Pengamat Politik Ferry Liando Mengatakan Ada Tiga Hal yang Harus Diperhatikan saat Debat Capres
Mengacu pada debat pertama maka ada 3 hal yang harus di evaluasi yakni mekanisme debat, materi debat dan gestur masing - masing paslon.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor:
TRIBUN MANADO. CO.ID - Mengacu pada debat pertama maka ada 3 hal yang harus di evaluasi yakni mekanisme debat, materi debat dan gestur masing - masing paslon. Ada hal yang baru akan dilakukan KPU pada debat kedua, yakni adanya tarung bebas.
Mekanisme ini muncul karena pada debat pertama menjadi tidak menarik karena terlalu Kaku. Panelis tidak bisa bertanya langsung sehingga jawaban salah benar dari paslon tidak ada yang mendalami atau mengoreksi. Cara mengajukan pertanyaan dari moderator pun Sepeti ujian skripsi.
Hal ini menjadi tidak menarik. Konsep tarung bebas dari kPU akan menjadi sesuatu yang baru namun tetap tidak jadi menarik jika hanya mekanismenya yang diperbaiki.
Tarung bebas itu hanya bagian dari perbaikan dari mekanisme. Tentu akan menjadi menarik jika unsur yang lain seperti materi dan gestur harus diperbaiki juga. Materi debat akan menjadi menarik apabila meteri tidak dalam bentuk tanya jawab.
Baca: TERBARU Jokowi Dapat Dukungan Tokoh di Pilpres 2019: Jusuf Kalla, Agum Gumelar hingga Akbar Tandjung
Kemudian materi yang diperdebatkan bukan sesuatu yang normatif. Materi debat pada tahap pertama oleh 2 paslon kebanyakan hanya merupakan copy paste dari dokumen rencana jangka panjang RPJP nasional. Artinya siapun yg tepiiih jadi Presiden, maka perencana itu harus dilaksanakan.
Sehingga tidak perlu ada yang diperdebatkan. Debat yang menarik jika panelis mengajukan isu besar di masyarakat yg melahirkan pro dan kontra di masyarakat. Kemudian dari pro dsn kontra itu, masing - masing capres akan berpihak pada pilihan yang mana.
Pilihan capres akan menentukan dukungan pemilih. Di Indonesia masih banyak wacana yg menimbulkan pro dan kontra. Misalnya kebijakan Pilkada.

Baca: Soal Dukungan Pilpres, Fadli Minta Bawaslu Periksa Kepala Daerah Maluku Utara dan Sumbar
Sebagian yg menginginkan pemilihan langsung namun sebagian menginginkan dipilih oleh DPRD. Wacana yg pro kontra itu dibutuhkan sikap dari masing masing calon. Kalau konsepnya tarung bebas, tapi jika materinya tidak mendukung untuk dipertarungkan, Maka sulit berjalan debat yg menarik
Menyimak visi dan misi kedua pasangan capres sesungguhnya tidak hal yang bisa diperdebatkan karena mengandung subtansi yang sama. Pembedanya a
Baca: Soal Dukungan Pilpres, Fadli Minta Bawaslu Periksa Kepala Daerah Maluku Utara dan Sumbar
dalah susunan dan pilihan kata. Jika memang visi dan misinya sama, lantas buat apa lagi untuk berdebat.
Materi visi dan misi keduanya bukan sesuatu yang baru karena merupakan salinan dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025. Dokumen ini berlaku selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.
Ditetapkannya dokumen ini untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan (termasuk Presiden) bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.
Jadi siapapun presidennya, kesepakatan dalam dokumen ini harus dijalankan. Sehingga jika sudah menjadi given atau sebuah keharusan, maka tidak lagi sebuah kepantasan bagi siapa saja untuk merumuskannya dalam sebuah visi dan misi politik sebagai alat kampanye. Lantas bagaimana agar mekanisme debat menjadi menarik.
Pertama, debat akan menjadi menarik jika apa yang tidak dipikirkan calon 01 namun dipikirkan oleh calon 02, atau juga sebaliknya. Jika kedua calon memikirkan hal yang sama, maka hasilnya akan datar dan tidak akan menarik untuk bisa ditangkap publik.
Debat Pilpres 2014 mempertontonkan sesuatu yang memalukan. Karena materi debatnya serupa sehingga ada satu pasangan calon setuju dengan gagasan dari pendapat calon lain. Kedua, karena cita-cita bangsa yaitu adil, makmur dan sejahtera telah menjadi keharusanoleh siapapun pemimpinnya maka materi debat harusnya bukan lagi mempersoalkan tentang itu.
Masing-masing calon sebatas dituntut pada 3 hal yakni strategi, komiten dan sikap. Jika kedua calon memiliki visi dan misi yang sama maka hal yang bisa membedakan dari keduanya adalah strategi. Andaikan dalam satu klub sepak bola, dua strikernya cedera. Lantas dibutuhkan kerja keras bagi pelatih untuk mengatur strategi menutupi kelemahan itu. Salah satu kendala pencapaian visi bangsa adalah terlibatnya politisi yang minim kualitas dan integritas. Kasus korupsi yang merajalela menjadi bukti.
Baca: Inilah Hasil Survei Terbaru Pilpres 2019, Titik Menang Kalah Jokowi dan Prabowo
Untuk menutupi kelemahan ini, seorang pemimpin perlu kerja keras membangun Srategi. Tantangan pembangunan kita adalah tingginya tinggal pertumbuhan penduduk. Perlu strategi agar jumlah penduduk tidak menjadi penghambat pembagunan. Debat juga akan menarik jika calon menawarkan komitmen. Misalnya jika target pencapaian tidak terpenuhi maka ada sesuatu yang harus dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban publik.
Di negara maju, pemimpin yang gagal mem
Baca: Fadli Zon Nilai Sikap Jokowi Menyerang Prabowo, Meyakinkan Pihaknya akan Menang Pilpres 2019
enuhi target, tidak segan menyatakan mengundurkan diri dan mengajukan permintaan maaf ke publik. Mekanisme debat yang dianggap mempengaruhi elektabilitas adalah soal sikap calon.
Andaikan dalam posisi dipersimpangan jalan, ada dua kelompok yang berbeda pendapat. Yang lain ingin ke kiri dan yang lain ingin ke kanan. Seorang pemimpin wajib memiliki sikap, walaupun pilihannya itu akan mengandung resiko karena bisa saja sikapnya itu merugikan kelompok lain dan akhirnya tidak mengakui kepemimpinannya. Dinamika masyarakat kerap diperhadapkan pada keinginan yang berbeda misalnya sangsi bagi koruptor.
Sebagian menginginkan hukuman mati namun sebagian menolak karena dianggap pelanggaran HAM. Sebagian masyarakat tidak setuju jika mantan narapidana korupsi bisa jadi caleg namun sebagian menolak karena dianggap pelanggaran HAM.
Soal hubungan diplomasi, sebagian masyarakat menghendaki agar Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan Israel namun sebagian menolak.
Baca: Alumni Kanisius Nyatakan Tetap Dukung Jokowi di Pilpres 2019
Menyangkut Pilkada, sebagian menginginkan mekanismenya dipilih oleh DPRD namun sebagian menolak. Masih banyak lagi wacana yang melahirkan pro dan kontra berkembang di masyarakat. Harusnya sifat pro dan kontra ini di bawa dalam materi perdebatan calon Presiden. Di sebagian negara maju, pemilu itu identik dengan referendum terhadap suatu isu.
Ada isu yang menjadi pertentangan masyarakat dan dibutuhkan jalan keluar. Di Amerika Serikat, isu publik yang kerap muncul adalah pertentangan masyarkat yang menginginkan perang atau anti perang, menaikan pajak atau menurunkan pajak, anti LGBT atau legitimasi LGBT, anti imigran dan terbuka bagi pendatang.
Pertentangan ini dimanfaatkan oleh masing-masing calon untuk meraih dukungan dengan Cara memilih salah satu pilihan. Dan ini yang disebut sikap politik. Donald Trump lebih berpihak pada pilihan membangun AS hebat kembali dengan cara membatasi kaum pendatang.
Sedangkan Hillary Clinton mengambil sikap untuk lebih terbuka. Debat Pilpres kita belum terpikir pada mekanisme seperti ini sehingga selain membosankan, publik tidak mendapat pesan politik dan tidak membentuk sikap politik yang permanen baginya. (art)
Berita Populer
: VIRAL, Pria di Tondano ini Meninggal Dunia setelah Makan Buah Durian, Kok Bisa?