Supercopy
Namun untuk menuju pembeli yang cerdas tetap memerlukan edukasi.
HANDPHONE atau telepon selular (Ponsel) saat ini seakan sudah menjadi kebutuhan mendasar. Saat aliran listrik terhenti, tak sedikit yang kelimpungan hanya karena baterai ponsel tak ada daya. Ponsel bukan lagi alat untuk berkomunikasi tapi juga menjadi sarana hiburan. Alat untuk bermain, bermedia sosial, atau sekadar untuk pamer.
Ceruk pasar pun menjanjikan. Perusahaan-perusahaan teknologi berlomba-lomba membuat perangkat ini. Mereka tak hanya membuat ponsel flagships, tapi juga ponsel-ponsel yang menyasar pasar entry level. Pasar entry level tentu lebih luas, namun biasanya konsumennya juga memikirkan budget yang terbatas.
Vendor-vendor berupaya mengeluarkan smartphone dengan harga yang terjangkau. Namun apa jadinya jika kita melihat sebuah ponsel kelas flagships dengan harga miring. Siapa yang tidak tergiur. Harga biasanya tetap menjadi dasar utama dalam menentukan pembelian barang. Di sinilah barang supercopy dan barang KW 'bermain'.
Entah bagaimana muncul istilah KW ini. Banyak yang menghubungkan dua fonem dengan 'kwalitas' atau kualitas. Barang KW ini bahkan mulai ada tingkatannya. Bahkan demi menjual barang ada yang berani menyebut grad ori, merujuk pada hampir sama dengan barang original alias asli.
Berani membeli barang KW berarti harus berani juga dengan risikonya, termasuk tanpa garansi. Irma Hosang, yang mengaku sengaja memakai HP replika mengatakan smartphone yang dia gunakan banyak kekurangan. "Belum satu bulan HP yang saya beli sudah banyak gangguan. Baterai cepat habis, dan sering mati sendiri," akunya.
Dia juga mengatakan, untuk perbaikan, biaya servis hampir sama dengan harga HP replika baru. Dia pun memilih untuk tidak memperbaiki HP tersebut. "HP replika buat gaya saja, kalau untuk pakai sungguhan ya cepat rusak," ungkapnya.
Kendati demikian, barang Supercopy dan KW ini tetap banyak peminatnya. Ada yang memang membeli secara sadar, tapi ada pula konsumen yang memang tidak tahu dengan kondisi barangnya.
Masyarakat tentu harus menjadi pembeli yang cerdas. Namun untuk menuju pembeli yang cerdas tetap memerlukan edukasi. Di sini juga peran pemerintah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Pemerintah daerah melalui instansi seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan harus berperan agar masyarakat tidak tertipu.
Saat ini peredaran ponsel supercopy atau KW masih marak. Tentu jangan sampai banyak masyakat yang harus menanggung kerugian akibat membeli barang ini. Bahkan Presiden Joko Widodo pun sudah menabuh genderang perang untuk impor ilegal baik produk baru maupun bekas. (*)