Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mantan Napi Teroris Pilih Golput: Anggap Pilpres Sebagai Thogut

Jelang pemilihan presiden sikap mantan narapidana tindak terorisme masih dua sikap. Sudah ada yang akan ikut pemilu,

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
teroris 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Jelang pemilihan presiden sikap mantan narapidana tindak terorisme masih dua sikap. Sudah ada yang akan ikut pemilu, namun, tidak sedikit yang tidak akan mengikuti pemilihan alias golput. Bahkan, masih menganggap sistem demokrasi yang hari ini dibangun, sebagai suatu thogut buatan kaum kafir.

Hal itu diungkapkan oleh mantan teroris Poso, Iqbal Khusaini kepada Tribun di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (27/9). Kata dia, dua pemahaman ini masih terlibat begitu nyata, meski para mantan narapidana teroris sudah mendapatkan program deradikalisasi.

"Masih ada dualisme pemahaman mengenai pemilu saat ini. Mereka yang sudah sangat terpapar, masih menganggap pilpres itu sistem kufur dan bukan berasal dari Islam,"ujarnya.

Mantan anggota pelatihan teroris Filipina itu melanjutkan, mantan narapidana terorisme tidak dapat begitu saja menerima sistem demokrasi di Indonesia. Terlebih, mereka sudah terpapar konsep radikalisme yang terdoktrin sejak belasan tahun lalu.

Sementara mereka yang akan memilih, menilai sudah saatnya Indonesia dipimpin oleh seorang kepala negara yang dapat mengakomodir kebutuhan dan kepentingan mereka berdasar pada pemahaman yang dianut. "Kalau jumlahnya berapa banyak yang mau milih, berapa banyak yang enggak mau, ya beda tipis lah,"ujarnya.

Menjadi perhatian aparatur negara, mereka yang masih menganggap sistem demokrasi kali ini merupakan sistem kafir, bukan tidak mungkin akan melakukan tindak pidana terorisme. Apalagi, belum ada yang bisa menjamin mereka tidak akan melakukan aksi teror selama masa kampanye.

"Kalau saya bilang, tidak ada, saya yang salah. Jadi, saya bilang kemungkinan akan ada tindakan. Ini harus diwaspadai oleh aparat pemerintah," tegasnya.
"Kondisi politik sangat mempengaruhi tindakan terorisme," kata dia meminta untuk digarisbawahi.

Koordinator Rumah Daulat Bangsa, Soffa Ihsan mengungkapkan kekhawatirannya apabila masih ada tindakan terorisme yang akan terjadi selama masa kampanye pilpres. "Ya sangat khawatir. Soalnya ini kan kita sedang bergerak untuk pendekatan kepada mereka untuk bisa kembali memiliki pemahaman yang tidak radikal," ujarnya.

Lembaga yang bergerak dibidang kajian mantan narapidana teroris itu, juga berharap tidak ada aktor atau calon pelaku yang membuat kondisi di Indonesia tidak aman.

Ogah Bicara Politik

Dalam sebuah pengajian untuk mantan narapidana terorisme yang digelar oleh Rumah Daulat Bangsa, perbincangan mengenai politik akan dihindari. Alasannya, perbedaan pandangan politik di antara para mantan narapidana masih bersifat ideologis.
Tribun yang sempat ikut serta dalam pengajian tersebut.

Bersama dengan 11 orang mantan narapidana teroris, suasana menjadi sedikit berbeda dari sebelumnya. Ketika itu, seorang ustaz yang berada di depan menjelaskan tentang arti kerukunan antar masyarakat. Namun, seorang mantan narapidana teroris menyelak dan meminta kepada ustaz menjelaskan mengenai kondisi ketenagakerjaan di Indonesia.

"Ustaz izin memotong. Kenapa tenaga kerja di Indonesia masih tidak adil? Kenapa politik di Indonesia masih semrawut?" ucap pria yang duduk bersila dekat jendela.

Semua diam sebentar. Tidak lama sang ustaz yang memimpin pengajian menjelaskan bahwa hal itu, tidak dalam tema hari ini. Serta akan dijelaskan di tema berikutnya.

"Nah, kalau itu nanti ada temanya sendiri. Hari ini, kita tidak membahas itu dulu," ucapnya seraya melihat yang lain. Tidak puas atas jawaban itu, pria yang belakangan diketahui bahwa dirinya mantan kombatan di Aceh tersebut, bertanya hal yang sama sekali lagi.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved