TPPO di Sulut
Stop TPPO, Warga Sulut Kini Punya Komunitas Lingkungan Peduli TPPO
Komunitas ini mengajak masyarakat aktif melapor jika melihat ciri-ciri perekrutan mencurigakan.
Penulis: Ferdi Guhuhuku | Editor: Erlina Langi
Bubid membeber kalau melamar kerja di Manado, banyak syaratnya. Salah satunya batasan usia. Hal ini juga membuat dirinya yang sudah berusia 36 tahun mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan baru dengan gaji upah minimum provinsi (UMP).
Alhasil tawaran dari teman untuk bekerja ke Kamboja sebagai admin sebuah kantor dengan gaji 700 dolar AS per bulan atau Rp 16.5 juta rupiah, terasa seperti jawaban dari doanya selama ini.
Ia kemudian dimasukkan kedalam grup WhatsApp (WA) berisi HRD dan sejumlah calon pekerja lainnya.
Di dalam grup WA bernama Holiday itu, ia dan calon korban lain saling menyemangati dengan menyebut keberangkatan itu sebagai liburan. Padahal, fakta yang diungkap polisi, mereka akan dipekerjakan sebagai admin judi online dan scammer.
Selain Bubid, Ov (31), seorang perempuan asal Minahasa Selatan juga menutupi wajahnya, namun bukan dengan tissu tapi dengan tudung jaketnya. Suaranya bergetar ketika ia mengaku berangkat tanpa izin suami.
“Saya pergi diam-diam, suami tidak tahu. Anak saya tinggal bersama dia,” lirihnya.
Alasannya ke Kamboja sederhana. Dapur harus tetap mengepul. Selama ini hanya suaminya yang bekerja, sementara beban kebutuhan keluarga makin menghimpit.
“Kalau saya bisa kerja, penghasilan pasti bertambah. Itu saja niat saya,” kata Ov.
Berbeda dengan Bubid dan Ov, A warga Manado, justru berangkat bersama sang suami. Mereka diajak teman lama, keduanya dijanjikan pekerjaan di perusahaan yang katanya resmi di Kamboja.
“Tidak dijelaskan sih perusahaan seperti apa. Cuma katanya perusahaannya jelas jadi aman. Yang sering disiksa itu yang kerja di tempat gelap,” ujar A.
A mengaku, di Manado ia bekerja di sebuah gerai mal dengan gaji pas-pasan yang cukup untuk beli makanan, sementara suaminya berulang kali gagal melamar pekerjaan.
“Sebelum berangkat anak kami titip di orang tua. Kami hanya ingin kehidupan lebih baik,” kata A pelan.
Ada juga S (20-an), pemuda yang nekat berangkat tanpa sepengetahuan orang tua. Ia tergoda oleh cerita sukses seorang teman yang sudah lebih dulu bekerja di Kamboja.
“Ia bilang hidupnya berubah di sana. Saya pikir bisa ikut berhasil makanya nekat ke Kamboja,” tuturnya.
Sementara M (20-an) seorang pemuda asal Poigar, Bolaang Mongondow, mengaku alasannya nekat ke Kamboja karena baru saja di-PHK dari tempatnya bekerja, sebuah perusahaan ikan. Kehilangan pekerjaan membuatnya limbung. Di tengah kegalauan itu, seorang teman menghubungi M dan menawarkan kesempatan kerja di Kamboja.
Lolos di Manado, Digagalkan di Cengkareng, 2 Pemuda Sulut Selamat dari Jerat TPPO |
![]() |
---|
Sulut Zona Merah TPPO, Pengamat Minta Pemerintah Tak Hanya Jadi 'Pemadam Kebakaran' |
![]() |
---|
Sulawesi Utara Zona Merah TPPO Kamboja, Louis Schraam: Jangan Lelah Lakukan Mitigasi |
![]() |
---|
Sulawesi Utara dan Sumut Zona Merah TPPO ke Kamboja, Ini Sebabnya Menurut Kementerian BP2MI |
![]() |
---|
Akhirnya Terungkap Negara yang Jadi Pintu Masuk TPPO Sulut ke Kamboja, Ini Modusnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.