Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Korban Perdagangan Orang

WNI Asal Sulawesi Utara jadi Korban Perdagangan Orang, Haryadi: Polisi Harus Usut Agen Perektrut

WNI Asal Sulawesi Utara jadi Korban Perdagangan Orang, Haryadi: Polisi Harus Usut Agen Perektrut.

Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rizali Posumah
Ist
Praktisi Hukum asal Sulawesi Utara, Vebry Tri Haryadi - WNI Asal Sulawesi Utara jadi Korban Perdagangan Orang, Haryadi: Polisi Harus Usut Agen Perektrut. 

Dengan demikian, Haryadi meminta kiranya pihak kepolisian Polda Sulut untuk segera mengusut pihak-pihak ataupun perusahaan pemasok tenaga kerja di Sulut yang telah melakukan perbuatan TPPO.  

"Kalau ada TKI asal Sulut yang sudah jadi korban TPPO, maka tentunya ada pihak-pihak yang telah mengirim mereka secara ilegal.

Yang patut diungkap pihak kepolisian hingga menyeret para pelaku sehingga ada efek jera terhadap perusahaan atau orang-orang yang terlibat dalam perdagangan orang secara melawan hukum ini," ucapnya.

Lanjut Haryadi, bahwa pasal 2 sampai dengan pasal 18 UUTPPO secara tegas merumuskan sanksi terhadap pelaku perdagangan orang. 

Berdasarkan  pasal-pasal tersebut, dapat dikategorikan beberapa pelaku TPPO, yaitu:

1)   Agen perekrutan Tenaga Kerja (legal atau illegal) yang membayar agen/calo (perseorangan) untuk mencari buruh di desa-desa, mengelola penampungan, mengurus identitas dan dokumen pejalanan, memberikan pelatihan dan pemeriksaan medis serta menempatkan buruh dalam kerjaannya di negara tujuan.

Meskipun tidak semua, namun sebagian PJTK terdaftar melakukan tindakan demikian;

2)   Agen/calo (mungkin orang asing) yang datang ke suatu desa, tetangga, teman, bahkan kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, maupun tokoh agama.

Agen dapat bekerja secara bersamaan untuk PJTK terdaftar dan tidak terdaftar, guna memperoleh bayaran untuk tiap buruh yang direkrutnya;

3)   Majikan yang memaksa buruh untuk bekerja dalam kondisi eksploitatif, tidak membayar gaji, menyekap buruh di tempat kerja, melakukan kekerasan seksual atau fisik terhadap buruh;

4)   Pemerintah, yang terlibat dalam pemalsuan dokumen, mengabaikan pelanggaran dalam perekrutan tenaga kerja atau memfasilitasi penyeberangan perbatasan secara illegal (termasuk pembiaran oleh polisi/petugas imigrasi.

5)   Pemilik/pengeloa rumah bordil yang memaksa perempuan untuk bekerja di luar kemauan dan kemampuannya, tidak membayar gaji atau merekrut dan mempekerjakan anak yang belum berusia 18 tahun.
 
Terhadap para pelaku ini, UUTPPO memberikan sanksi pidana secra kumulatif, berupa penjara antara 3-15 tahun dan denda antara Rp. 120.000.000-600.000.000.

Dan jika  mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan,atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana tersebut di atas. 

Jika mengakibatkan matinya orang, maka diancam dengan penjara antara 5 tahun-seumur hidup dan denda antara  Rp 200.000.000- Rp5.000.000.000.

Selain itu, bagi setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1-6 tahun dan pidana denda antara Rp 40.000.000-Rp 240.000.000.

Baca berita lainnya di: Google News.

Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.

 

Sumber: Tribun Mataram
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved