Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sulawesi Utara

Dana Transfer Dipangkas, Ekonom Sulut: Picu Kenaikan Pajak di Daerah, Ganggu Layanan Publik

Robert Winerungan mengatakan, TKD bertujuan untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan, meningkatkan pelayanan publik.

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Rizali Posumah
HO
EKONOM SULUT - Ekonom Universitas Negeri Manado, Dr Robert Winerungan. Pada Selasa (7/10/2025) dirinya mengatakan, TKD bertujuan untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan, meningkatkan pelayanan publik, dan mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah di Indonesia. Pemangkasan TKD ini akan berdampak serius terhadap keberlangsungan pembangunan di daerah. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Dana Transfer ke Daerah (TKD) meliputi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selama ini, dana transfer menjadi darah bagi pembangunan di daerah. Khususnya bagi daerah yang memiliki ruang fiskal sempit. 

Dengan dipangkasnya TKD, akan berdampak pada terbambatnya  pembangunan dan pelayanan publik di daerah. 

Ekonom Universitas Negeri Manado, Dr Robert Winerungan mengatakan, TKD bertujuan untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan, meningkatkan pelayanan publik, dan mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah di Indonesia. 

"Dengan pemangkasan TKD ini akan berdampak serius terhadap keberlangsungan pembangunan di daerah. Ada banyak daerah yang akan kesulitan bahkan tidak mungkin lagi bisa meneruskan pembangunan infrastruktur misalnya jalan, jembatan, dan irigasi," ujar Winerungan kepada Tribunmanado.co.id, Selasa (7/10/2025).

Tidak hanya sampai di situ, program penanggulangan kemiskinan pun pasti akan berpotensi akan dikorbankan untuk mendanai program/kegiatan yang sangat mendesak ketika TKD ini dipangkas. 

"Pengalokasian belanja modal pasti akan juga akan menjadi pilihan untuk dikurangi demi untuk menyeimbangkan belanja operasional seperti belanja gaji," lanjutnya lagi. 

Dengan dipangkasnya TKD, kata Winerungan, akan menjadi kemustahilan mewujudkan Undang-undang  Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa daerah wajib mengalokasikan belanja infrastruktur pelayanan publik paling rendah 40 persen (empat puluhpersen) dari total belanja APBD di luar belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada daerah dan/atau desa.

Sebab, secara nyata banyak daerah yang kesulitan dan belum siap menghadapi pengurangan TKD ini.

Dengan demikian,  daerah pasti akan menaikan PAD guna menutupi pengurangan TKD ini. 

"Akibatnya masyarakan akan menjadi sasaran dengan adanya kenaikan pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lan. Apakah Masyarakat sudah siap untuk membayar lebih terhadap pajak misalnya PBB?" ujarnya lagi. 

Hemat dia, TKD dipangkas berdampak pada banyak Pemda yang meningkatkan belanja dengan  berusaha menambah PAD atau sumber pendapatan mandiri lain. 

"Banyak Pemda yang belum memiliki BUMD untuk menambah PAD. Jika BUMD baru akan dibentuk pasti panennya tiga  atau lima tahun yang akan datang, belum mungkin panennya hanya dalam satu tahun," katanya. 

Dengan demikian,  pemangkasan TKD  akan menimbulkan konsekuensi politis, ekonomis, dan sosial. 

Daerah yang ingin terus melanjutkan program prioritasnya pasti akan berusaha menarik PAD sebanyak mungkin. Instrumen yang paling memungkinkan adalah menaikkan PBB dan pajak-pajak daerah lainnya. 

Ia menilai, kebijiakan ini sangat berisiko yang akan menimbulkan gejolak sosial jika tidak dikelola dengan baik. Pasalnya, banyak daerah yang masih tergantung kepada TKD. 

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved