Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

PMI Ilegal

Kisah Bidan Asal Wonasa Nekat ke Kamboja, Ngaku Kerja di Manado Cuma Dibayar Rp 700 Ribu per Bulan

Pengakuannya begitu menyita perhatian karena ia bukan orang tanpa keterampilan. Bubid seorang bidan lulusan D3 dari sebuah kampus kesehatan di Manado.

Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
Tribun Manado/Indri Panigoro
DIAMANKAN - Warga Sulut yang diamankan Polsek Bandara Sam Ratulangi dan Resmob Polres Minahasa di Bandara Sam Ratulangi Manado, Senin (8/9/2025). Di antara belasan orang tersebut, ada sosok wanita sebut sajak Bubid (36), warga Wonasa Singkil Manado yang terus-menerus menutupi wajahnya dengan tissu. 

A mengaku, di Manado ia bekerja di sebuah gerai mal dengan gaji pas-pasan yang cukup untuk beli makanan, sementara suaminya berulang kali gagal melamar pekerjaan.

“Sebelum berangkat anak kami titip di orang tua. Kami hanya ingin kehidupan lebih baik,” kata A pelan.
Ada juga S (20-an), pemuda yang nekat berangkat tanpa sepengetahuan orang tua. Ia tergoda oleh cerita sukses seorang teman yang sudah lebih dulu bekerja di Kamboja.

“Ia bilang hidupnya berubah di sana. Saya pikir bisa ikut berhasil makanya nekat ke Kamboja,” tuturnya.
Yang menarik, dari hasil pemeriksaan polisi, beberapa calon pekerja Kamboja dan Thailand ini ternyata membawa bekal dabu-dabu roa dalam stoples kecil. Sambal khas Manado itu mereka persiapkan seakan akan benar-benar tinggal lama di negeri orang.

Sementara M (20-an) seorang pemuda asal Poigar, Bolaang Mongondow, mengaku alasannya nekat ke Kamboja karena baru saja di-PHK dari tempatnya bekerja, sebuah perusahaan ikan. Kehilangan pekerjaan membuatnya limbung.

Di tengah kegalauan itu, seorang teman menghubungi M dan menawarkan kesempatan kerja di Kamboja.

Awalnya M ragu. Tapi bujukan datang bertubi-tubi, bahkan ditambah video call dari sang teman yang menunjukkan tempat kerja di sana, fasilitas mobil dan handphone keluaran terbaru.

Perlahan, M mulai tergoda. Ia kemudian memutuskan berangkat tak sendiri, melainkan bersama sang pacar.

“Saya tidak kasih tahu keluarga. Modal nekat saja,” ungkapnya kepada Tribunmanado.co.id

Namun langkah nekat itu terhenti di Bandara Sam Ratulangi, Senin 8 September 2025 subuh. M bersama 13 orang lainnya dicegat aparat Polsek Kawasan Bandara Sam Ratulangi bekerja sama dengan Polres Minahasa. Mereka diduga hendak diberangkatkan ke Kamboja dan Thailand untuk menjadi pekerja ilegal.

Meski awalnya kecewa, M kini justru bersyukur usai diberi edukasi oleh kepolisian soal pekerjaan ilegal di Kamboja maupun Thailand.

“Terima kasih pak polisi, kalau tidak mungkin kami sudah tidak tahu nasib,” ujar M.

Yang menarik, dari hasil pemeriksaan polisi, beberapa calon pekerja Kamboja dan Thailand ini ternyata membawa bekal dabu-dabu roa dalam stoples kecil. Sambal khas Manado itu mereka persiapkan seakan akan benar-benar tinggal lama di negeri orang.

Dua Warga Sulawesi Dicegat Anggota Polsek Bandara, Ada yang Rela Jual Motor Demi Bisa ke Kamboja

Sebelumnya juga dua warga Sulawesi dicegat petugas Polsek Bandara Sam Ratulangi Manado 24 Agustus 2025. Mereka ERJ (24) perempuan asal Bitung, Sulawesi Utara, dan AM (25) pemuda asal Poso, Sulawesi Tengah. Keduanya mengaku hendak liburan ke Thailand, namun saat berada di area bandara, polisi bersama petugas Imigrasi menaruh curiga dan menghentikan perjalanan mereka. 

Ketika dimintai keterangan mengenai tujuan keberangkatan jawaban yang disampaikan dianggap janggal. Keduanya kemudian dibawa ke Polsek Bandara untuk pemeriksaan lebih lanjut. Saat diinterogasi terungkap bahwa tujuan mereka untuk bekerja di Kamboja.

Diketahui Bandara Sam Ratulangi kini menjadi salah satu titik paling ketat dalam pengawasan untuk pencegahan perdagangan orang asal Sulawesi Utara. Sejak awal April 2025 hingga 8 September 2025, sudah ada 47 warga Sulut dicegat di bandara sebelum sempat meninggalkan tanah air. 

Polisi menyatakan, modus perdagangan orang semakin marak, dengan iming-iming gaji besar di luar negeri. Karena itu setiap calon penumpang yang mencurigakan langsung mendapat pemeriksaan khusus.

Dalam pengawasan ketat itulah, belasan warga Sulawesi kembali dicegat.

Mereka diduga hendak diberangkatkan ke luar negeri untuk bekerja secara ilegal dan terindikasi menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Dua diantaranya sepasang kekasih berinisial ERJ dan AM .

ERJ dan AM mengaku direkrut oleh seorang perempuan bernama Else Taere, Else kata ERJ menjanjikan pekerjaan di Thailand dengan gaji Rp 11 juta per bulan. 

Tawaran itu datang melalui pesan WhatsApp dan Telegram.

Proses rekrutmen dilakukan secara berjenjang dari teman ke teman. 

Agar terlihat meyakinkan, ERJ dan AM diarahkan masuk ke dalam grup percakapan bernama Holiday 1 dan Holiday 2 yang berisi enam orang.

Holiday 1 adalah grup pemberkasan dan wawancara. Holiday 2 adalah grup yang memonitori dan mengintruksi mereka di perjalanan menuju Jakarta.

Grup itu dipakai untuk mengatur keberangkatan dan menyiapkan dokumen.

Namun ketika keduanya dicegat Polsek Bandara, grup itu tiba-tiba hilang.

"Kalau sudah di Jakarta, katanya akan diurus semua VIP line-nya. Kalau ditanya petugas bandara di Manado, bilang saja mau liburan," ungkap ERJ di Polsek Bandara, Senin 25 Agustus 2025.

Untuk keberangkatan, mereka juga diwajibkan membeli perlengkapan yang sudah ditentukan perekrut. Mulai dari koper seharga Rp 300 ribu, sepatu Rp 250 ribu, dan kemeja Rp 70 ribu. 

Ada pula aturan lain, mereka diwajibkan memakai kacamata hitam, dompet dijepit di ketiak, dan diminta selalu tersenyum agar benar-benar terlihat seperti turis yang mau liburan.

Kepada orangtua, mereka mengaku akan bekerja di Thailand.

Dan demi bisa membeli keperluan dan kebutuhan selama di perjalanan dari Kota Bitung ke Bandara Sam Ratulangi Manado, keluarga ERJ harus pontang-panting mencari uang. Alhasil motor satu-satunya dijual. 

Uangnya sebagian diberikan untuk orang tua, sebagian dipakai untuk biaya makan,transportasi dan penginapan di dekat bandara.

“Saya kira dengan mamaku suruh jual motor itu adalah restu, sehingga saya janji kalau sudah gajian akan belikan mama mobil,” ucap ERJ sambil menahan tangis saat diperiksa di Polsek Bandara Sam Ratulangi.

Keduanya mengaku baru mengetahui adanya dugaan TPPO setelah diamankan di bandara.

Para korban juga dijanjikan fasilitas tempat tinggal, makan tiga kali sehari, hingga bonus jika berhasil merekrut anggota baru.

Sistem kerja disebutkan mulai pukul 09.00 hingga 22.00 waktu setempat dengan hanya dua hari libur setiap bulan. 

Namun informasi mengenai pekerjaan sebenarnya sangat minim. "Kalau saya tahu itu scam, saya tidak akan berangkat," kata AM.

Dari hasil pemeriksaan polisi terungkaplah kalau tujuan mereka sebenarnya bukan Thailand, melainkan Poipet, Kamboja. Namun rencana itu kandas. Pada Minggu siang, keduanya dicegat aparat Polsek Bandara Sam Ratulangi saat hendak terbang ke Jakarta menggunakan maskapai Batik Air untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Kamboja, Minggu 24 Agustus 2025.

Dasar pencegatan polisi berawal dari kecurigaan petugas saat menemukan dokumen perjalanan yang tidak jelas dan jawaban yang berbelit-belit. 

Setelah dilakukan pemeriksaan, para korban dugaan TPPO ini langsung diamankan. "Dalam kurung waktu enam bulan ini, total yang kami cegat mau ke Kamboja dan Thailand ada 15 perempuan dan 32 laki-laki," jelas Kapolsek Kawasan Bandara Sam Ratulangi, Ipda Musry, Senin 8 September 2025 di Polsek Bandara.

Kapolsek juga membeber karakteristik penumpang yang mau ke Kamboja itu memiliki karakteristik yang unik.

Mereka seringkali berangkat dalam kelompok kecil, lebih dari 2 orang, dengan gaya-gaya liburan yang mencolok. Dari segi usia terlihat jelas mereka umumnya berada dalam usia produktif, namun penampilan mereka lebih menyerupai orang yang sedang liburan daripada pekerja. 

Mereka seringkali terlihat santai, dengan pakaian yang modis dan aksesoris yang mencolok, seolah-olah mereka sedang bersiap untuk menikmati waktu liburan yang panjang. 

“Di balik penampilan mereka yang santai, ada kecurigaan kami bahwa mereka sebenarnya memiliki tujuan lain, seperti bekerja secara ilegal atau menjadi korban perdagangan orang. Nah orang inilah yang selalu jadi taget pemeriksaan kami," jelas Kapolsek.

Dengan diamankannya Bubid, Ov, AM hingga ERJ, menambah daftar warga Sulut yang dicegat Polsek Bandara Sam Ratulangi Manado.

"Total dari April hingga September 2025 ini ada 47 orang yang berhasil kita cegat," kata Kapolsek.

Lanjut kapolsek, Polsek Bandara Sam Ratulangi terus melakukan pengawasan untuk mencegah praktik perdagangan orang yang kerap menjerat masyarakat dengan iming-iming gaji besar.

Kata Ipda Masry, polisi akan melakukan pemeriksaan ketat terhadap penumpang yang akan berangkat, terutama mereka yang mencurigakan atau memiliki karakteristik tertentu yang umum ditemukan pada korban perdagangan orang.

Polisi juga akan meningkatkan pengawasan di area bandara, termasuk terminal, pintu keluar, dan area lainnya yang rentan dijadikan tempat untuk melakukan perdagangan orang.

Polsek Bandara Sam Ratulangi juga bekerja sama dengan lembaga lain seperti BP3MI untuk memastikan bahwa tidak ada praktik perdagangan orang yang terjadi di bandara.

"Kita juga menggunakan teknologi seperti CCTV dan sistem identifikasi biometrik untuk memantau dan mendeteksi potensi ancaman perdagangan orang," tutup Kapolsek.

Agen Rekrutmen Ubah Jalur Pemberangkatan

Ketatnya pencegahan dan pencegatan di Bandara Sam Ratulangi Manado, membuat agen dan calon korban dugaan TPPO di Sulut mengubah jalur pemberangkatan.

Kali ini rutenya dipindah ke Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara.

Polanya serupa, imingi pekerjaan dengan bayaran tinggi, perekrutan lewat media sosial, lalu pengiriman lewat jalur darat, udara dan terbaru jalur laut.

Informasi berawal pada 5 Juli 2025 sekitar pukul 04.45 Wita, ketika Unit Opsnal dan Piket Sat Intelkam Polres Bitung menerima kabar adanya sekelompok anak muda yang akan berangkat ke Kamboja. Penyelidikan cepat dilakukan, dan terungkaplah nama seorang perekrut: Alfa Dean Cainer.

Ia beroperasi lewat pesan WhatsApp, menawarkan pekerjaan bergaji besar. Setelah korban percaya, mereka diarahkan menghubungi seorang yang mengaku sebagai manajer perusahaan bernama Koko R lewat aplikasi Telegram. 

Komunikasi digital ini menjadi pintu masuk jebakan, sama seperti pola perekrutan yang sebelumnya dialami korban-korban TPPO asal Sulut di Kamboja.

Lima calon korban berhasil diidentifikasi: ANB (24), SMR (20), AGR (19), CRK (19), dan CRS (17). 

"Mereka berhasil dicegat Polres Bitung. Semuanya warga Bitung. Ada yang satu orang dari Batuputih, dua dari Girian Atas, dan dua lainnya dari Sagerat," kata Kapolres Bitung AKBP Albert Zai, SIK., MH, melalui Kasat Intelkam AKP Slamet, kepada Tribun Manado, Jumat 8 Agustus 2025.

Para korban dijanjikan jalur pemberangkatan melalui Bitung-Gorontalo-Jakarta-Malaysia- Kamboja. Pola ini juga mirip dengan testimoni korban TPPO sebelumnya yang akhirnya dieksploitasi di pusat-pusat kerja ilegal di Kamboja.

Usai diberi penjelasan mengenai bahaya jaringan TPPO, kelima calon korban itu langsung dipulangkan ke orangtua masing-masing. 

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado, Trheads Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved