Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

TPPO di Sulut

Stop TPPO, Warga Sulut Kini Punya Komunitas Lingkungan Peduli TPPO

Komunitas ini mengajak masyarakat aktif melapor jika melihat ciri-ciri perekrutan mencurigakan.

Penulis: Ferdi Guhuhuku | Editor: Erlina Langi
Dok. Polsek Bandara
TPPO - Komunitas Lingkungan Peduli TPPO Sulut. Komunitas ini mengajak masyarakat aktif melapor jika melihat ciri-ciri perekrutan mencurigakan. 

TRIBUNMANADO.COM, MANADO - Modus yang harus diwaspadai sindikat TPPO sering kali menjanjikan kerja mudah di luar negeri dengan gaji besar, calon korban bahkan difasilitasi tiket dan akomodasi oleh agen perekrut.

Saat ini hadir Komunitas Lingkungan Peduli TPPO di Sulawesi Utara (Sulut) untuk memutus rantai ini

Komunitas Komunitas Lingkungan Peduli TPPO Sulut mengajak masyarakat aktif melapor jika melihat ciri-ciri perekrutan mencurigakan.

Komunitas ini ada lewat gagasan Bripka. Antonius Sangkay, yang bersinergi dengan BP3MI Sulut, Polsek Kawasan Bandara Sam Ratulangi Manado dan Yayasan Kasih Yang Utama Sulut.

Kapolsek Kawasan Bandara Sam Ratulangi Ipda Masry. S,Sos menyampaikan komunitas ini adalah contoh kepedulian nyata untuk menyelamatkan warga dari TPPO.

Menurutnya, TPPO ini harus diberantas dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat.

"Mari kita saling jaga agar tidak ada lagi korban baru. Polisi akan selalu terbuka menerima laporan masyarakat.” jelas Ipda Masry.

Ipda Masry mengajak masyarakat bisa bergabung dalam komunitas ini.

"Ayo jadi relawan, keanggotaan komunitas ini terbuka untuk umum, bersifat sukarela, dan berbasis relawan. Setiap orang bisa berkontribusi dengan cara sederhana: melapor jika ada dugaan perekrutan ilegal atau menghubungi nomor 0852-9807-7707," pungkasnya.

Pencegahan TPPO Sebelumnya

Polsek Bandara Polresta Manado kembali berhasil menyelamatkan warga Sulawesi Utara (Sulut) yang diduga menjadi  korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan cara diberangkatkan ke Kamboja secara ilegal untuk bekerja di perusahaan judi online dan scammer, Kamis (25/9/2025).

Tiga warga Sulut diamankan saat hendak berangkat melalui Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado. 

Mereka terindikasi sebagai calon pekerja migran ilegal (PMI) yang berpotensi kuat menjadi  korban TPPO.

Kegiatan ini merupakan bagian dari patroli pencegahan TPPO yang dipimpin langsung oleh Kapolsek Kawasan Bandara Sam Ratulangi, Ipda Masry, S.Sos, bersama Kanit Reskrim Aipda Sandy Pratama, SE, dan Banit Reskrim Bripka Antonius Sangkay. Turut hadir pula personel dari BP3MI Sulut, Avsec, dan Otoritas Bandara.

Patroli berlangsung sejak pukul 04.30 hingga 06.00 Wota, menyasar area Terminal Domestik, Internasional, serta area publik bandara.

Tujuannya adalah mendeteksi dini calon PMI ilegal, memperkuat sinergi antar-instansi, dan memberikan pendampingan awal bagi warga yang berpotensi menjadi korban TPPO.

Tiga calon PMI yang diamankan berinisial C.M.W (21) asal Desa Kali Jaga III, S.G.W (37) asal Desa Warembungan, dan J.A.S.T (19) asal Desa Kali Jaga II, Kecamatan Pineleng. Mereka rencananya akan terbang menggunakan pesawat Air Asia QZ 701 tujuan Jakarta.

Setelah pemeriksaan dokumen, ditemukan sejumlah indikasi adanya dugaan TPPO. Ketiganya kemudian diserahkan kepada BP3MI untuk mendapat pendampingan awal.

Kapolsek Bandara, Ipda Masry, S.Sos menegaskan bahwa patroli ini adalah bentuk komitmen kepolisian dalam melindungi masyarakat Sulut dari praktik perekrutan tenaga kerja ilegal.

“Kami akan terus memperketat pengawasan dan berkolaborasi dengan stakeholder agar warga tidak mudah terjerumus menjadi korban perdagangan orang,” ungkapnya.

Langkah pencegahan ini juga memperlihatkan soliditas sinergi antara Polri, BP3MI, dan pengelola bandara dalam menjaga keselamatan warga sekaligus memperkuat upaya pemberantasan TPPO di Sulut.

Pengakuan Puluhan Warga Sulut yang Dicegat Polisi

Pada awal September 2025, puluhan calon pekerja ilegal asal Sulawesi Utara yang mau ke Kamboja dan Thailand berhasil dicegat petugas bandara dan anggota Polsek Bandara Sam Ratulangi Manado.

Terbaru 14 warga Sulut diberhentikan petugas bandara dan polisi ketika hendak meninggalkan Manado pada Senin (8/9/2025) pagi menggunakan maskapai penerbangan Air Asia.

Mereka dihentikan polisi berkat adanya laporan dari keluarga terkait keberangkatan ke luar negeri untuk bekerja sebagai scammer.

Dalam proses interogasi terungkap bahwa tujuan mereka untuk bekerja di Kamboja dan Thailand

Ada yang mengaku berangkat diam-diam tanpa izin suami, ada yang meninggalkan anak pada orang tua, bahkan ada yang berangkat bersama pasangan dengan keyakinan akan sukses di negeri orang. 

Di antara belasan orang tersebut, ada sosok wanita sebut sajak Bubid (36), warga Wonasa Singkil Manado yang terus-menerus menutupi wajahnya dengan tissu.

Pengakuannya begitu menyita perhatian karena ia bukan orang tanpa keterampilan. Bubid adalah seorang bidan lulusan D3 dari sebuah kampus kesehatan di Manado.

Sejak kuliah tahun 2015, ia bercita-cita membantu orang lain melalui profesinya. Namun, setelah lulus, peluang kerja tidak seindah harapan.

Sudah bertahun-tahun memasukkan lamaran kerja ke berbagai rumah sakit, puskesmas hingga layanan kesehatan ternama di Sulawesi Utara, namun hanya ada satu klinik kecil milik swasta yang menerimanya. Itupun gajinya Rp 700 ribu per bulan.

Dengan gaji Rp 700 ribu per bulan menurut Bubid, upah ini tak cukup untuk menghidupi dirinya dan orangtuanya.

Bubid membeber kalau melamar kerja di Manado, banyak syaratnya. Salah satunya batasan usia. Hal ini juga membuat dirinya yang sudah berusia 36 tahun mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan baru dengan gaji upah minimum provinsi (UMP).

Alhasil tawaran dari teman untuk bekerja ke Kamboja sebagai admin sebuah kantor dengan gaji 700 dolar AS per bulan atau Rp 16.5 juta rupiah, terasa seperti jawaban dari doanya selama ini.

Ia kemudian dimasukkan kedalam grup WhatsApp (WA) berisi HRD dan sejumlah calon pekerja lainnya.

Di dalam grup WA bernama Holiday itu, ia dan calon korban lain saling menyemangati dengan menyebut keberangkatan itu sebagai liburan. Padahal, fakta yang diungkap polisi, mereka akan dipekerjakan sebagai admin judi online dan scammer.

Selain Bubid, Ov (31), seorang perempuan asal Minahasa Selatan juga menutupi wajahnya, namun bukan dengan tissu tapi dengan tudung jaketnya. Suaranya bergetar ketika ia mengaku berangkat tanpa izin suami.

“Saya pergi diam-diam, suami tidak tahu. Anak saya tinggal bersama dia,” lirihnya.

Alasannya ke Kamboja sederhana. Dapur harus tetap mengepul. Selama ini hanya suaminya yang bekerja, sementara beban kebutuhan keluarga makin menghimpit.

“Kalau saya bisa kerja, penghasilan pasti bertambah. Itu saja niat saya,” kata Ov.

Berbeda dengan Bubid dan Ov, A warga Manado, justru berangkat bersama sang suami. Mereka diajak teman lama, keduanya dijanjikan pekerjaan di perusahaan yang katanya resmi di Kamboja.

“Tidak dijelaskan sih perusahaan seperti apa. Cuma katanya perusahaannya jelas jadi aman. Yang sering disiksa itu yang kerja di tempat gelap,” ujar A.

A mengaku, di Manado ia bekerja di sebuah gerai mal dengan gaji pas-pasan yang cukup untuk beli makanan, sementara suaminya berulang kali gagal melamar pekerjaan.

“Sebelum berangkat anak kami titip di orang tua. Kami hanya ingin kehidupan lebih baik,” kata A pelan.

Ada juga S (20-an), pemuda yang nekat berangkat tanpa sepengetahuan orang tua. Ia tergoda oleh cerita sukses seorang teman yang sudah lebih dulu bekerja di Kamboja.

“Ia bilang hidupnya berubah di sana. Saya pikir bisa ikut berhasil makanya nekat ke Kamboja,” tuturnya.

Sementara M (20-an) seorang pemuda asal Poigar, Bolaang Mongondow, mengaku alasannya nekat ke Kamboja karena baru saja di-PHK dari tempatnya bekerja, sebuah perusahaan ikan. Kehilangan pekerjaan membuatnya limbung. Di tengah kegalauan itu, seorang teman menghubungi M dan menawarkan kesempatan kerja di Kamboja.

Awalnya M ragu. Tapi bujukan datang bertubi-tubi, bahkan ditambah video call dari sang teman yang menunjukkan tempat kerja di sana, fasilitas mobil dan handphone keluaran terbaru. Perlahan, M mulai tergoda. Ia kemudian memutuskan berangkat tak sendiri, melainkan bersama sang pacar.

“Saya tidak kasih tahu keluarga. Modal nekat saja,” ungkapnya kepada Tribunmanado.co.id

Namun langkah nekat itu terhenti di Bandara Sam Ratulangi, Senin 8 September 2025 subuh. M bersama 13 orang lainnya dicegat aparat Polsek Kawasan Bandara Sam Ratulangi bekerja sama dengan Polres Minahasa. Mereka diduga hendak diberangkatkan ke Kamboja dan Thailand untuk menjadi pekerja ilegal.

Meski awalnya kecewa, M kini justru bersyukur usai diberi edukasi oleh kepolisian soal pekerjaan ilegal di Kamboja maupun Thailand.

“Terima kasih pak polisi, kalau tidak mungkin kami sudah tidak tahu nasib,” ujar M.

Yang menarik, dari hasil pemeriksaan polisi, beberapa calon pekerja Kamboja dan Thailand ini ternyata membawa bekal dabu-dabu roa dalam stoples kecil. Sambal khas Manado itu mereka persiapkan seakan akan benar-benar tinggal lama di negeri orang.

(Tribun Manado/Edi)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved