang tidak ikut, kembali ke masyarakat dan dapat uang Rp 900 termasuk saya," tutur Reinhold.
Dari beberapa yang ikut bergabung dengan TNI, terbukti ada yang menjadi Komandan Koramil di Tumpaan.
"Ada tentara Permesta yang ikut TNI jadi Komandan Koramil di Tumpaan. Itu Hengky Weol, orang Pondang, Amurang, dan satu lagi marga Turang orang Senduk," ungkap.
Menurut pengakuan Reinhold Lontokan, dia sudah pernah dapat panggilan kerja di Kantor Gubernur Sulut bagian perpajakan.
Ia juga mendapat tawaran kerja di Dinas PU Sulawesi Tengah tapi lebih memilih bertani.
Reinhold Lontokan sendiri saat ini tinggal bersama anaknya di Desa Lelema, Kecamatan Tumpaan.
Istrinya, Sovice Onibala, sudah meninggal tahun 2017 silam.
Tentang Wim Tenges
Pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Wim Tenges sendiri adalah salah satu dari dua Brigade terkuat yang dimiliki Permesta, yakni Brigade WK.III.
Brigade WK.III pimpinan Kolonel Wim Tenges ini terkenal disiplin, loyal dan gigih di medan tempur.
Dalam buku berjudul Permesta Dalam Romantika, Kemelut, & Mister, Phill M Sulu menjelaskan, Kolonel Wim, secara militer adalah sosok yang cerdas dan ahli strategi.
Kedisiplinan dan kerapihan pasukannya saat bergerak, serta moral prajuritnya menjadi pembeda utama dengan Brigade 999 pimpinan Jan Timbuleng (pasukan Permesta lainnya yang dianggap tangguh).
Meski dikenal ganas di medan tempur, Brigade 999 dinilai tidak menggambarkan satuan militer yang profesional sebagaimana Brigade WK.III.
Selain itu, sosok Wim juga punya prestasi yang baik di bidang militer.
Wim adalah mantan komandan kompie dari Batalyon Worang.
Berjuang dan turut aktif sebagai petempur lapangan dari masa perang revolusi di Surabaya, aksi militer I dan ke II, pendaratan di Jeneponto, pendaratan di Manado.
Ia juga terlibat dalam pertempuran melawan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).
Setelah pasukan-pasukan Permesta yang berbasis di sekitar Minahasa Selatan berdamai dengan Pemerintah Pusat RI, selanjutnya yang berada di daerah lain seperti Tomohon dan Tondano juga mengadakan perdamaian.
Tercatat lebih dari 20.000 pasukan Permesta dengan sekitar 8000 pucuk senjata dibawah pimpinan AE Kawilarang, DJ Somba, Wim Tenges, Abe Mantiri, Lendy Tumbelaka dan kawan-kawan di 4 WK yang ada, kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Permesta sendiri dideklarasikan oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual selaku pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada 2 Maret 1957 di Makassar.
Setahun kemudian, pada 1958, markas besar Permesta dipindahkan ke Manado.
Pada tanggal 17 Februari 1958 diumumkan di Lapangan Sario Manado, bahwa Permesta menyatakan putus hubungan dengan pemerintah pusat.
Selama sekitar tiga tahun berperang melawan Militer RI, gerakan ini telah menimbulkan derita pada rakyat. Diperkirakan 15 ribu korban jiwa di Minahasa, 394 desa di seluruh Sulawesi Tengah dan Utara musnah.
Dan ada kurang lebih 2.499 nyawa prajurit TNI melayang, dan di pihak PRRI/Permesta diperkirakan sebanyak 22.174 prajurit dan simpatisan tewas. (Riz/Isak)
Kisah AH Nasution, Pahlawan Nasional Indonesia, Konseptor Perang Gerilya yang Mendunia |
![]() |
---|
Kisah Amir Syarifuddin, Pejuang Tiga Zaman: Kolonial, Jepang, dan Revolusi RI |
![]() |
---|
Kisah di Balik Nama Es Teler: Dari Celetukan Mahasiswa UI hingga Legenda Metropole |
![]() |
---|
3 Agustus dalam Sejarah: Mantan Presiden Soeharto Jadi Tersangka Korupsi Rp 600 Triliun |
![]() |
---|
Kisah Tsar Terakhir Rusia: Kejatuhan Nicholas II dan Runtuhnya 300 Tahun Kekuasaan Romanov |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.