Warga Sulut Korban TPPO
Kisah Alfri, Warga Sulut yang Pulang Linglung dari Kamboja, Selama 2 Minggu Lari tak Pakai Celana
Alfrianel Wahani pulang pada Mei 2025 dalam kondisi linglung, sulit berkomunikasi, bahkan sempat diamankan warga karena masuk ke rumah orang.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pada 2022, publik sempat digegerkan oleh kabar 33 orang Indonesia yang viral karena disiksa di Kamboja.
Dari jumlah itu, 32 di antaranya berasal dari Minahasa, Tomohon, Manado, Bitung, Minahasa Selatan, Kotamobagu hingga Bolaang Mongondow. Mereka berhasil dipulangkan setelah melalui perjuangan panjang.
Tiga tahun berselang, cerita serupa kembali terulang. Kali ini menimpa Alfrianel Wahani (23), pemuda asal Desa Lopana, Amurang, Minahasa Selatan (Minsel), Sulut. Ia pulang pada Mei 2025 dalam kondisi linglung, sulit berkomunikasi, bahkan sempat diamankan warga karena masuk ke rumah orang.
Ketika ditemui Tribun Manado di rumah kakaknya di Kecamatan Kotabunan, Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulut, kurang lebih 4 jam perjalanan dari Kota Manado, Alfri hanya bisa berulang kali mengucap syukur.
"Ya syukurlah Puji Tuhan, bersyukur sekali bisa pulang dalam keadaan hidup," ujarnya terbata, Sabtu (16/8/2025).
Kisah Alfri berawal pada Oktober 2024. Dari sebuah iklan di media sosial, ia membaca tawaran bekerja di luar negeri. Negara tujuan disebut Singapore, posisi pekerjaan sebagai customer service dengan gaji fantastis Rp 15 juta per bulan.
Semua biaya keberangkatan diurus perusahaan. Tiket, berkas, bahkan tempat tinggal dengan fasilitas makan tiga kali sehari. Bagi Alfri, yang saat itu bekerja di apotek dengan gaji di bawah Rp 3 juta perbulan, tawaran itu terasa seperti peluang mengubah nasib.
Ia membayangkan bisa membeli barang-barang yang selama ini hanya jadi angan, membantu keluarga, bahkan menabung untuk menikah. Dengan restu keluarga, ia berangkat. Rutenya, Manado-Jakarta-Batam-Singapura-Kamboja.
Begitu tiba di perusahaan, mimpi itu runtuh.Singapura hanyalah iming-iming. Tempat kerjanya ternyata di Phnom Penh, Kamboja. Gaji Rp 15 juta yang dijanjikan berubah menjadi Rp 4 juta.
Di perusahaan itu, ia harus bekerja dari pukul 08.00 pagi hingga 22.00 malam. Tanpa libur, tanpa kebebasan. Aturan perusahaan begitu ketat. tidak boleh berkelahi, tidak boleh mencuri, tidak boleh sembarangan bicara dengan orang luar. Bahkan antarpekerja dilarang saling berbagi cerita soal tugas dari perusahaan.

Jika sakit, ada klinik perusahaan, tapi biaya berobat dipotong dari gaji. Alfri mulai curiga bahwa apa yang mereka lakukan berhubungan dengan penipuan online. Namun, karena kebutuhan ekonomi, ia menutup mata dan tetap bekerja.
Agar keluarga tidak khawatir, ia berbohong. Lewat pesan singkat, ia mengatakan bekerja di Vietnam membuat iklan online. Padahal, di balik layar, ia merasa terjebak.
Pada April 2025, bosnya memanggil. Kontrak kerja katanya sudah selesai, dan ia diminta menunggu di lobi kantor untuk dijemput sopir. Namun hati Alfri justru diliputi ketakutan. Ia khawatir bukan dipulangkan, melainkan dijual ke perusahaan lain.
Dalam kecemasan itu, ia memilih kabur.
Ia berlari, bersembunyi, dan akhirnya luntang-lantung di jalanan Kamboja. Di sepanjang perjalanan, Alfri melihat banyak orang dengan kondisi lebih parah darinya. Ada yang luka-luka, ada yang duduk di kursi roda dan terlantar tanpa arah.
Warga Sulut Rekrut 100 Orang Kerja di Kamboja, Beber Syarat Kerja dan Jalur Supaya Lolos Pemeriksaan |
![]() |
---|
Akhirnya Terungkap Cara Agen Scam Kamboja Tipu Warga Sulut, Pakai Nama Thailand Supaya Tak Dicurigai |
![]() |
---|
Dijanjikan Kerja di Rumah Makan, Warga Sulut Ini Nyatanya Cuma Jadi Budak Scam Love di Kamboja |
![]() |
---|
Dari Harapan Menjadi Neraka: Mengungkap Korban TPPO dari Sulut di Thailand, Kamboja dan Myanmar |
![]() |
---|
19 Warga Sulawesi Utara Diduga Korban TPPO Berhasil Diselamatkan Polresta Manado |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.