Tajuk Tamu
Problematika Pemilu Serentak 2024 dan Rekonstruksi Regulasi
Berikut ini adalah tulisan Steidy Rundengan, ASN Sekretariat KPU Minsel. Ia bicara soal Problematika Pemilu Serentak 2024 dan Rekonstruksi Regulasi.
Terdapat perbedaan peranan antara penyelenggara.
KPU memiliki fungsi sebagai pelaksana teknis tahapan pemilu. Bawaslu memiliki fungsi pengawasan dari semua pokok tahapan, dimana yang diawasi mulai dari peserta pemilu, masyarakat maupun penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU.
Sementara DKPP, memiliki fungsi menjaga etika penyelenggara pemilu baik KPU atau Bawaslu. Hal tersebut dilakukan agar penyelenggara pemilu terjaga integritasnya dan dipercaya masyarakat.
Kode etik sebagai salah satu cara menjaga etika kita sebagai penyelenggara pemilu.
Penyelenggara pemilu diharapkan bisa melaksanakan dan menyelenggarakan Pemilu 2024 dengan baik, profesional, berintegritas dan transparan.
Harus diakui penyelenggara pemilu akan menghadapi banyak kerumitan dalam Pemilu 2024. Kerumitan yang dimaksud, yaitu beban kerja akan meningkat.
Pemilu 2019 lalu, merupakan pemilu serentak yang menggabungkan pemilihan DPR, DPD, Presiden, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota.
Dengan format tersebut, Pemilu Indonesia bahkan dinobatkan sebagai pemilu satu hari tersulit yang pernah dilaksanakan.
Pemilu 2019 juga diklaim sebagai pemilu yang damai, tetapi memakan korban jiwa, dengan meninggal dunianya para petugas karena kelelahan.
Kondisi kelelahan ini sebetulnya bukan hanya dialami petugas dan penyelenggara, tetapi juga oleh para pemilih.
Ada beberapa masalah yang timbul dan yang harus dievaluasi bersama.
Pertama, terkait dengan beban tugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Mereka sudah bekerja sejak H-3 tiada henti sampai larut malam, bahkan sampai pagi.
Kerja-kerja KPPS mulai dari mengedarkan surat pemberitahuan kepada pemilih, membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS), sampai dengan penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara dengan banyaknya jenis surat suara (5 jenis pemilihan).
Hal ini membuat mereka kelelahan dan ada yang sampai tak mampu menyelesaikan pengisian Formulir C1 atau salah melakukan pengisian. Bahkan lebih buruk lagi, ada yang jatuh sakit dan bahkan meninggal dunia.
Karenanya, KPU harus memperbaiki pelaksanaan teknis penghitungan suara di TPS, yang mana hal ini juga terkait dengan pengaturan waktu pelaksanaan tugas serta pendidikan dan pelatihan bagi petugas KPPS.
Salah satu contoh adalah penerapan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang dilakukan secara elektronik (e-rekap) harus lebih optimal lagi.
Bukan hanya sebagai rekapitulasi dan keakuratan data tapi juga dapat memudahkan tugas bagi badan ad hoc KPU.
Kedua, banyaknya jumlah logistik yang harus diamankan dan distribusikan dengan waktu yang berdekatan dengan pelaksanaan hari pemungutan suara, sehingga membuat penyelenggara ad hoc di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemilihan Setempat (PPS) di tingkat desa dan KPPS agak kewalahan.
Belum lagi ditambah dengan tugas monitoring dan membuat langsung Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang menambah tingkat kelelahan bagi penyelenggara di tingkat bawah.
Menangani Masalah dengan Rekonstruksi Regulasi
Permasalahan-permasalahan di atas dapat diantisipasi dengan adanya regulasi yang memadai agar tercipta pemilu yang rasional, manusiawi dan manajemen pemilu yang lebih baik untuk menjamin kualitas pemilu yang langsung, umum ,bebas, rahasia, jujur dan adil.
Selain itu juga dapat menghindarkan penyelenggara dari beban kerja yang berlebihan sehingga terhindar dari hal-hal yang berakibat buruk bagi kesehatan bahkan mengancam keselamatan jiwa.
Pelaksanaan tahapan pemilu pada tahun 2024 tidak akan berjalan lancar sebagaimana yang diharapkan jika tidak dilakukan rekonstruksi (penataan ulang) dan harmonisasi regulasi.
Dengan tidak berubahnya UU Pemilu dan UU Pilkada, maka harapan pengaturan regulasi terhadap teknis setiap tahapan pemilu, kini ada pada Peraturan KPU (PKPU).
Baik UU Pemilu maupun UU Pilkada memberikan kewenangan kepada KPU untuk membentuk PKPU sebagai pelaksanaan undang-undang.
Kewenangan tersebut menjadi peluang bagi KPU untuk mengatur sekaligus mengantisipasi persoalan-persoalan pada penyelenggaraan pemilu dan pemilihan sebelumnya.
Meskipun demikian, berdasarkan prinsip hierarki norma hukum, tentu saja norma-norma dalam PKPU tidak boleh bertentangan dengan perangkat regulasi di atasnya, dalam hal ini UU Pemilu dan UU Pilkada serta undang-undang terkait lainnya.
PKPU yang akan disusun dan diundangkan haruslah memerhatikan kerangka waktu dan pembahasannya juga harus dilakukan dengan matang.
Maksudnya, penetapan PKPU harus dilakukan jauh hari sebelum dimulainya tahapan, agar supaya terdapat masa waktu bagi penyelenggara untuk memahami substansi pengaturan dalam norma-norma dalam PKPU.
Internalisasi dan Bimbingan Teknis (Bimtek) harus detail agar supaya persepsi penyelenggara benar-benar paripurna untuk menghindari kesalahan dan pelanggaran dalam pelaksanaan tugas.
Di samping itu, harus terdapat waktu yang cukup untuk melakukan penyuluhan dan sosialisasi PKPU kepada pemilih dan peserta pemilu serta para pemangku kepentingan.
Sosialisasi dan penyuluhan yang sangat terbatas, akan menyebabkan pemahaman dari berbagai pemangku kepentingan menjadi tidak sama dan berpotensi akan banyak terjadi sengketa dalam penyelenggaraan pemilu maupun pilkada.
Penutup
Pasca penetapan jadwal dan tahapan Pemilu 2024, baik Pemilu Nasional maupun Pilkada 2024, maka KPU sebagai salah satu penyelenggara Pemilu perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi pesta demokrasi yang akan dilaksanakan serentak.
KPU tidak boleh lengah dalam melakukan persiapan agar Pemilu dan Pilkada 2024 dapat berjalan lebih baik, dibandingkan dengan Pemilu 2019 dan pilkada- pilkada sebelumnya.
Salah satu aspek yang harus menjadi perhatian dalam persiapan adalah regulasi sebagai guide dalam penyelenggaraannya.
Penyusunan peraturan sebagai bagian dari tahapan pemilu harus mampu menjadi solusi bagi persoalan-persoalan yang dialami dalam pemilu dan pilkada sebelumnya.
Meskipun PKPU memiliki keterbatasan karena tidak bisa mengatur hal yang telah jelas diatur oleh undang-undang, namun setidaknya terdapat peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan ketika melakukan rekonstruksi terhadap regulasi.
Kita berharap, regulasi dalam hal ini PKPU akan bisa direkonstruksi lagi, dan mampu membuka pintu solusi bagi permasalahan-permasalahan dalam Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024.
Niscaya, pemilu akan semakin demokratis, sehat dan bermartabat.
• Penjabat Bupati Limi Mokodompit Sholat Ied di Masjid Nurul Yakin Desa Ibolian Bolmong Sulawesi Utara
• Tips Menurunkan Kolesterol Agar Tak Terserang Penyakit Usai Idul Adha