Tajuk Tamu
Mau Tahu Tahanan Rumah yang Sebenarnya, Perhatikan Seorang Pensiunan! Benarkah?
“Ketika kita berhenti bekerja, berbagai hubungan yang selama ini kita miliki, perlahan terputus dan meninggalkan kita."
Ibramsyah melakukan hal itu. Ia putar haluan, dari seorang manajer di perusahaan menjadi seorang penulis.
Suatu langkah yang tidak mudah, tetapi dengan ketekunan dan kesabaran, dia berhasil. Saya juga mengenal sejumlah pensiunan yang alih profesi dan menikmatinya. Ada yang mengelola panti asuhan. Ada yang aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Ada pula yang sibuk dengan kegiatan keagamaan.
Galau pensiun mungkin tidak jauh berbeda dengan resah turun jabatan. Saat menjabat, tentulah banyak orang mendekat dan mengelu-elukan. Undangan dari berbagai pihak datang bertubi-tubi. Permintaan sambutan hampir tiap hari. Para bawahan seringkali meminta arahan. Fasilitas dan layanan siap-sedia. Namun, ketika jabatan hilang, semua ikut terbang. Semua penghormatan kini tinggal kenangan.
Karena itu, dapat dipahami jika mantan pejabat mengalami sindrom. Apalagi jika saat menjabat, dia sangat angkuh dan menindas.
Pejabat seperti ini biasanya dikelilingi manusia-manusia munafik dan penjilat. Kelak setelah tidak menjabat lagi, mereka pasti akan meninggalkan dan mengabaikannya. Mereka akan berpaling kepada pejabat baru untuk dijilat dan dipuja. Semua itu tak lebih dari sandiwara.
Sebagaimana pensiun dari pekerjaan, pensiun dari jabatan juga merupakan masa transisi yang bisa mudah, bisa pula sulit dilewati.
Orang harus sadar sejak dini bahwa jabatan itu sementara. Orang yang siap berhenti dari jabatan adalah orang yang meletakkan nilai dirinya pada dirinya sendiri, bukan pada sesuatu di luar dirinya. Jika mobil saya keren, bukan berarti saya keren. Saya adalah diri saya sendiri.
Singkat kata, hakikat hidup adalah gerak. Sindrom pascapensiun (dari pekerjaan atau jabatan) adalah gejala kematian sebelum kematian. Einstein berkata, “Hidup ini seperti mengendarai sepeda. Jika kau berhenti bergerak, kau akan terjatuh.”
Hidup tentu tidak sekadar bergerak dan bernapas. Hidup yang bernilai adalah hidup yang bermanfaat. Hidup yang bermanfaat adalah hidup yang membahagiakan. Alhasil, sebenarnya tidak ada masa pensiun dalam hidup ini. Yang ada hanyalah masa transisi.
Menurut Muhammad Iqbal, surga pun bukanlah tempat liburan abadi, karena kebahagiaan sejati terletak dalam kreativitas tanpa henti. Bahagia itu berarti dekat dengan Tuhan, dan Tuhan adalah Sang Maha Kreatif. (banjarmasin.tribunnews.com)