Opini
Tiktok, Sebuah Opium Platform Digital?
Dalam satu dekade terakhir dunia mengalami turbulensi dalam platform digital dengan munculnya Tiktok sebagai platform penantang baru bagi Super App
Oleh : dr Adi Tucunan MKes
DALAM satu dekade terakhir dunia mengalami turbulensi dalam platform digital dengan munculnya Tiktok sebagai platform penantang baru bagi Super App yang lain.
Tiktok hampir mendegradasi dan membuat platform yang lain ditinggalkan. Dalam sebuah tulisan di Harvard business publishing berjudul Tiktok sebuah Super App atau Supernova, tik tok menarik perhatian bagi kompetitor, regulator maupun politisi karena kepemimpinannya dalam dunia platform digital.
Kehadiran tiktok bahkan menyingkirkan para raksasa digital lainnya. Pada dasarnya tiktok lebih menarik perhatian orang-orang di seluruh dunia karena pesannya yang pendek untuk disampaikan dan orang semua orang ingin menunjukkan eksistensinya via tiktok.
Saya tertarik mengulas dampak tiktok bagi kesehatan mental penggunanya, yang di seluruh dunia sudah diakses oleh 155 negara dan ini berkaitan dengan kesehatan mental masyarakat seluruh dunia bukan hanya di Indonesia saja, walaupun Indonesia salah satu negara dengan konsumen tiktok terbanyak.
Pada prinsipnya, tiktok hampir sama dengan platform media sosial lain yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental penggunanya, jika digunakan secara tidak bertanggungjawab dan sudah mengalami overuse.
Bahkan ada banyak hasil riset yang sudah menyatakan bahwa tiktok memberikan pengaruh bagi kondisi kejiwaan penggunanya.
Mengapa tiktok menjadi masalah kesehatan mental? Pada dasarnya, penggunaan media sosial yang berada dalam kewajaran secara frekuensi tidak akan menjadi masalah besar bagi kesehatan tapi justru bisa dijadikan alat untuk kampanye banyak hal positif, tetapi menghabiskan lebih banyak waktu dibanding rata-rata kebanyakan orang akan memberikan banyak gejala kesehatan mental bagi penggunanya.
Secara teori, mereka yang kecanduan dengan media sosial seperti tiktok bisa menghasilkan hormon dopamine secara berlebihan karena penggunanya cenderung menjadi terekstasi dengan tiktok, mereka juga cenderung menghasilkan hormon endorphin yang disebut hormon Bahagia.
Jika senyawa kimia berupa neurotransmitter di atas terlalu berlebihan dalam tubuh manusia, ini cenderung akan membahayakan bagi manusia itu sendiri. Contohnya pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa, kebanyakan dalam tubuhnya mengandung hormon dopamine.
Otak manusia sebenarnya didesain untuk mengolah informasi yang lengkap dan panjang agar terus bertahan dalam pekerjaannya karena dengan durasi waktu yang lama, otak manusia bisa mencerna serangkaian informasi secara secara komplit dan terstruktur.
Tapi dengan tiktok yang hanya mengirim pesan pendek, otak manusia seperti dibajak atau disabotase untuk menjalankan peran pentingnya mengolah informasi.
Apa dampaknya? Pengguna tiktok tidak terbiasa mengolah informasi dengan tajam dan analitik, sehingga menghasilkan informasi yang dangkal dan pendek; jangan heran di ranah media sosial banyak hoaks ditelan mentah-mentah karena pengguna media sosial sudah tidak bisa berpikir lagi dengan baik, karena otaknya sudah dibajak.
Pertanyaannya, apakah ini memang diinginkan tiktok supaya orang-orang di seluruh dunia, secara khusus generasi mudanya untuk menjadi lebih tumpul otak dan kecerdasannya karena sudah dipengaruhi secara negatif oleh tiktok? Beberapa informasi menyebutkan bahwa semua informasi dari pengguna tiktok ini sudah dikuasai oleh Pemerintah Tiongkok karena tiktok milik perusahaan dari Tiongkok.
