Faktor tanggal cut off ini menjadi pertanyaan lanjutan dari JPU.
Berdasarkan barang bukti yang dimiliki jaksa, perjanjian kerja sama antara kantor tempat Endra bekerja dengan PT JN dan PT ASDP baru diteken sekitar Maret 2021.
“Kenapa (cut off laporan) 31 Desember 2020 siapa yang meminta? Kan perjanjiannya di bulan Maret. Kerangka Acuan Kerja (KAK) juga baru dibaca sekitar itu, hasil pekerjaan juga 11 Juni 2021. Kenapa cut off date di Desember 2020? Kenapa tidak sesuai realita yang ada,” cecar jaksa.
Endra yang saat itu duduk di hadapan hakim hanya menjelaskan bahwa data yang dikerjakannya waktu itu untuk laporan keuangan PT JN.
Namun, hal ini dibantah JPU karena pada beberapa dokumen yang ada, penilaian dilakukan untuk kebutuhan akuisisi.
Sementara itu, saksi lainnya, Kokoh Pribadi yang juga merupakan penilai publik di Kantor MBPRU, menjelaskan soal kapal karam yang tetap dihitung sebagai aset.
Kokoh mengatakan, kapal Jembatan Musi II ini memang karam ketika penilaian dilakukan.
Tapi, saat ini sudah kembali beroperasional seperti biasa.
Saat itu, penilaian dilakukan karena kapal tersebut masih tercatat sebagai aset PT JN.
Kondisi kapal yang karam dihitung berdasarkan aspek pendekatan pasar, bukan pendekatan pendapatan.
“Pada saat itu, saat kami inspeksi itu, (kapal) sedang karam, salah satu penyesuaian adalah kami tidak melakukan pendekatan pendapatan,” jelas Kokoh dalam sidang yang sama.
Kokoh menjelaskan, aset yang dinilai bukan hanya yang nilainya signifikan, tetapi seluruh aset dalam daftar yang diberikan perusahaan.
Bahkan, kendaraan seperti motor yang valuasinya sudah menurun drastis juga dihitung. “Kami melakukan penilaian aset, jadi semua daftar aset yang diberikan ke kami untuk dilakukan penilaian maka kami akan lakukan penilaian,” kata Kokoh.
Laporan ini nantinya akan diserahkan kepada pemberi tugas, yaitu PT ASDP dan PT JN.
Negara rugi Rp1,25 Triliun