Tajuk Tamu
Parpol Menjelma Menjadi Mesin Kekuasaan
Kenapa di Indonesia parpol seperti mengalami kemunduran? Jawabannya, karena mentalitas elit parpol.
Penulis: Andreas Ruauw | Editor: Rizali Posumah
Hanya orang-orang ‘gila’ yang mampu melampawi tradisi. Ya, tentu tradisi buruk yang diciptakan elit parpol.
Di depannya saja, elit parpol itu bicara soal kebebasan demokrasi dan kebebasan menyampaikan pendapat.
Eksekusi kebijakannya malah lain. Jauh panggang dari api. Ketika ada kader yang melawan akan diisolasi.
Mereka menjadi seperti tamu di rumahnya sendiri. Tak pusing, sudah berapa lama ia berkarir dan mengabdi di parpol tersebut.
Lihat saja arogansi melalui pernyataan sejumlah parpol, yang mana mereka menyebut ‘sebagai parpol besar’ kita punya banyak kader. Yang dibanggakan adalah sistem. Seolah kemampuan para kader parpol itu diabaikan.
Menurutku, ini kekeliruan besar. Harusnya para elit parpol lebih menghormati dedikasi dan kontribusi para kader-kader yang memiliki gagasan besar.
Karena merekalah, parpol menjadi kebanggan buat pimpinannya. Atas andil mereka, parpol menjadi besar.
Jangan lagi cara pandang ini diwariskan. Parpol akan disita waktunya hanya urusan konflik internal, kalau begitu model pemikirannya.
Publik juga sudah bosan menyaksikan itu. Kesombongan elit parpol harus dikritik. Parpol yang melahirkan banyak kader dengan ragam potensi mesti dirawat. Bukan dibenturkan.
Apalagi menggunakan logika ‘mati satu tumbuh seribu’. Ketika satu dua kader parpol dipecat atau diberikan sanksi berat, elit parpol merasa enteng saja.
Mereka berfikir, masih ada kader-keder mereka yang lain. Pemikrian dikotomis dibangun kuat. Mestinya, antara institusi parpol dan peran kader dipadukan.
Dinamika diciptakan, oke diperlukan. Walau seperti itu, tidak boleh berlebihan. Jangan sampai dinamika itu melumpuhkan pergerakan parpol tersebut menuju kejayaan.
Elemen kader perlu dihimpun, dikuatkan. Bukan dibuat berkonflik terus-menerus. Sampai akhirnya mereka lupa ideologi parpol. Lupa apa yang harus dilakukan.
Parpol perlu melahirkan paradigma baru. Tujuannya untuk mengelola dinamika. Mengatur ulang tradisi atau kebiasaan-kebiasaan pendekatan konflik yang dipakai selama ini. Kan masih sangat kental sentralistiknya.
Sekalipun kader parpol itu dibasis rakyat kuat, jika lemah jejaringnya di DPP akan tumbang. Miris kalau begitu.