Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Investasi Jangka Panjang

Menyalahkan masyarakat yang memiliki keterbatasan pilihan karena keadaan ekonomi atau kondisi lainnya tentu saja tidak bijak.

Editor:
TRIBUN MANADO/ANDREAS RUAUW
Permukiman rawan bencana di Ternate Tanjung, Singkil, Manado. 

RASA waswas selalu mendera hati Chres Nelwan saat hujan berkepanjangan. Apalagi bila air di sungai yang mengalir tepat di tembok belakang rumahnya terus naik. Seperti alarm yang mengingatkannya untuk segera berkemas dan mencari perlindungan dari terjangan banjir.

Nasib serupa juga dialami tetangganya yang sama-sama tinggal Ternate Tanjung, Lingkungan III, Kecamatan Singkil, Manado. Ya, mereka tinggal di daerah aliran sungai (DAS) Tondano. Permukiman mereka rawan kena banjir akibat luapan air dari DAS Tondano.

Rumah dia bahkan kini seakan memendek akibat lumpur yang mengeras sisa dari terjangan banjir 2014 silam. Atap rumahnya sekarang hanya berjarak puluhan sentimeter saja dari kepala orang dewasa yang sedang berdiri.

Chres bukannya tidak mau pindah rumah. Banyak alasan yang membuat dia terpaksa berani menantang risiko. Termasuk, satu di antara alasan dia bertahan adalah ikatan batin dia dan daerah yang telah ia tinggali puluhan tahun tersebut.

Chres bukan tidak sadar dengan bahaya ketika dia memilih tinggal di daerah bantaran DAS Tondano. Tapi, ia tidak mempunyai pilihan lain. Kondisi ini tentu saja 'paradok' dengan upaya pemerintah untuk mengurangi risiko bencana.

Menyalahkan masyarakat yang memiliki keterbatasan pilihan karena keadaan ekonomi atau kondisi lainnya tentu saja tidak bijak.

Menjadi tugas negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi orang-orang dan harta benda yang berada dalam wilayah kewenangan dan dari ancaman.

Hal tersebut merupakan amanat dari deklarasi Hyogo 2005. Negara harus memberikan prioritas yang tinggi kepada pengurangan risiko bencana dalam kebijakan nasional.

Persiapan fisik dapat berupa penataan ruang kawasan bencana dan kode bangunan, sedangkan persiapan non-fisik dapat berupa pendidikan tentang bencana alam juga menjadi bagian dari mitigasi.

Beberapa daerah di Sulawesi Utara berisiko tinggi terkena bencana. Bukan hanya karena kondisi alam saja, bagaimana manusia memperlakukan alam juga bisa menjadi sumber bencana.

Di Manado, pesatnya pembangunan kota ini, bisa jadi alamat buruk, bila tidak memerhatikan kelestarian lingkungan hidup.

Apalagi, Berada di hilir Danau Tondano ditambah dengan topografi yang berbukit-bukit membuat risiko tersebut bagi Manado menjadi kian nyata. Jika pemerintah dan warga abai, risiko serius harus dihadapi. Bukan hanya kehilangan secara materil, secara sosial pun kian besar.

Tidak mudah, namun budaya pengurangan risiko bencana harus terus dikembangkan. Gerakan pengurangan risiko bencana merupakan sebuah investasi jangka panjang untuk membangun ketangguhan penanggulangan bencana.

Saat ini, 11-13 Oktober, Manado menjadi tuan rumah pertemuan ke-29 ASEAN Committee on Disaster Management (ACDM) yang bersamaan dengan agenda pertemuan para menteri ASEAN dengan agenda pengelolaan tanggap bencana.

Mudah-mudahan dua agenda tersebut bisa memberikan dampak positif dalam penanggulan dan pencegahan risiko bencana. (*)

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Supercopy

 

Menjaga Muruah DPR

 

Parkir

 

"Merah Putih dan Valentine!"

 

Harga Diri Polisi! Masihkah Elok?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved