Berita Terkini
Prabowo Gabung Pemerintah Demi Kepentingan Capres 2024, Pengamat: Megawati Sulit Menolak
Pengamat Politik Jerry Massie memandang kuota jatah kursi tersebut bisa diperoleh Gerindra, bisa juga tidak.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
TRIBUNMANADO.CO.ID - Partai Gerindra diisukan akan bergabung dengan Koalisi Pemerintahan Jokowi-Maruf.
Sejak kalah bertarung di Pilpres 2019, Partai Gerindra mulai melunak dan mencari 'nafas' ke Kubu Pemerintah.
Spekulasi bergabungnya Gerindra ke kubu Pemerintah terlihat, saat Ketua Umum ( Ketum) Prabowo Subianto bertemu Joko Widodo, di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta.
Selanjutnya, Prabowo bertemu dengan Ketum Partai PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri di kediaman Megawati Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menyatakan, Prabowo Subianto merupakan pihak yang berinisiatif terlebih dahulu untuk melakukan pertemuan tersebut.
"Kalau ditanya inisiatif ya kedua belah pihak, tapi kalau boleh saya sampaikan Pak Prabowo yang mengambil inisiatif duluan untuk bisa datang ke rumah Ibu Mega," ujar Ferry dalam diskusi polemik bertajuk "Utak-Atik Manuver Elite" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7/2019).
Baca: Sakit Tenggorokan Memang Menjengkelkan, Yuk, Coba Lima Cara Ini untuk Mengatasinya
Baca: 11 Pemain Indonesia Berpredikat Unggulan pada Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2019
Baca: TERUNGKAP Kronologi Kasus Pembunuhan Gadis Cantik Alumni IPB, Pelaku Tega Habisi Korban Karena Ini
Bergabung Demi Kepentingan Pilpres 2024
Pengamat Politik Jerry Massie memandang, kuota jatah kursi tersebut bisa diperoleh Gerindra, bisa juga tidak.
Gerindra bergabung dengan koalisi Jokowi-Maruf semata-mata hanya demi kepentingan pilpres tahun 2024 mendatang.
Bisa saja, nanti Prabowo melirik kader PDI Perjuangan untuk pilpres 2024.
"Kalau kursi bisa ya bisa tidak tapi ini untuk interest atau kepentingan jangka panjang Gerindra khususnya Prabowo. Kuat ke arah koalisi capres 2024," ujar Jerry.
Lanjut Jerry hal yang wajar jika secara politis Prabowo mendekati sekutunya waktu lalu yakni Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Kendati akur lagi tak jadi persoalan," ujar Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies(P3ES) ini.
Lebih jauh Jerry menjelaskan, adanya perceraian dan perkawinan politik merupakan hal yang lumrah.
"Jadi kalau ketua partai sowan ke salah satu pimpinan partai bukan big problem atau big trouble (masalah besar dan kesulitan yang besar)," kata Jerry.
Sejarah mencatat bagaimana hubungan PDI Perjuangan dan Partai Gerindra sejak tahun 2004 keduanya pernah bersanding di pelaminan politik.
Saat Mega menjadikan Prabowo pasangannya di pilpres kala itu.
"Saya menilai antara PDI-P dan Gerindra masih ada hubungan emosional jika benang merah ditarik kembali," ujar Pengamat Politik Jerry Massie saat berbincang dengan Tribunnews, Senin(29/7/2019).
Karena sejarah yang manis itulah diprediksi kemungkinan besar partai Gerindra akan masuk ke koalisi Jokowi-Maruf Amin.
"Ada indikasi kuat gabung bagi saya Megawati sulit menolak," kata Jerry.
Baca: Tak hanya Ancaman Gempa Megathrust, Krisis Air Diprediksi Landa Jawa 2040
Baca: Coba Tips Ini Agar Roti Tawar Bisa Tahan Lebih Lama
Baca: Mafia Properti Raup Rp 214 Miliar dalam 4 Bulan, Hasilnya untuk Beli Jam Tangan hingga Mobil Mewah
Baca: Isu Olly Masuk Bursa Menteri BUMN Bukan Isapan Jempol: Begini Analisanya
Baca: Keluar Keringat saat Demam Patokan Akan Sembuh? Ini yang Sebenarnya Terjadi
Baca: Ini Manfaat Semangka bagi Tubuh, Tak Sekadar Manis dan Menyegarkan
Pendukung Prabowo Bakal Kecewa
Pengamat politik dari UIN Jakarta Adi Prayitno menilai, pendukung Prabowo Subianto akan kecewa jika Partai Gerindra memutuskan untuk mendukung pemerintahan Joko Widodo lima tahun ke depan.
Pendukung pun akan beranggapan politik hanyalah bagi-bagi kekuasaan.
"Pendukung yang kecewa akan apatis terhadap Gerindra karena menganggap pilpres hanya dagelan politik yang tak lebih dari sekadar bagi-bagi kekuasaan," ujar Adi kepada Kompas.com, Senin (29/7/2019).
Hal itu dikatakan Adi menyusul muncul pro dan kontra terkait perbedaan pendapat arah politik di internal Gerindra pascpilpres 2019.
Menurut Adi, kekecewaan pendukung berpotensi terjadi lantaran Prabowo dan Gerindra adalah simbol oposisi selama ini.
Tak pelak, jika Prabowo memutuskan bergabung ke pemerintahan, hal itu dianggap tidak elok bagi pendukung Gerindra.
"Karena memang DNA Gerindra sejak awal ya oposisi, model bisnisnya adalah lawan tanding pemerintah, bukan partner," paparnya kemudian.
Kekecewaan pendukung dan kader Gerindra yang memilih sebagai oposisi, lanjutnya, jika tidak segera diatasi Prabowo, maka akan berdampak pada elektabilitas partai.
Buktinya, tutur Adi, pertemuan antara Prabowo dan Jokowi di Moda Raya Terpadu (MRT) pada 13 Juli 2019 lalu saja sudah memancing reaksi negatif.
"Pertemuan Jokowi dan Prabowo saja sudah memancing reaksi negatif oleh pendukung Prabowo. Keterbelahan akan makin meruncing jika Gerindra berkoalisi dengan Jokowi," jelasnya.
Sebelumnya, riak perbedaan sikap politik Gerindra nampak kala Wakil Ketua Umum Gerindra Rachmawati Soekarnoputri menyatakan sejak awal Gerindra merupakan antitesis dari pemerintahan Jokowi.
Pernyataan dari putri Presiden pertama RI Soekarno disampaikan saat dirinya bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Sabtu (27/7/2019) sore. Pertemuan digelar di kediaman Rachmawati, kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
"Kita memosisikan diri kita sekarang ini, melihat sistem yang berlangsung, adalah antitesa (antitesis). Kan begitu. Dan itu yang harus kita bicarakan ke depan bagaimana untuk menyelesaikan persoalan yang sekarang ini menyelimuti kondisi kebangsaan kita," ujar Rachmawati usai pertemuan.
Untung Rugi Prabowo Gabung ke Jokowi
Pakar kominikasi politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengalkulasi untung rugi jika mantan danjen Kopassus itu bergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Menurut dia, lebih banyak mudaratnya ketimbang untungnya.
"Bukan berarti penggabungan keduanya tidak memiliki kelemahan, utamanya di Prabowo," katanya di Jakarta, Sabtu (3/8/2019).
Dia menghitung, ada dua kerugian yang akan dialami Prabowo. Pertama, sebagian konstituen yang memiliki militansi kuat dengan Prabowo dan memilihnya di Pilpres 2019 akan kecewa dengan sikap yang diambil jika bergabung di pemerintahan.
Kedua, Emrus mengatakan, keberhasilan yang dicapai dalam pemerintahan lima tahun ke depan bisa dikatakan sebagai kesuksesan pemerintahan Jokowi meski ada juga peran Prabowo.
"Prabowo kan sebagai 'supporting', bukan variabel utama. Jadi, apa pun keberhasilan lima tahun ke depan, dikatakan sebagai keberhasilan pemerintahan Jokowi," kata Direktur Eksekutif Emrus Corner ini.
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO: