Editorial
Harga Diri Polisi! Masihkah Elok?
Akhir-akhir ini publik disajikan tontotan dan bacaan yang tema utamanya tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
TRIBUNMANADO.CO.ID - Cerita tentang polisi memang tak pernah ada habisnya. Akhir-akhir ini publik disajikan tontotan dan bacaan yang tema utamanya tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Disayangkan, bukan cerita indah yang dinikmati ratusan juta rakyat Indonesia.
Justru sebuah tontonan tak elok dipandang dan kabar tak sedap didengar. Ya, kita tahu bersama seperti apa 'sepak terjang' Komjen Pol Budi Gunawan yang nyata-nyata menabuh genderang perang melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menyandang status calon tunggal orang nomor satu Polri, Budi yang populer dengan inisial BG ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK tak lama setelah Presiden Jokowi mengusulkan namanya ke DPR RI sebagai calon Kapolri memang menuai kontroversi.
BG mengajukan praperadilan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan. Sidang perdana sudah digelar Senin (2/2/2015). BG lewat kuasa hukumnya menyoal keputusan KPK menetapkannya sebagai tersangka tak sesuai KUHAP. Ia menilai langkah KPK sebuah pemaksaan dan melanggar aturan (hukum). Cerita perseteruan BG melawan KPK masih berlangsung dan kita belum tahu ending-nya seperti apa.
Jauh dari hingar bingar Ibu Kota, berita tentang polisi sedang menjadi menu hangat di tingkatan lokal. Bidang Profesi Pengamanan (Propam) Polda Sulut sedang sibuk menggelar sidang kode etik puluhan anggotanya yang diduga terlibat penggelapan barang bukti uang BNI. Rabu (4/2/2015), enam brigadir polisi mengajukan nota pembelaan di hadapan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Polda Sulut.
Salah satu terdakwa, Brigadir HJ menyampaikan pembelaan lisan di hadapan KKEP. HJ mengaku salah dan menyesali apa yang diperbuatnya. Sebagai manusia, ia akui tak luput dari khilaf dan salah. "Saya menyadari kesalahan dan menyesali perbuatan. Semua sudah terjadi. Saya bersyukur sampai saat ini masih diberi kesehatan dan kekuatan oleh Tuhan menghadapi proses persidangan baik di sidang kode etik dan peradilan umum," aku HJ.
Satu harapannya, ia tak diganjar Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) alias dipecat sebagaiman tuntutan jaksa. Ia minta diberi kesempatan untuk berubah. "Saya janji tak akan mempermalukan institusi Polri," janjinya. Sosok HJ paling menarik perhatian publik. Selain terseret kasus dugaan penggelapan barang bukti uang BNI, sang brigadir sementara menjalani sidang di PN Manado dengan dakwaan penganiayaan terhadap sesama anggota Polda Sulut.
Kita bisa melihat sebuah kontradiksi dari cerita BG melawan KPK dan proses persidangan Brigadir HJ. Sebagai jenderal bintang tiga-pejabat utama Polri, BG menunjukkan sikap bukan sebagai seorang negarawan. Bahkan bisa kita sebut arogansi. Langkah yang diambilnya justru memperburuk kondisi pemerintahan dan politik Indonesia. Kendatipun berpijak pada asas praduga tak bersalah sikap negarawan BG disangsikan.
Publik bisa menilai, kenapa seorang BG terang-terangan melawan KPK jika bukan karena ia menjadi komoditas politik. Hanyut terbawa arus konflik perpolitikan nasional. Alangkah elegannya, jika BG legowo, melepas ego pribadi--termasuk mengesampingkan titipan kelompok pendukung--demi kepentingan lebih besar yaitu keutuhan negara ini.
Sebaliknya, sikap ksatria ditampilkan Brigadir HJ yang tulus hati mengakui khilaf dan salah. Sangat manusiawi memang ketika HJ bermohon agar tak diberhentikan dari Polri. Setiap insan selalu punya kesempatan untuk berubah. Semoga HJ memberi bukti, antara ikrar dan laku sesudah persidangan sejalan. Lebih dari itu, apa yang ditunjukkan HJ patut disanjung. Ia mempertontonkan kebesaran jiwa sebagai seorang pria. Gentleman.
Apa yang disuguhkan pejabat tinggi Polri maupun anggotanya memantik keprihatinan kita. Bagaimana bisa institusi yang didirikan dengan tujuan menjadi penegak hukum, pelindung dan pengayom masyarakat justruk berlaku sebaliknya. Bukan menghakimi tapi fakta bicara, Polisi sendiri yang mencitrakan diri bukan sebagai role model alias anutan penegakan hukum sekaligus pelindung pengayom masyarakat.
Kisah BG dan HJ mungkin hanya secuil dari begitu banyaknya cerita miring tentang polisi. Kita berharap, ke depan tak ada lagi cerita seperti ini. Kita merindukan Polri yang punya citra diri ideal sebagaimana diharapkan rakyat. Polisi yang menjadi contoh, pelindung dan pelayan rakyat. Kiranya polisi bisa.
Upaya hukum Komjen Budi sah saja. Sebagai warga dia punya hak membela diri. Kita harus menghargai itu! Lain pihak, praperadilan itu bisa dianggap sebagai usaha pelemahan KPK. Banyak kalangan bahkan menilai kisruh Komjen Budi versus KPK adalah perang antara koruptor mewan komisi antirasuah. Pesannya jelas, Negara sepatutnya mewaspadai upaya para koruptor memberangus komisi yang dibentuk berdasarkan amanah reformasi.
Pada tatanan praktisnya, pengadilan sebagai benteng keadilan diharapkan mengeluarkan putusan seadil-adilnya. Tak hanya kepada Komjen Budi, tapi terhadap nasib 250 jutaan rakyat Indonesia. Publik menunggu! Ingat korupsi hanya akan menyengsarakan bangsa. Korupsi (Latin corruptio) sesuai artinya rusak, busuk, menyogok, memutarbalikkan, harus kita lawan bersama-sama. (*)
Ikuti berita-berita terbaru di tribunmanado.co.id yang senantiasa menyajikan secara lengkap berita-berita nasional, olah raga maupun berita-berita Manado terkini.