Tajuk Tamu - Konstruksi Demokrasi dan Kesadaran Buatan Ditengah Derasnya Arus
Konstruksi demokrasi dan kesadaran buatan ditengah derasnya arus terurai berbagai publikasi atas munculnya dinamika politik jelang pemilu
Politik Liberal
Oleh : Amas Mahmud, S.IP, Sekretaris DPD KNPI Manado
TERURAI berbagai publikasi pikiran atas munculnya dinamika politik jelang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019, membuat posisi demokrasi kita makin kuat mencari format idealnya.
Keragaman pandangan di panggung politik itu ikut mengilhami saya untuk memberikan perhatian pada pembicaraan tentang konstruksi demokrasi Indonesia kontemporer.
Demokrasi kita bukan sekedar semacam etalase atau pajangan hiasan, yang secara estetik menampilkan aura ‘perwajahan’ demokrasi yang tertata rapi dari sudut pandang simbolik.
Kita juga telah menjayadari kalau esensi demokrasi tidak sekedar menyajikan ‘matra’ yang tertulis dalam bulletin atau pamflet yang didalamnya mengulas soal semangat menjaga kedaulatan semesta yang tidak holistik.
Untuk memanifestasikan konstruksi demokrasi yang betul-betul mengakomodir kepentingan rakyat, maka cukup kita menjauhkan sikap diskriminasi dari pemimpin dan belajar konsisten ucapan-perbuatan.
Dilain pihak, memang kita kehilangan contoh tentang perdebatan yang bermutu dalam membangun demokarasi, hal ini terlihat dari tampilan dilayar-layar Televisi kita yang masih memuat perdebatan adu gengsi serta wibawa politik.
Ketimbang diskusi, para politisi dan Negarawan kita codong mengakrabi debat.

Baca: KPU Manado Libatkan Media dalam Sukseskan Pemilu 2019
Baca: Bawaslu Minahasa Laksanakan Apel Siaga Pengawasan Pemilu 2019
Baca: Beredar Pesan soal Situs Cek Status Pemilih pada Pemilu 2019, Ini Kata KPU
Sebetulnya ‘tukar pikiran’ atau diskusi memecahkan masalah guna melahirkan solusi, tidak malah kita digeser untuk berdebat saling mencari-cari salah.
Bila kita membaca risalah pikiran original dari para pendiri Negara ini, maka akan kita dapati semangatnya yakni demokrasi pancasila yang berdasar pada semangat gotong-royong.
Jangan lagi para politisi mendidik rakyat dengan malas berfikir, kaku menerima konsekuensi bila melontarkan kritik atas kebijakan Negara yang kurang berpihak pada kepentingan umum.
Perbiasakan untuk kita berfikir 24 jam menggunakan nalar sehat, bukan juga atas desakan kebencian, kecemburuan dan sikap anti-demokrasi.
Memang secara sunnatullah demokrasi kita tidak melahirkan ‘spasi’ perbedaan, melainkan penyatuan atas keragaman itu.
Sedangkan dipihak lain, percepatan demokrasi kita mulai mengalami perpindahan.