Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Editorial

Penguatan Yudikatif, KPK dan Legitimasi Publik

Bersyukur bahwa negara kita hidup di alam demokrasi.

Editor: Fransiska_Noel
kompas.com
Logo KPK 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Bersyukur bahwa negara kita hidup di alam demokrasi. Alam di mana semua orang boleh menyampaikan pendapat dan menuntut haknya, hak untuk berbicara, hak untuk hidup, hak untuk pendidikan, dan lain-lain.

Demokrasi mengandalkan tiga pilar; eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Di era internet sekarang, konon, bertambah lagi dua pilar yang ke empat dan ke lima. Mereka adalah pers dan media sosial.

Di Indonesia, eksekutif mencari simpati legislatif dengan harapan supaya program-program pemerintah dapat dukungan dari Senayan. Legislatif, yang fungsi utamanya sebagai pembuat undang-undang dan pengawas, diharapkan tidak terlalu nyinyir terhadap pemerintah. Caranya antara lain dengan politik transaksional yang terwujud dengan cara bagi-bagi kekuasaan, jatah menteri, dan lain-lain.

Apa yang terjadi ketika eksekutif berprinsip tak mau bagi-bagi jatah menteri dan mencari dukungan tanpa syarat. Tentu saja dia akan ditinggalkan kelompok-kelompok yang hanya berpolitik pragmatis.

Jadi, posisi Jokowi saat ini, yang seolah tak kekuatan menaklukkan DPR, sesungguhnya adalah konsekuensi logis dari prinsip yang selalu diteriakkannya sejak masih menjadi calon presiden; tak mau berpolitik transaksional.

Musuh politik Jokowi telah mengatur sedemikian rupa supaya DPR mereka kuasai. Sejak masih awal telah diatur supaya pimpinan DPR tidak otomatis menjadi Ketua DPR seperti tradisi yang selama ini berlaku.

Lemahnya posisi presiden terpilih di legislatif makin terlihat saat ketok palu UU Pilkada. Berharap-harap pada "kemurahan hati" Demokrat, PDIP justru seolah dikerjai.

Dengan kondisi pimpinan DPR didominasi oleh Koalisi Merah Putih, tak terbayangkan rupa-rupa ganjalan yang akan dialami eksekutif lima tahun ke depan. Secara rasional bisa kita bayangkan, sedangkan SBY saja masih sering "dikhianati" PKS, yang notabene masih tergabung dengan koalisi, apalagi nanti Jokowi yang secara jumlah sudah kalah.

Tapi ini bukan berarti kiamat. Jangan lupa, pilar demokrasi bukan hanya eksekutif dan legislatif. Masih ada yudikatif, dan tentu saja kekuatan pers dan rakyat, yang suaranya deras mengalir lewat saluran media-media sosial.

Jokowi masih bisa mengandalkan kekuatan rakyat, mencari legitimasi publik dengan kebijakan- kebijakan yang pro rakyat. Selain itu penguatan yudikatif yaitu di MA dan MK. KPK juga menjadi elemen penting untuk melawan arogansi dan permainan kotor dari oknum-oknum anggota dewan.

Ini sekaligus menjadi pengingat bagi kelompok oposisi di legislatif yang mungkin sudah merasa bisa berbuat apa saja dengan menguasai parlemen. Ingat, mandat DPR berasal dari rakyat. Jangan sampai mandat ini diselewengkan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Supercopy

 

Menjaga Muruah DPR

 

Parkir

 

"Merah Putih dan Valentine!"

 

Harga Diri Polisi! Masihkah Elok?

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved