Urunan Biaya untuk Atasi Defisit BPJS Kesehatan, Dosen FKM Unsrat: Tata Kelola Anggaran Bermasalah
Urunan Biaya untuk Atasi Defisit BPJS Kesehatan, Dosen FKM Unsrat: Tata Kelola Anggaran Bermasalah
Penulis: | Editor: David_Kusuma
Urunan Biaya untuk Atasi Defisit BPJS Kesehatan, Dosen FKM Unsrat: Tata Kelola Anggaran Bermasalah
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Keluarnya aturan Menteri Kesehatan tentang Urun Biaya Peserta BPJS Kesehatan bagi pemegang Kartu Non-PBI hangat dibicarakan
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 51 tahun 2018, tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
Aturan ini terkait untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan. Menurut dokter Adi Tucunan, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unsrat, masalah defisit BPJS kompleks.
Baginya bukan soal persoalan anggaran tidak cukup.
"Sistem manajemen dan tata kelola anggaran. Termasuk politik anggaran," katanya.
Baca: Tumbelaka Sebut Aturan Baru Urunan Saat Berobat BPJS Kesehatan Bisa Timbulkan Kekecewaan
Baca: BPJS Kesehatan Tak Gratis Lagi! Ini Rincian Biaya untuk Berobat
Baca: Biaya Perawatan Lewat BPJS Kesehatan Tidak Lagi 100%, Berikut Penjelasannya
Menurutnya, semua terletak pada manajemen pusat. Ada masalah antara sistem pusat dan daerah.
"Iuran misalnya. Dibiarkan tagihan berbulan-bulan," katanya.
BPJS katanya harus menombok saat menyetor ke rumah sakit. Mereka punya potensi pemasukan tapi berharap APBN.
"Di BPJS ada namanya Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI seperti PNS dan lain-lain. Mereka lupa menagih kepada non-PBI ini," ujarnya.
DPR katanya juga dibuat pusing BPJS. Itu seperti Kementerian Keuangan yang tidak memungut pajak tapi membuat banyak utang
"BPJS pernah diberi bantuan oleh Bank Asia (ADB) juga," katanya.
Ia mengatakan, tahun ini juga batas akhir universal coverage. Indonesia kemungkinan juga melewati batas waktu karena seperti itu manajemennya.
Ia juga menyinggung gaji Kepala BPJS yang bisa sampai Rp 400 Juta yang lebih tinggi dari gaji presiden. Itu kata dia sering menjadi sindiran di saat tata kelola keuangan yang tidak baik.