Informasi ini bisa dijadikan sebagai big data untuk mereka olah dalam mempengaruhi kebijakan di suatu negara, atau juga menguasai perilaku generasi mudanya. Sama halnya dengan google, facebook, twitter dan platform digital lainnya yang juga diisukan dikuasai oleh pemerintah AS.
Yang paling menakutkan, diprediksi sebuah negara yang generasi mudanya sudah dikuasai tiktok atau media sosial lainnya akan terpengaruh otaknya menjadi kurang cerdas sehingga mereka suatu saat akan dikuasai oleh negara tertentu.
Mengapa kita di Indonesia menjadi sasaran empuk dari tiktok? karena sebagian besar pengguna tiktok ada di Indonesia dan Indonesia adalah pasar potensial bagi produk untuk dipasarkan selain keuntungan secara finansial, kita juga akan disasar disabotase perilakunya dengan tujuan keuntungan secara ekonomis.
Ada isu yang mengatakan bahwa tiktok digunakan pemerintah Tiongkok sebagai bentuk balas dendam kepada negara-negara Barat seperti Inggris yang menghancurkan Cina di abad ke-19 dengan menggunakan opium (yang disebut perang opium) untuk memperlemah daya tahan masyarakat China waktu itu, sehingga China mudah dikuasai oleh Inggris untuk menguasai perdagangan waktu itu.
Orang yang kecanduan tiktok akan menghadapi lebih cenderung percaya diri mengekspos diri mereka di tiktok dan bisa mendapatkan keuntungan finansial, tapi sebagian besar di antara mereka tidak memberikan edukasi yang baik karena mereka lebih mempedulikan konten bukan substansi dari pesan yang disampaikan.
Di Indonesia, Sebagian besar netizen lebih cenderung menyukai hal-hal yang menghibur dibanding mengedukasi. Mereka yang selalu dijadikan viral di tiktok adalah mereka yang memiliki konten hiburan yang kurang mendidik, tapi itu sudah menjadi selera pasar.
Apakah tujuan tiktok adalah membelokkan perilaku manusia di seluruh dunia termasuk Indonesia, agar menjadi lebih tidak peduli pada masalah-masalah penting selain entertain? Dengan tiktok kadang manusia hanya berperilaku narsistik dan ingin mendapatkan uang, sehingga banyak cara-cara yang tidak bertanggungjawab masuk ke dalam konten mereka, kalau boleh disebut mereka tidak bertanggungjawab untuk mendidik manusia lain.
Saat ini tiktok memang sudah menjadi semacam opium bagi otak penggunanya, karena manusia terus terhipnotis dengan media sosial ini.
Pertanyaannya, sampai kapan? Apakah sampai dunia dipenuhi dengan orang-orang yang semakin bodoh, hidup dengan kesenangannya sendiri, sehingga tanpa disadari akan menjadi masalah kesehatan mental yang lebih luas di kemudian hari? Tidak ada sebuah platform digital yang bertahan selamanya, demikian pula tiktok.
Tapi, mereka akan meninggalkan bekas kecacatan mental bagi penggunanya karena semakin banyak gejala, stress, cemas, depresi dan bunuh diri di seluruh dunia karena platform digital yang mereka gunakan.
Menjadi manusia yang berpikir untuk kebaikan banyak orang harusnya mendasari kita semua untuk memanfaatkan tiktok secara bertanggungjawab, karena perang siber (cyber war) sudah terjadi saat ini, dan kita dikuasai oleh teknologi yang dibuat oleh manusia yang sudah pasti punya maksud terselubung apalagi secara politik ini dikuasai oleh negara tertentu yang memanfaatkan data secara gratis profil semua penduduk di negara lain, untuk dipakai dan direkayasa sedemikian rupa, agar mereka dapat menginvasi atau melakukan ekspansi kebijakan suatu negara, mengubah perilaku masyarakat suatu negara untuk kepentingan terselubung mereka. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.