Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ketua LPSK Sebut Hakim MK Teracam: Ini Perubahan Petitum Prabowo-Sandi

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengungkap informasi yang dia dengar informasi adanya hakim

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
YOUTUBE/KOMPAS TV
SEDANG BERLANGSUNG: Live Streaming Sidang Gugatan Pilpres 2019, Ada 2 Link! 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengungkap informasi yang dia dengar informasi adanya hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat ancaman. Ia merasa khawatir terhadap keselamatan hakim konstitusi yang tengah menyidangkan sengketa Pilpres 2019. Sementara kubu psangan calon Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno meminta perlindungan saksi untuk sengketa Pilpres.

"Kami mendengar ancaman ini juga dialami salah satu hakim dari Mahkamah Konstitusi. Terus terang kami juga masih perlu melakukan koordinasi dengan mahkamah konstitusi terutama mengantisipasi hal-hal semacam ini," kata Hasto di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Jumat (14/6).

Baca: Tanggapan Kubu 01 dan 02 Sulut soal Pilpres Curang: Begini Analisa Pengamat Hukum

Hasto Atmojo Suroyo mengatakan LPSK siap melindungi saksi persidangan sengketa Pilpres 2019 bila merasa terancam. "Kami pada prinsipnya siap saja mendapatkan perintah dari MK kalau ada saksi yang diancam atau berpotensi mendapatkan ancaman, atas kesaksiannya dalam sengketa Pilpres ini," kata Hasto.

Selama ini menurut Hasto, LPSK telah menjalin kerjasama dengan Mahkamah Kontitusi (MK). LPSK saat ini menunggu koordinasi dari MK mengenai sidang sengketa Pilpres. "Selanjutnya kami akan menunggu reaksi atau respon MK, setelah tadi dari pihak pemohon mengampaikan perlunya perlindungan dengan LPSK," katanya.

Namun Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, ancaman fisik tidak ada tertuju kepada hakim konstitusi. Ia mengaku saya sudah berkomunikasi dengan LPSK.

"Sesudah sidang tadi, LPSK merespon dinamika persidangan soal perlindungan saksi dan ahli yang akan dihadirkan Pemohon di MK dengan menerbitkan pers rilis. Tetapi, di pers rilis tidak menyebut soal adanya ancaman terhadap hakim. Hanya, pada saat doorstop dengan Ketua LPSK, ada wartawan yang menyinggung soal itu, seandainya ada ancaman terhadap hakim.'  Lalu itulah yang menjadi rumor," kata Fajar.

Baca: Di Ambang Perang Teluk: Kata Senator AS soal Kekuaran Militer AS dan Iran

Ia menegaskan, "Intinya, sejauh ini sama sekali tidak ada itu ancaman."

Hasto meneruskan, Koordinasi antara LPSK dengan Mahkamah Konstitusi diperlukan karena menurut Hasto kewenangan lembaganya adalah melindungi saksi dan korban. LPSK belum pernah menangani adanya hakim yang merasa terancam.

"Karena ranah kami melindungi saksi dan korban. Kalau hakim ini bagaimana? Saya mendengar ada ancaman kepada salah satu hakim, untuk karena itu kami dalam waktu dekat, minggu depan, kami akan berkoordinasi dengan MK," ujar Hasto.

Kordinasi lanjutan diperlukan untuk membahas apakah diperlukan perlindungan saksi dan korban sengketa Pilpres, mulai dari subjeknya hingga teknis perlindungan. "Untuk membicarakan segala sesuatunya, terutama berkaitan dengan perlindungan para saksi," tutur Hasto.

Sebelum LPSK memberikan perlindungan, pertama-tama MK harus menentukan bahwa saksi perlu mendapat perlindungan. Setelah itu MK harus mengeluarkan perintah bahwa LPSK perlu memberikan perlindungan kepada saksi yang telah ditetapkan tersebut.

Adapun perlindungan yang diberikan bermacam-macam, salah satunya yakni menempati safe house atau rumah aman hingga pengawalan.

Sembilan kakim konstitusi tengah menangani sengketa Pilpres untuk masa dua pekan, 14 sampai dengan 28 Juni, dengan pihak pemohon paslon 02 Prabowo Subianto - Sandi S Uno, pihak termohon adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait Paslon 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin.

Kesembilan hakim konstitusi itu adalah Anwar Usman (Ketua Mahkamah Konstitusi) dan Aswanto (Wakil Ketua MK), kemudian tujuh hakim lainnya yakni Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan M P Sitompul, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.

Hakim MK diusul tiga pihak, yakni eksekutif (pemerintah/presiden), legislatif (DPR) dan yudikatif (MA). Hakim konstitusi yang diajukan pemerintah adalah I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih. Tiga hakim konstitusi usul DPR adalah Wahidudddin Adams, Aswanto dan Arief Hidayat. Adapun hakim konstitusi usul MA adalah Anwar Usman, Manahan M P Sitompul dan Suhartoyo.

Sebelumnya, Tim kuasa hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno berencana meminta jaminan perlindungan saksi kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Ketua tim kuasa hukum Prabowo, Bambang Widjojanto, mengatakan perlindungan saksi diperlukan lantaran mereka menghadapi calon presiden inkumben yang memiliki berbagai sumber daya.

"Dalam menghadapi sistem, di mana rezim kekuatan berkuasa maka keamanan dan saksi menjadi bagian penting. Maka nanti ketika kami ajukan itu, apakah MK mau menjamin keselamatan saksi itu," kata Bambang di gedung MK, Jakarta, Jumat kemarin.

Baca: Sidang Sengketa Pilpres di MK: Kuasa Hukum BPN Minta Putusan, Suara Jokowi 48%, Prabowo 52%

Bambang menyebut presiden petahan yang merangkap menjadi calon presiden memiliki potensi memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada untuk menghalangi proses persidangan. Penggunaan sumber daya itu ditakutkan mengganggu proses pemeriksaan sehingga tidak tercapai keadilan.

"Ada potensi seperti itu. Itu sebabnya kami meminta kepada MK agar memperhatikan yang disebut dengan perlindungan saksi," kata BW, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.

Bambang mengklaim ada sejumlah pihak yang bersedia menjadi saksi. Kata dia, mereka mempertanyakan keamanan dan keselamatan diri jika bersaksi di pengadilan. "Bisa enggak nanti kalau ada kepala desa yang mau melaporkan terjadi kecurangan, aparat-aparat tertentu itu kemudian dijamin keselamatannya. Itu jadi concern kami," kata dia.

Bambang mengatakan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah saksi. Namun dia belum mengungkap berapa banyak saksi yang disiapkan dan siapa saja mereka. "Ada tim sendiri soal itu."

Petitum Perbaikan

Dalam sengketa Pilpres ini, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi dua kali melakukan revisi atau perbaikan petitum atau gugatan. Gugatan pertama diajukan ke MK pada 24 Mei terdiri atas 7 butir, perbaikan gugatan disampaikan pada 10 Juni menjadi 15 buti. Kemudain apda persidangan kemarin ada lagi revisi petitium. (Lihat Grafis).

Petitum atau tuntutan dapat juga disebut permohonan atau gugatan merupakan kesimpulan dari permohonan atau gugatan yang berisikan rincian satu persatu apa yang diminta atau dikehendaki untuk diputuskan/dikabulkan kepada para pihak, terutama kepada pihak Tergugat atau Termohon agar dikabulkan (majelis) hakim. Singkatnya, petitum adalah apa yang diminta atau yang diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, menetapkan jadwal sidang baru perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan presiden (pilpres) 2019.

Penetapan jadwal sidang itu dilakukan untuk menjawab keinginan dari pihak termohon, yaitu KPU RI. KPU RI merasa keberatan karena pihak pemohon perkara, yaitu tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memaparkan petitum baru di luar dokumen yang telah diserahkan pada 24 Mei 2019.

"Majelis sudah bermusyawarah, permohonan termohon dikabulkan sebagian. Artinya tidak hari Senin (17/6/2019), tetapi hari Selasa (18/6/2019). Permohonan disampaikan sebelum sidang yakni pukul 09.00 WIB termasuk pihak terkait dan Bawaslu," kata Anwar.

Hakim Mahkamah Konstitusi pun akhirnya menggunakan petitum yang direvisi di muka persidangan sebagai permohonan Prabowo-Sandi selaku sebagai rujukan sidang.

Namun, Kuasa hukum KPU RI Ali Nurdin menegaskan, pihaknya bakal menolak materi gugatan perbaikan tersebut. Penolakan ini lantaran KPU berpedoman pada hukum acara Peraturan MK (PMK) yang secara jelas menyatakan tak ada kesempatan bagi Pemohon melakukan perbaikan dalam gugatan sengketa hasil Pilpres.

"Jadi prinsipnya kami melakukan penolakan terhadap materi gugatan yang disampaikan pemohon pada hari ini. Sebab itu di luar kerangka hukum acara, sebab itu ilegal," kata Ali Nurdin.

Penolakan mereka akan dituangkan dalam berkas jawaban KPU, Selasa (18/6). Kubu Jokowi-Ma'ruf, sebagai pihak terkait pun keberatan atas perbaikan petitum, karena aturan prosedur MK tidak mengizinkan perbaikan petitum sengketa Pilpres.

Meski menolak, poin-poin perbaikan permohonan kubu pasangan calon 02 yang sudah terlanjur tersebar ke publik, akan tetap dijawab KPU demi menjaga penafsiran di masyarakat.

"Karena materinya sudah disampaikan ke publik, kalau tidak kami jawab kan seakan-akan benar. Maka tentunya kami akan menjawab," ungkap Ali.

Tim hukum Jokowi-Ma'ruf mempertanyakan gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kubu Prabowo-Sandi yang menjadi acuan untuk diperiksa dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Diketahui, Prabowo-Sandi pertama kali mengajukan gugatan pada 24 Mei 2019, dan mengajukan perbaikan permohonan gugatan pada 10 Juni 2019, kemudian merevisi lagi saat sidang perdana.

"Ini masih merupakan hal yang sebenarnya ingin kami persoalkan," kata Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra.

Yusril pun menyoroti kebijakan hakim terkait perbaikan permohonan di sidang sengketa pilpres. Yusril menilai keputusan hakim berbeda dengan undang-undang.

"Rupanya dalam persidangan hari ini majelis hakim mengambil kebijakan sendiri yang menurut hemat kami berbeda dengan undang-undang, berbeda dengan PMK, seperti misalnya perbaikan permohonan itu 10 hari diterima, kemudian sidang diundur sampai hari Selasa, artinya perbaikan lebih dari 1 hari," kata Yusril seusai sidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Yusril mengatakan pihaknya sudah berusaha meluruskan jalannya persidangan. Dia mengaku merujuk pada undang-undang dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK).

Dia berpendapat tak ada kekosongan hukum yang mengganggu hakim mengambil keputusan. Meski begitu, Yusri tetap menghormati keputusan hakim dalam sidang perdana itu.

"Seperti saya katakan bahwa tadi dalam sidang dan Pak Wayan tadi panjang-lebar mengutip pasal-pasal PMK dan undang-undang mengenai hukum acaranya, kami nyatakan ini bukan soal kekosongan hukum, karena kekosongan hukum sudah diatasi oleh PMK, bahwa kemudian PMK-nya dikesampingkan oleh majelis hakim kami menghormati, itulah keputusan majelis hakim," ucapnya.

Pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo-Sandi mengajukan 15 petitum atau gugatan kepada MK. Empat di antaranya, petitum butir kedua agr majelis hakim MK, "Menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wapres, anggota DPR, DPD, DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota secara nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 dan Berita Acara KPU Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilu Tahun 2019 sepanjang terkait dengan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019."

Butir ketiga, "Menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut, 1. Joko Widodo-Ma'ruf Amin 63.573.169 (48%) dan 2. Prabowo Subianto- Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 (52%), Jumlah 132.223408 (100%)".

Butir 4, "Menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 secara terstruktur, sistematis dan masif."

Butir5, "Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wapres tahun 2019."

Butir 6, "Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024."

Prabowo-Sandi Dua Kali Revisi Petitum

MK menggelar sidang perdana  PHPU Presiden atau sengketa Pilpres 2019. Kuasa hukum pemohon pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno, dua kali memperbaiki atau merevisi petitum atau gugatannya, sebagai berikut:

 Petitum Pertama

Petitum pertama disampaikan saat mengajukan gugatan, 24 Mei 2019:

1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.

2. Menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wapres, anggota DPR, DPD, DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota secara nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 dan Berita Acara KPU Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilu Tahun 2019 sepanjang terkait dengan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019.

3. Menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 secara terstruktur, sistematis dan masif.

4. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wapres tahun 2019.

5. Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 H Prabowo Subianto - H Sandiaga Salahuddin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

6. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

7. Atau memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD RI Tahun 1945.

Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono), tutup petitum permohonannya.

Petitum Perbaikan (Bertambah 8 Butir)

Semula petitum berisi 7 butir, kemudian perbaikan gugatan diajukan ke MK, Senin (10/6), sehingga bertambah 8 butir menjadi 15 butir:

8. Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif;

9. Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, H Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno, sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;

10. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;

Atau,

11. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945;

Atau,

12. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi di Indonesia, yaitu setidaknya di provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah agar dilaksanakan sesuai amanat dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945;

13. Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekrutmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU;

14. Memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan daftar pemilih tetap yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang;

15. Memerintahkan KPU untuk melakukan audit terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara, khususnya namun tidak terbatas pada Situng;

 Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Petitum Terbaru (Revisi Gugatan Khusus Terkait Pilpres)

Tim kuasa Hukum Prabowo-Sandi merevisi lagi petitum saat sidang perdana Mahkamah Konsitusi, Jumat (14/6). Perubahan signifikan petitum butir 2 adalah menambahkan kalimat "sepanjang terkait dengan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019."

Inilah  15 butir petitum terbaru yang di bacakan di persidangan, kemarin:

1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya

3. Menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut:

                1.  Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin 63.573.169 (48%)

                2. H Prabowo Subianto - H Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 (52%)

4. Menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01,  Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 secara terstruktur, sistematis dan masif,

5. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01  Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wapres tahun 2019.

6. Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 H Prabowo Subianto - H Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.

7. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024

Atau,

8. Menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01,  Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin,  terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis dan masif.

9. Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024

10. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahuddin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024

Atau,

11. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD RI Tahun 1945

12. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi di Indonesia atau setidaknya di provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua dan Kalimantan Tengah agar dilaksanakan sesuai amanat yang tersebut di dalam Pasal 22E ayat (1) UUD RI Tahun 1945

13. Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekrutmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU

14. Memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang

15. Memerintahkan KPU untuk melakukan audit terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara khususnya namun tidak terbatas pada Situng

Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Abdullah Berharap Hakim MK Tidak Takut

Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menggelar unjuk rasa bersamaan dengan sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden atau sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6) kemarin.

Ia meminta MK bersidang dan memutuskan perkara secara jujur, fair dan seadil-adilnya berdasarkan fakta.
"Kita mendorong MK supaya fair, adil, dan benar," ujar Abdullah.

Menurutnya, aksi ini merupakan aksi damai sebagai bentuk dukungan moral kepada MK demi menguak sejumlah dugaan kecurangan yang terjadi selama Pemilu 2019 lalu.
"MK tidak perlu takut, mereka independen, mereka berani memgambil keputusan demi kemanusiaan, demi keadilan, demi kedaukatan NKRI sesuai fakta yang ada," kata Abdullah.

Abdullah Hehamahua satu panggung dengan Ketua Umum FPI Sobri Lubis berada di mobil orasi demonstrasi kawal sidang gugatan Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), berada di dekat Patung Kuda (Arjuna Wijaya), berjarak ratusan meter dari Gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Berunjuk rasa dengan massa yang sebagian diduga sebagai pendukung pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02, Prabowo - Sandi, namun Abdullah Hehamahua mengatakan dia netral. Bukan pendukung salah satu calon.

Ia mengaku tidak mendukung salah satu pasangan calon (paslon) Presiden. "Kami turun ke jalan bukan untuk mendukung pasangan calon siapa pun, melainkan mengawal agar MK sebagai lembaga hukum dapat menjalankan tupoksinya secara profesional," ujarnya.

Ia berharap, MK dapat bersikap adil dalam menentukan gugatan atas hasil pemilihan Presiden yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Kami harap MK bersikap adil, berdasarkan data-data yang ada. Jadi kalau ada kecurangan dan manipulasi ya harus diselesaikan," kata Abdullah.

Dalam surat pemberitahuan kepada polisi mengenai akan menggelak unjuk rasa, Abdullah mengaku berasal dari organisasi/kelompok Gerakan Kedaulatan Rakyat untuk Kedadilan dan Kemanusiaan. Akdi mengawal jalannya sidang PHPU Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi digelar siang ini, Jumat.

Abdullah Hehamahua menjadi koordinator lapangan aksi massa mengawal sidang perdana gugatan Pilpres atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia berharap hakim MK tidak takut terhadap segala bentuk intimidasi. MK harus berani karena para hakim dijuluki sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Namun bila MK mengabaikan fakta, Abdullah mengingatkan negara ini bisa hancur.

"Begitu MK keliru mengabaikan fakta-fakta di lapangan, maka sebagaimana keterangan Allah dalam Alquran, Allah menghancurkan Bani Nuh, Bani Syuaib karena kemaksiatan. Oleh karena itu, agar negara kita tidak hancur dengan berbagai fenomena alam, kita harus mendorong MK untuk betul-betul menyakini mereka wakil Tuhan. Keputusan mereka dipertanggungjawabkan dunia akhirat," kata Abdullah.

Kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu sudah baik, yakni partisipasi pemilu pada pilpres mencapai 81 persen. Dia tiak sudi, kepercayaan publik turun bila MK mengambil keputusan tidak adil. Rakyat tidak boleh kehilangan kepercayaan terhadap elite politik dan penegakan hukum.

Abdullah Hehamahua bersama massa aksi yang berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, pada pukul 09.00 WIB. Sejak pagi, massa dari berbagai elemen mulai berdatangan di sekitar kawasan patung kuda yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat.

Abdullah Hehamahua selaku koordinator aksi menyebut, hari ini akan ada sekira 2.000 orang yang hadir untuk menggelar aksi di kawasan patung kuda. "Mungkin 2.000 orang dari beberapa komponen, seperti GNPF, FPI, alumni 212, dan beberapa kelompok alumni mahasiswa," ucapnya.

Ditemui terpisah, Kasat Patwal Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP H. Gunawan mengatakan, aksi massa hanya boleh dilakukan di kawasan patung kuda. Pasalnya, saat ini lokasi di sekitar Gedung MK sudah disterilkan selama sidang pertama PHPU berlangsung. "Di sekiar sini (patung kuda)," kata Gunawan.

Ketum FPI Sobri Lubis juga ikut turun berunjuk rasa di sekitaran MK. Ia mengaku aksinya adalah untuk melawan kecurangan dan meminta MK untuk berbuat adil. Dia mengaku membawa serta anggota FPI ke lapangan meski Prabowo sudah mengimbau massa tak turun ke jalan.

"Prabowo sudah bagus. Dia menyampaikan imbauan untuk tidak berbondong-bondong ke sini. Kita ingatkan kita datang ke sini bukan urusan dukung mendukung, ini bukan urusan politik. Kita akan menunjukkan bahwa kita mendukung kebenaran, kita dukung MK," sebut Sobri.

Mengenai adanya massa berunjukrasa mengawal sidang gugatan sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memberikan penjelasan.

"Kawan-kawan FPI sudah menegaskan bahwa ini bukan aksi dukung-mendukung. Dan kawan-kawan FPI juga mengapresiasi seruan Pak Prabowo. Jadi aksi kawan-kawan FPI murni keinginan sendiri," kata Wakil Ketua BPN Mardani Ali Sera.

Mardani tak menjawab gamblang saat ditanya apakah aksi itu disebut tidak mengindahkan instruksi Prabowo. Politikus PKS ini menyatakan FPI tegas mengapresiasi harapan Prabowo. "Kawan-kawan FPI tegas menyatakan mengapresiasi harapan Pak Prabowo. Dan saya yakin kawan-kawan FPI akan mampu menjaga kedamaian dan ketertiban," ujar Mardani.

Sebelumnya, Prabowo menyatakan dia dan Sandiaga telah menyerahkan penyelesaian sengketa Pilpres 2019 lewat jalur yang konstitusional, yakni melalui MK. Dia mengimbau para pendukungnya menghindari kekerasan.

"Saudara-saudara sekalian, kami memutuskan menyerahkan melalui jalur hukum dan jalur konstitusi. Karena itu, saya dan Saudara Sandiaga Uno memohon pendukung-pendukung kami, tidak perlu untuk berbondong-bondong hadir di lingkungan MK pada hari-hari yang mendatang," kata Prabowo dalam video yang dikirimkan tim BPN Prabowo-Sandi, Selasa (11/6). (Tribun Network/dio/fit/gle/git/dan/zal)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved