Tajuk Tamu
Ancaman Banjir dan Longsor, Pemerintah Daerah di Sulut Lemah Dalam Penegakan Aturan !
Musim penghujan dengan bencana banjir dan longsor sejatinya merupakan akumulasi dari perbuatan manusia yang merusak lingkungan
Penulis: Vebry T Haryadi
- Praktisi Hukum
MUSIM penghujan di awal tahun tentu membuat khawatir warga di Sulawesi Utara khususnya warga yang bermukim di daerah rawan bencana banjir dan longsor.
Terkini banjir bandang yang terjadi di Desa Lebo, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe, pada Jumat 3 Januari 2020 dengan tiga warga meninggal dunia serta kehilangan harta benda menambah catatan miris bencana yang terjadi di Nyiur Melambai.
Musim penghujan dengan bencana banjir dan longsor sejatinya merupakan akumulasi dari perbuatan manusia yang merusak lingkungan, hal itu yakni membuang sampah sembarangan atau menebang pohon di hutan yang harus dijaga, merasa kurang luas lahan sehingga menggunakan sempadan sungai sebagai bangunan, kurang lahan resapan air, kurang mengetahui adanya peraturan yang mengharuskan adanya perizinan dan dokumen lingkungan dalam pembangunan, serta tidak tegasnya pemerintah daerah dalam penegakan hukum mengenai lingkungan, termaksud di dalamnya peraturan-peraturan daerah yang telah ditetapkan.
• Cerita Ibu Korban Banjir di Desa Lebo, Terseret Air ke Laut, Tuhan Tolong, Saya Belum Siap Meninggal
Kota Manado yang merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Utara tercatat beberapa kali terjadi bencana banjir dan longsor yang menelan korban jiwa dan harta benda yang tak sedikit jumlahnya.
Terparah pada tahun 2014 dengan belasan korban jiwa melayang dan ribuan rumah 'tersapu' banjir bandang dan longsor.
Banjir bandang dan longsor di awal tahun 2014 itu juga terjadi di Kabupaten Minahasa, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Kabupaten Kepulauan Sangihe. Terparah bencana di tahun tersebut adalah Kota Manado.
Sebagai praktisi hukum, saya menilai dalam tahun ke tahun sudah banyak yang dilakukan Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara maupun kabupaten dan kota untuk mengantisipasi bencana, terutama bencana banjir dan longsor. Namun kelemahannya ada pada penegakan hukum terhadap peraturan-peraturan yang ada.
Sebenarnya, hukum, peraturan perundang-undangan dan keputusan yang telah dibuat pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, sudah banyak yang bisa menjadi instrumen pencegah kerusakan lingkungan.

Pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan, instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas sejumlah elemen. Di antaranya, Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Baku Mutu Lingkungan (BML), AMDAL, UKL-UPL, perizinan, retribusi/pajak, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan termaksud di dalamnya peraturan daerah (Perda), analisa resiko lingkungan hidup dan instrument lainnya sesuai dengan kebutuhan setiap daerah. Kendala yang ada, aturan-aturan itu hanyalah aturan kaku yang penerapannya juga kaku alias payah penegakannya.
Saya fokus Kota Manado yang memang rapuh terjadinya bencana baik banjir maupun longsor. Mengapa ? Kota Manado dalam mengantisipasi banjir dan longsor tentu harus terintegrasi dengan Pemerintah Provinsi, serta Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon.
Sebab Kota Manado merupakan kota yang dilalui lima sungai yaitu: Sungai Bailang hulunya di Mapanget (melewati Kecamatan Mapanget, Bunaken), sungai Tondano hulunya di Minahasa(Melewati Minahasa, Kecamatan Paal Dua, Wenang dan Singkil), Sungai Tikala hulunya Sawangan, Minahasa (Melewati Sawangan, Kecamatan Paal Dua Tikala, Singkil dan Wenang), Sungai Sario hulunya di Tinoor, Tomohon (Melewati Kecamatan Wanea dan Sario), Sungai Malalayang hulunya di Winangun Sea (Melewati Bahu-Malalayang).
• Tiga Hari Tertimbun Longsor, Siren Ontak Ditemukan Tim Gabungan Polri TNI dan Basarnas
Pandangan umum selalu menyatakan bahwa banjir yang terjadi rutin setiap tahun disebabkan oleh curah hujan tinggi. Lantas, mengakibatkan meluapnya sungai dan naiknya air laut.
Pendapat ini seakan menutup pemikiran bahwa salah satu penyebab banjir yang cukup relevan adalah menyempit dan dangkalnya sungai, sampah yang dibuang sembarangan tanpa terbangun kesadaran dari masyarakat, serta kurangnya resapan air akibat perkembangan pembangunan. Dan hal itu terjadi di Kota Manado.
Padahal Kota Manado berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dicantumkan bahwa Pemerintah daerah berwenang menyelenggarakan urusan wajib di bidang penataan ruang dan lingkungan hidup.