Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Pilkada Dalam Cengkeraman Oligarki

MENGUTIP Pidato Bung Karno “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Jangan meninggalkan sejarahmu yang sudah, engkau akan berdiri di atas vacuum

Editor: David_Kusuma
Istimewa
Donny Rumagit 

Akan tetapi, karena pandemi virus Corona, pelaksanaan pilkada dilaksanakan pada 9 Desember 2020, di 270 daerah, dengan perincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang saat ini hasilnya telah kita ketahui bersama.

Pertanyaannya apakah dengan Pilkada langsung, rakyat sebagai pemilik kedaulatan sudah sejahtera?
Pilkada dalam cengkeraman Oligarki

Oligarki? Adanya dominasi kekuasaan oleh segolongan elite dan golongan tertentu. Praktik demokrasi di Indonesia berlaku secara prosedural, namun dijalankan dengan prinsip- prinsip oligarki. Perjalanan sejarah Pilkada langsung sejak tahun 2005 lalu, meminjam istilah dari Jefrey A. Winter lewat bukunya oligarcy, pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Indonesia masuk dalam kategori ruling oligarchy yakni para oligarki mampu menggunakan pengaruhnya untuk melakukan pemaksaan terhadap pemilik otoritas resmi demi keuntungan kaum oligarkis, yaitu mempertahankan dan mengakumulasi kekayaan.

Salah satu problem proses demokrasi di Indonesia adalah rakyat sebagai pemegang kedaulatan belum mampu bersikap dan bertindak secara mandiri, rasional dan kritis ketika terlibat dalam proses politik.

Sebagian besar rakyat akan bergerak kalau dibayar atau kalau ada kepentingan yang menguntungkan pribadi, misalnya proyek, jabatan/kedudukan di pemerintahan.

Baca juga: Total Kekayaan 6 Menteri Baru Kabinet Indonesia Maju, Sandiaga, Risma hingga M Luthfi

Realitas inilah yang menjadi problem demokratisasi di Indonesia saat ini. Ketika ruang partisipasi politik terbuka lebar namun tidak disertai dengan pemahaman, cara berpikir dan bertindak politik yang rasional maka yang muncul adalah pragmatisme kemudian melahirkan oligarki politik.
Masyarakat yang cenderung pragmatis dan irasional inilah dimainkan oleh kekuatan kekuatan oligarki (Birokrasi, Kapital, elit parpol).

Pada sesi diskusi, saat moderator Leon Wilar memberikan kesempatan para peserta secara bergantian menyampaikan pandangan terkait dengan topik diskusi.

Salah satunya datang dari Juan Ratu, kader GmnI Manado yang pendapatnya diminta khusus untuk dinyatakan kembali.

Ratu yang baru saja dipercayakan sebagai Sekertaris Gerakan Minahasa Muda, menjelaskan
Pilkada di tengah cengkeraman Oligarki. Sebuah kata yang sangat relevan terjadi. Bagi kaum bernalar dan berdaya kritis, ini jelas di depan mata. Terutama dalam realitas interaktif di Indonesia. Saya menarik secara semiotika, Pilkada dengan cengkeraman. Secara analisis kerja kata cengkeraman, adalah kerja aktivitas yang dilakukan oleh tangan.

Dalam KBBI, diartikan cengkeraman, memegang erat-erat. Dengan kata lain, ada aktivitas tangan di sana. Tangan punya bahasa latin, manus. Dan kata manus inilah yang menjadi akar dari pembentukan, manage, yang menjadi disiplin ilmu management. Ilmu untuk menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien.

Namun, di lain sisi, kata manus juga, adalah akar dari istilah manipulasi. Yang artinya penyelewengan. Inilah yang sering terjadi dalam tahapan Pilkada, atau kontestasi Pilkada. Kondisi penyelewengan aturan yang terlihat terang-terangan ini, yang memiliki dasar munculnya ketidakpercayaan publik.

Terlihat penyelewengan elit penguasa dan pengusaha, yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok inilah, yang tersusun rapih dalam genggaman oligarki setiap sumber daya untuk hiduplah. Perlawanan secara massif dari masyarakat harus dilihat sebagai bentuk protes. Dan saya menilai, setiap perlawanan adalah tanda perjuangan.

Golput secara kajian kritis, pastilah akan dipertentangkan. Golput dalam masa awal penyelenggaraan pemilu adalah bentuk tidak terdaftarnya dalam sistem. Atau seorang terbuang secara sistemik untuk menggunakan haknya. Akan tetapi, masyarakat Indonesia yang mulai kritis.

Dengan sistem lewat aturan yang ada hanya membatasi figur untuk dipilih. Figur yang muncul sering memiliki track record yang tidak jelas ataupun lahir dari dinasti politik. Menambah daftar hitam kekecewaan masyarakat kritis. Dan, golput menjadi bukti perlawanan. Golput adalah hak, berarti golput adalah bagian dari gerakan politik.

Gerakan politik dari golput ini, menunjukan eksistensi dan hitung-hitungan, bahwa apakah pemimpin yang terpilih adalah hasil politik dari rakyat? Memiliki legitimasi hukum dan politik? Secara hukum dapat diklaim legitimasinya, lewat analisis positivistik legal. Akan tetapi, legitimasi politis sangat sulit dibuktikan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved