Pilpres 2019
Non Rekayasa, Inilah Cara Mengetahui Keaslian Hasil 'Quick Count', Asli Apa Palsu
Cara mengetahui Quick Count yang asli dan tidak asli atau abal-abal. Berikut Ulasannya!
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemilu identik dengan kehadiran lembaga survei.
Lembaga survei akan menghasilkan beragam hasil yang dapat menjadi patokan dalam pemilu.
Kehadiran mereka dibutuhkan meski terkadang dikritik.
Di setiap pemilu, beragam lembaga survei akan mengeluarkan hasil quick count sesaat setelah pemilihan dilakukan.
Termasuk pada pemilihan presiden 2019 ini.
Walau begitu, berkaca pada Pilpres 2014, ternyata ada hasil quick count yang berbeda di antara hasil yang dirilis para lembaga survei tersebut.
Pertanyaan pun mengemuka.
Baca: Tak Memenuhi Syarat, PSI Gagal ke Senayan, Grace: Ini Suara Rakyat yang Harus Diperhitungkan
Siapa yang salah atau menyimpang dari lembaga survei/kelompok tersebut?
Mana hasil quick count yang “abal-abal” alias penuh rekayasa? Dan mana hasil Quick Count Non Rekayasa?
Pertanyaan umumnya 'Asli Apa Palsu?'

Pada dasarnya, quick count adalah metode verifikasi hasil pemilu yang bersumber dari penghitungan persentase hasil pemilu di sejumlah TPS yang dijadikan sampel.
Mengingat data asalnya perhitungan TPS secara langsung tentu saja akurasinya lebih tinggi, karena bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden.
Tentu saja kita tidak perlu meragukan hasil quick count.
Baca: Deja vu Momen Pilpres 2014, Prabowo Kembali Klaim Menang hingga Sujud Syukur
Bahkan dari hasilnya kita dapat memperkirakan perolehan suara pemilu secara cepat yang berguna untuk memverifikasi hasil resmi KPU nantinya.
Quick count bahkan mampu mendeteksi dan mengungkapkan penyimpangan serta kecurangan.
Lalu dari mana datangnya perbedaan hasil?
Setiap lembaga survei memang bisa memiliki metodologi tersendiri, seperti diungkap Mada Sukmajati, pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.
Namun jauh di atas persoalan metodologi, kredibilitas dan etika menjadi hal utama yang harus dipegang oleh penyelenggara quick count.
"Ini penting karena terkait dengan kemampuan menarik kesimpulan. Masyarakat sendiri juga bisa melacak, mana lembaga survei yang bisa dipercaya dan mana yang tidak,” kata Mada seperti dikutip Kompas.com.
Hasil perhitungan setiap lembaga, seperti dikatakan Titin Sumi, pengajar Jurusan Matematika di Universitas Indonesia, bisa saja berbeda karena masalah pengambilan sampel.
“Ini tidak bisa disalahkan. Namun yang pasti harus proporsional,” kata dia mengingatkan.
Namun bukan tidak mungkin, lanjut Titin, ada kecenderungan lembaga survei mendapat pesanan dari pihak yang membayar.
“Saat ini banyak lembaga survei yang mengeluarkan hasil tergantung pada siapa yang membayar,” ungkap dia tentang kemungkinan terjadinya kesalahan dalam hasil quick count.
Adanya kesalahan metodologi, menurut Direktur Cyrus Network, Hasan Nasbi, bisa saja terjadi hingga berakibat pada perbedaan hasil quick count.
"Quick count itu enggak akan bisa mengarang, ada kesalahan gampang terdeteksi," sebut dia kepada Kompas.com.
Menurut Hasan, jika ingin mengetahui kesalahan, auditnya bisa sangat cepat.
Cuma satu jam untuk tahu letak kesalahan atau kemungkinan manipulasi.
Kalau memang benar melakukan quick count, maka menurut Hasan, orang pasti berani buka data.
“Kalau takut, berarti ada manipulasi.”
Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) yang mewadahi lembaga-lembaga survei di Indonesia telah menyatakan akan memanggil dua lembaga survei yakni Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia untuk menjelaskan metodologinya.
Dari sanalah kita akan memperoleh jawabannya.
Baca: Litbang Kompas: PDIP Pemenang Pemilu
Tautan: https://pop.grid.id/amp/301700042/tak-bisa-dimanipulasi-begini-cara-mengetahui-quick-count-asli-atau-abal-abal?page=all