Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Warga Protes Kebijakan Urun Biaya BPJS Kesehatan

Didi yang merupakan peserta BPJS Kesehatan mandiri menilai, keluarnya Permenkes 51 bisa jadi ada indikasi kesalahan manajemen.

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: maximus conterius
BPJS Kesehatan 

Laporan Wartawan Tribun Manado Fernando Lumowa

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai menerapkan kebijakan yang diatur Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 51 tentang Urun dan Selisih Biaya Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional- Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Satu di antara aturan itu, adanya urun biaya (biaya tambahan) bagi peserta JKN-KIS saat menjalani perawatan.

Kendati masih dalam tahap pengkajian oleh tim Kemenkes RI dan unsur terkait, belum apa-apa aturan itu menuai protes peserta program.

Baca: Urunan Biaya untuk Atasi Defisit BPJS Kesehatan, Dosen FKM Unsrat: Tata Kelola Anggaran Bermasalah

Baca: Tumbelaka Sebut Aturan Baru Urunan Saat Berobat BPJS Kesehatan Bisa Timbulkan Kekecewaan

Grendio Tambun, warga Kelurahan Tumobui Lingkungan 3, Kotamobagu, menolak jika nantinya harus ada biaya tambahan.

Menurutnya, aturan itu akan memberi beban baru bagi pasien dan keluarga.

Hemat dia, seharusnya BPJS Kesehatan hadir sesuai misi awalnya, memberi perlindungan sosial ke masyatakat.

"Bukan menambah beban baru kepada kami," ujar karyawan maskapai penerbangan swasta ini kepada Tribunmanado.co.id, Senin (28/1/2019).

Baca: BPJS Kesehatan Tak Gratis Lagi! Ini Rincian Biaya untuk Berobat

Baca: Kalvari Onta Tak Ingin Pasien BPJS Kesehatan Diberatkan dengan Biaya Urunan

Katanya, pasien dan keluarga jelas akan terbebani ketika ada aturan harus membayar biaya tambahan.

"Apa yang memberatkan itu ialah harus mengurus administrasi, bolak balik ini itu. Sedangkan masih belum ada aturan baru saja, keluarga pasien sudah direpotkan dengan administrasi," katanya.

Hal kurang lebih sama dikatakan Didi Lumalente, warga Bumi Beringin, Manado.

Ia menolak jika nanti ada biaya baru lagi untuk pasien BPJS Kesehatan.

BERITA POPULER:

Baca: Rocky Gerung Blak-blakan Cuma Kritik Jokowi, Alasannya Ingin Prabowo Subianto Sukses di Pilpres 2019

Baca: Bos Sinar Mas Group Eka Tjipta Widjaja Meninggal, Ini Daftar Pewaris Kekayaan Senilai Rp 205 Triliun

Baca: Fifi Lety Kecewa dengan Ahok, Bongkar Rahasia Perceraian BTP & Veronica Tan, Saya Lakukan Kesalahan!

"Setahu kami, ketika kami bayar iuran rutin, tentu kami berhak mendapatkan pelayanan tanpa biaya sesuai kelas," kata pengusaha muda ini.

Didi yang merupakan peserta BPJS Kesehatan mandiri menilai, keluarnya Permenkes 51 bisa jadi ada indikasi kesalahan manajemen.

"Coba bayangkan berapa besar iuran yang dikumpulkan rakyat tapi selalu defisit. Jangan beban itu ditambahkan kepada kami," kata Didi.

Tidak Lagi Gratis

Kementerian Kesehatan (Kemkes) mengeluarkan peraturan baru yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya BPJS Kesehatan dan selisih biaya program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Secara garis besar, peraturan ini menjelaskan kalau BPJS Kesehatan tidak lagi gratis.

Kondisi ini dilihat sebagaian bagian strategi pemerintah menekan defisit menahun terhadap BPJS Kesehatan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, beleid tersebut terbit sebagai upaya menekan defisit BPJS dengan tetap memperhatikan jaminan kesehatan bagi masyarakat.

Baca: Biaya Perawatan Lewat BPJS Kesehatan Tidak Lagi 100%, Berikut Penjelasannya

Baca: Ini Besaran Denda Bagi Penunggak BPJS Kesehatan

"Menyeimbangkan jaminan kesehatan namun biayatetap sustainable," jelas Sri Mulyani, Selasa (22/1/2018).

Menurut Menkeu, dalam program jaminan kesehatan nasional tersebut, banyak kepentingan yang terlibat.

Mulai dari kepentingan masyarakat untuk mendapatkan jaminan hak kesehatan, kepentingan rumah sakit untuk tetap berkelanjutan, dokter dan paramedik, hingga kesedian obat, serta keuangan negara.

Ke depan, Sri Mulyani berjanji akan menunggu audit dari Badan Pengawaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan kebijakan selanjutnya yang perlu dibuat.

"Semua harus dijaga untuk keseimbangannya, dan pemerintah menggunakan instrumen APBN untuk bisa mendukung program kesehatan," jelas Sri Mulyani.

Pada September 2018, Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah memberikan suntikan dana senilai Rp 4,9 triliun pada lembaga tersebut. Kemudian pada Desember 2019, Kemkeu kembali memberikan suntikan dana senilai Rp 5,2 triliun. (*)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved