UMP
Ini Alasan Kemenaker Belum Umumkan UMP 2026, Ada Formula Baru
Pernyataan ini sekaligus menjawab kebingungan masyarakat, serikat pekerja, serta pemerintah daerah yang sejak pagi menantikan pengumuman UMP 2026.
Ringkasan Berita:1.Dasar hukum penetapan UMP adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum.2.Pernyataan ini sekaligus menjawab kebingungan masyarakat, serikat pekerja, serta pemerintah daerah yang sejak pagi menantikan pengumuman UMP 2026.3.Menurut Menaker, penyusunan formula baru membutuhkan proses teknis yang padat, terutama karena MK dalam Putusan 168/2023 menegaskan bahwa KHL harus kembali menjadi elemen utama dalam menentukan upah minimum.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemerintah hingga saat ini belum mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 tiap daerah.
Penundaan tersebut bukan tanpa alasan.
Menaker Yassierli mengatakan ada perubahan skema pengupahan yang sedang disusun.
Baca juga: Perkiraan UMP 38 Provinsi Jika Naik 7,7 Persen: Jakarta Hampir Rp. 6 Juta, Jogja Rp. 2.440.000
Menurutnya perubahan tersebut dilakukan menyesuaikan dengan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2023.
Upah Minimum Provinsi (disingkat UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi.
Dahulu Upah Minimum Provinsi dikenal dengan istilah Upah Minimum Regional Tingkat I.
Dasar hukum penetapan UMP adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum.
UMP ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.
Dalam keterangannya, Menaker menegaskan bahwa pemerintah sedang merumuskan konsep baru upah minimum yang tidak lagi disajikan dalam “satu angka nasional”, melainkan berbeda-beda per daerah sesuai pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan kebutuhan hidup layak atau KHL sebuah indikator penghitungan upah minimum berbasis kebutuhan dasar pekerja agar dapat hidup layak.
Karena rumusan baru ini disiapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), pemerintah pun tidak lagi terikat oleh jadwal lama sebagaimana tertulis dalam PP 36/2021.
Pemerintah Menunda Pengumuman UMP: “Kita tidak terikat dengan tanggal pada PP 36”
Dalam penjelasannya di Jakarta, Yassierli mengatakan, “Terkait dengan tanggal, memang kalau ini berupa PP (baru berdasarkan putusan MK), artinya kita tidak terikat dengan tanggal yang ada pada PP 36. Jadi tidak ada terikat dengan tanggal harus 21 November.”
Pernyataan ini sekaligus menjawab kebingungan masyarakat, serikat pekerja, serta pemerintah daerah yang sejak pagi menantikan pengumuman UMP 2026.
Menurut Menaker, penyusunan formula baru membutuhkan proses teknis yang padat, terutama karena MK dalam Putusan 168/2023 menegaskan bahwa KHL harus kembali menjadi elemen utama dalam menentukan upah minimum.
Putusan MK tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk merombak ulang struktur formula yang sebelumnya berlaku di PP 36/2021.
Yassierli menjelaskan, “Kita membaca, kita menelaah dengan cermat, di situ ada amanat terkait dengan bagaimana upah itu mempertimbangkan kebutuhan hidup layak. Sehingga kita membentuk tim untuk merumuskan dan menghitung, mengestimasi kira-kira kebutuhan hidup layak itu berapa.”
Artinya, pemerintah tidak hanya mengadopsi KHL sebagai acuan, tetapi juga membentuk tim teknis untuk menghitung ulang kebutuhan dasar aktual masyarakat di masing-masing daerah.
Menaker mengakui adanya disparitas upah minimum yang sangat lebar di Indonesia, bukan hanya antarprovinsi tetapi juga antarkabupaten/kota.
Perbedaan perkembangan ekonomi, produktivitas, serta kemampuan industri membuat kebijakan upah satu angka nasional dinilai tidak lagi relevan.
Ia menegaskan, “Masing-masing daerah memiliki pertumbuhan ekonomi, kondisi ekonomi yang beragam. Jadi kalau ada berita naiknya sekian itu berarti kita tidak ke sana.”
Dalam konteks ini, pemerintah sedang menyusun konsep kenaikan UMP berbasis perbedaan kondisi ekonomi daerah.
Dengan rumus baru, daerah yang pertumbuhan ekonominya lebih tinggi “berpeluang menetapkan kenaikan upah yang juga lebih tinggi dibandingkan daerah lain,” sebagaimana disampaikan Menaker.
Skema tersebut sejalan dengan rekomendasi banyak ekonom bahwa tingkat kenaikan upah tidak bisa disamakan antara wilayah maju seperti Jakarta dengan daerah-daerah yang ekonominya masih berkembang.
Draft Aturan Pengupahan Masih Disusun, Belum Keputusan Final
Menaker Yassierli menegaskan bahwa dokumen yang sedang dikerjakan pemerintah masih berupa draft, belum keputusan final.
Pemerintah ingin memastikan keseluruhan proses mulai dari perumusan KHL, analisis disparitas, hingga penguatan peran Dewan Pengupahan—selesai dengan benar.
“Artinya kita tidak terikat dengan tanggal yang ada pada PP 36 (2021). Pemerintah ingin memastikan seluruh proses penyusunan kebijakan terselesaikan dengan baik, termasuk penetapan kebutuhan hidup layak, pemberian kewenangan kepada Dewan Pengupahan, serta penanganan persoalan disparitas UMP.”
Dengan kata lain, pemerintah menunda bukan karena hambatan administratif, tetapi karena ingin memastikan formula upah minimum yang baru sesuai mandat MK dan lebih realistis dengan kondisi ekonomi saat ini.
Peran Dewan Pengupahan Diperbesar Sesuai Putusan MK
Satu elemen krusial dalam perubahan kebijakan ini adalah penguatan peran Dewan Pengupahan Provinsi serta Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota, yang menjadi lembaga tripartit beranggotakan perwakilan pekerja, pengusaha, dan pemerintah.
Menaker menegaskan, “Ini juga sesuai dengan amanat MK untuk memberikan kewenangan kepada Dewan Pengupahan Provinsi, Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten untuk mengkaji, menyampaikan kepada gubernur dan untuk ditetapkan oleh gubernur.”
Keputusan ini menempatkan Dewan Pengupahan pada posisi strategis untuk memberikan pertimbangan berbasis data daerah, bukan hanya mengikuti perhitungan nasional.
Dengan pendekatan baru, pemerintah berharap penetapan UMP menjadi lebih demokratis, representatif, dan adil bagi kondisi ekonomi lokal.
Penjelasan Dirjen PHI & Jamsos: Variabel Sama, tetapi Alfa Disesuaikan
Selain Menaker, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, memberikan penjelasan teknis mengenai komponen formula UMP yang sedang dibahas.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah tidak mengubah seluruh variabel, tetapi melakukan penyesuaian pada variabel alfa—komponen dalam rumus PP 36 yang mengukur kontribusi produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Indah menyatakan, “Variabel-variabel dalam rumus sama, hanya saja sekali lagi kata MK alfanya yang harus ada adjustment sedikit. Apa adjustment-nya? Yaitu pemerintah harus mempertimbangkan kehidupan hidup layak.”
Dengan perubahan ini, variabel alfa yang sebelumnya mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan produktivitas kini harus diseimbangkan dengan KHL sebagai dasar normatif.
UMP Tidak Lagi Seragam Nasional
Salah satu hal paling penting dalam pernyataan Yassierli adalah bahwa kenaikan UMP 2026 tidak akan lagi berbentuk satu angka nasional.
Formulasi ini menandai berakhirnya praktik pengumuman serentak dengan satu kenaikan baku yang dijadikan acuan seluruh daerah.
Menaker mengatakan, “Kita sedang menyusun konsep bahwa kenaikan upah itu bukan satu angka. Jadi kalau ada berita naiknya sekian, itu berarti kita tidak ke sana.”
Dengan begitu, UMP 2026 akan sangat mungkin menampilkan variasi lebih luas, bergantung pada:
erbedaan KHL, pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah, produktivitas lokal, serta pandangan Dewan Pengupahan daerah.
Rumus Perhitungan Upah Minimum
Selama ini, rumus perhitungan dasar UMP tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Beleid ini dipakai untuk merumuskan UMP 2024 dan 2025.
Namun pada tahun ini, penetapan UMP 2026 dipastikan akan memiliki landasan hukum yang berbeda.
Hal ini setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut mencabut dan merevisi sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja yang dianggap tidak sejalan dengan UUD 1945, khususnya aturan tentang cara penghitungan upah minimum.
Atas dasar itu, akan ada formula baru untuk menetapkan UMP dan UMK.
Formula ini dirancang agar lebih transparan, realistis, serta berpihak pada perlindungan pekerja tanpa mengabaikan stabilitas dan kelangsungan dunia usaha.
Pemerintah harus memperhatikan biaya produksi dan menurunkan daya saing industri nasional.
Selain inflasi dan pertumbuhan ekonomi, Kebutuhan Hidup Layak (KHL) juga menjadi dasar penting dalam perhitungan.
Untuk itu, Menaker membuka peluang untuk mengubah rumus perhitungan UMP 2026 sangat terbuka karena dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini.
“Kami sedang menyiapkan regulasinya. Bisa jadi berubah (aturannya-red). Kita buka peluang (mengubah aturan,-red),” ujar Yassierli.
Jenis-Jenis Upah Minimum
- UMP (Upah Minimum Provinsi). UMP berlaku untuk seluruh wilayah provinsi.
- UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). UMK ditetapkan untuk kabupaten/kota tertentu, dan biasanya lebih tinggi dari UMP.
- UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota). UMSK berlaku untuk sektor industri tertentu di daerah tertentu (jika disepakati).
Berdasarkan Permenaker No. 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum dan peraturan terbaru, upah minimum terdiri dari:
Upah pokok
Tunjangan tetap (jika ada)
Daftar UMP 2025 di 38 Provinsi:
Aceh: Rp3.685.615
Sumatera Barat: Rp2.994.193
Sumatera Selatan: Rp3.681.570
Sumatera Utara: Rp2.992.559
Bangka Belitung: Rp3.876.600
Bengkulu: Rp2.670.039
Jambi: Rp 3.234.533
Riau: Rp 3.508.775
Kepulauan Riau: Rp3.623,653
Lampung: Rp 2.893.068
Banten: Rp 2.905.119
DKI Jakarta: Rp5.396.761
DI Yogyakarta: Rp 2.264.080
Jawa Barat: Rp 2.191.232
Jawa Tengah: Rp 2.169.348
Jawa Timur: Rp 2.305.984
Bali: Rp 2.996.560
Nusa Tenggara Barat: Rp 2.602.931
Nusa Tenggara Timur: Rp2.328.969
Kalimantan Barat: Rp 2.878.286
Kalimantan Selatan: Rp 3.496.194
Kalimantan Tengah: Rp 3.473.621
Kalimantan Timur: Rp 3.579.313
Kalimantan Utara: Rp 3.580.160
Gorontalo: Rp3.221.731
Sulawesi Barat: Rp3.104.430
Sulawesi Selatan: Rp3.657.527
Sulawesi Tengah: Rp 2.914.583
Sulawesi Tenggara: Rp3.073.487
Sulawesi Utara: Rp3.775.425
Maluku Utara: Rp 3.408.000
Maluku: Rp 3.141.699
Papua Barat Daya: Rp4.285.847
Papua Barat: Rp 3.615.000
Papua Pegunungan: Rp4.024.270
Papua Selatan: Rp4.024.270
Papua Tengah: Rp4.285.848
Papua: Rp4.285.850
Artikel ini telah tayang di TribunKaltim.co
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
| Daftar Lengkap UMP di Seluruh Indonesia 2021 - 2025 |
|
|---|
| Informasi Terbaru Daftar UMP 34 Provinsi di Indonesia, Tertinggi Rp 4,6 Jutaan |
|
|---|
| UMP Sulut Rp 3,3 juta Ternyata Dinilai Kemahalan, Hitunganya Cuma Rp 3,1 Juta |
|
|---|
| UMP Sulut 2022 Tak Naik Tetap Rp 3,3 juta, Ini Pertimbangan Gubernur Sulut Olly Dondokambey |
|
|---|
| BREAKING NEWS UMP Sulut 2022 Rp 3.310.723 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/UMP-2026-Ilustrasi-rupiah-yang-jadi-UMP-2026.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.