Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Covid-19, Solidaritas dan Tanggung Jawab

Kita tidak bisa bohong dengan keadaan teranyar saat ini. Fakta kini mementaskan sebuah kenyataan bahwa kita menjadi terbatas dalam segala hal

Editor: David_Kusuma
Istimewa
Ambrosius M Loho MFil (Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado, Pegiat Filsafat) 

Penulis:

Ambrosius M Loho MFil (Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado, Pegiat Filsafat)

Kita tidak bisa bohong dengan keadaan teranyar saat ini. Fakta kini mementaskan sebuah kenyataan bahwa kita menjadi terbatas dalam segala hal, baik gerak, ruang dan waktu. Kita terbatas untuk bepergian, kita tertahan untuk melakukan aktivitas sebagaimana biasanya dan kita tidak bisa bergerak sebagaimana kehidupan normal.

Semua terjadi kurun satu sampai dua bulan terakhir. Semua disebabkan oleh merebaknya pandemi covid-19.
Dari situ nyatalah bahwa pandemi covid19 bukan hanya membatasi pergerakan kita, tapi bahkan terus menghantui dan ‘mengintai’ manusia.

Jika kita tidak waspada dan atau tidak mengikuti petunjuk/protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah pemerintah sebagaimana anjutan WHO (badan kesehatan dunia), tentu akan semakin mengancam. Fakta ini pula mengisyaratkan bahwa sepertinya kematian seakan begitu dekat dengan semua makhluk, tak kenal dari kalangan manapun.

Mengingat juga telah banyak korban yang direnggutnya. Maka, menghadapi pandemi ini, berbagai cara telah diupayakan pemerintah untuk diikuti oleh masyarakat Indonesia. Demikian juga berbagai model kampanye untuk menjaga kesehatan, menjaga jarak, membatasi interaksi, dan lain sebagainya pun, telah diupayakan oleh semua kalangan. Dengan kata lain, kita semua harus waspada.

Kebijakan Larangan Mudik, Trasportasi Udara Ditutup, Darat dan Laut Dibatasi

Bersamaan dengan mewabahnya covid-19 ini, sejak Minggu 12 April 2020, umat Kristiani merayakan Pesta Paskah, Kebangkitan Kristus.

Pada hari raya Paskah ini semua orang yang percaya (umat Kristiani) diundang untuk terus memberi kesaksian melalui kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama sebagai satu komunitas, umat manusia yang hidup. Kesaksian yang paling nyata tentu bukanlah hal yang sulit dilakukan.

Ada sebuah harapan besar bahwa dengan perayaan Paskah ini, sebagai makhluk sosial, manusia harus berbagi dengan sesama. Manusia yang berciri sosial, harus mewujudnyatakan tindakannya kepada sesama manusia. Dan yang paling nyata, tentu saja, menumbuhkembangkan (mempraktikkan) rasa solidaritas dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.

Satgas Covid-19 Minahasa Nyatakan Pasien Positif Asal Remboken Telah Sembuh

Dua hal yang berbeda itu, tentu bukan tanpa kaitan. Dengan semangat Paskah sebagaimana yang diyakini umat Kristiani, ujian solidaritas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk sosial diuji. Bukan sesuatu yang kebetulan, saat ini tampaklah banyaknya masyarakat yang butuh bantuan.

Paling tidak para tenaga medis yang membutuhkan alat pelindung diri dan ‘orang-orang kecil’ yang tidak memiliki penghasilan yang tetap. Mereka sangat membutuhkan perhatian dan bantuan nyata. Termasuk perhatian dan bantuan untuk masyarakat yang kehilangan pekerjaan karena di PHK.

Mereka semua adalah orang-orang yang perlu dibantu, demi kelangsungan hidup mereka. Sehingga tanpa maksud memutlakkan, belajar dari spirit atau semangat Paskah umat Kristiani ini, kita semua diajarkan untuk turut serta memperjuangkan, merawat dan memberikan kehidupan bagi sesama.

Maka pesan moral paskah di tengah pandemi Covid-19, setiap insan yang memiliki kemampuan dan tentu saja kepedulian, perlu menumbuhkan rasa solider dan tanggung jawab sebagai makhluk hidup dan sebagai makhluk sosial. Hemat penulis, rasa solidaritas dan tanggung jawab ini sejalan dengan apa yang telah penulis uraikan dalam sebuah penelitian berjudul “Etika & Prinsip Moral Dasar: Landasan Tindakan Sosial (2020)”.

Di sana diuraikan bahwa, dalam etika upanisad, tanggung jawab sosial harus menjadi bagian dari filosofi manusia. Setiap manusia harus empati terhadap kebutuhan orang lain, karena merupakan satu bagian. Tak ada seorang pun, harus bahagia dengan niat baiknya sendiri, melainkan harus lebih kepada ‘berjuang untuk kebaikan bersama’. (Loho 2020: 46).

Warga Kepulauan Buru Tiket Pulang Kampung di Pelabuhan Manado

Sejalan dengan itu, filosofi Hindu yang termaktud dalam etika Upanisad menegaskan pula bahwa penderitaan bagi yang satu adalah juga penderitaan semua orang. Kebahagiaan bagi yang satu adalah kebahagiaan yang lain. Jadi, dengan menyebut masyarakat sejahtera, berarti mensyaratkan bahwa masyarakat itu adalah ‘akumulasi’ dari individu yang sejahtera. (Deussen, 1906: 364-365). Jadi pendek kata, pesan moralnya adalah, solidaritas dan tanggung jawab bersama adalah hal yang tidak bisa dielakkan. Kita solider dan bertanggung jawab, untuk kehidupan semua makhluk.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved