Pria kelahiran Manado, Sulawesi Utara pada 14 Mei 1998, berulang kali gagal saat tes sebelum resmi diterima menjadi anggota Polri.
Richard diketahui beragama Kristen Protestan dan memiliki media sosial Instagram dengan nama akun @r.lumiu.
Empat kali Richard gagal saat mengikuti serangkaian seleksi Polri.
Selama belum bergabung dengan korps Bhayangkara, Richard harus berjuang mencari nafkah dengan menjadi sopir sebuah hotel di kota tempat tinggalnya.
Kisah ini diungkapkan Richard saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan sidang kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023).
"Setelah menjalani empat kali tes Bintara dan terakhir Tamtama yang di mana sepanjang perjalanan tes yang berkali-kali dari tahun 2016 hingga 2019, selama 4 tahun saya pun juga tetap bekerja sebagai sopir di sebuah hotel di Manado untuk membantu orang tua saya," kata Richard.
"Karena saya tahu untuk menjadi anggota Polri tidaklah mudah bagi saya, tetapi saya terus berusaha," tuturnya.
Richard mengatakan, menjadi anggota Polri khususnya Korps Brimob adalah mimpi dan kebanggaan baginya dan keluarga.
Tumbuh di keluarga yang sangat sederhana membuat Richard ingin terus berusaha membanggakan orang tua.
Oleh karenanya, keluarga begitu berbahagia ketika Richard dinyatakan lulus tes seleksi anggota Polri, bahkan tercatat sebagai peringkat satu di Polda Sulawesi Utara.
"Hal yang sangat membahagiakan dan membanggakan bagi saya dan keluarga di mana cita-cita saya hampir tercapai menjadi seorang prajurit Brimob untuk mengabdi kepada negara dapat saya wujudkan," ucapnya.
Setelah dinyatakan lulus tes, Richard menjalani pendidikan di Watu Kosek, Jawa Timur, terhitung sejak 30 Juni 2019.
Dia pun meninggalkan kota kelahirannya di Manado menuju Jawa Timur dengan membawa bekal sisa tabungannya selama 4 tahun menjadi sopir.
Richard mengenang momen ketika dia hendak merantau. Saat itu, sang ibu melepasnya sambil menangis.
“Mama saya dengan bangga sambil menangis memberi saya semangat dan doa. Saya pun menangis menjawab 'akan menjalankan pendidikan dengan baik agar papa mama bangga'," kata Richard.
"Saat itu papa saya masih bekerja sebagai seorang sopir dan mama saya seorang ibu rumah tangga yang menjalankan kegiatan sosial di gereja," lanjutnya.
Lulus dari pendidikan, Richard resmi bergabung sebagai personel Polri.
Dia mengemban sejumlah tugas hingga pada 30 November 2021 ditunjuk sebagai sopir Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Richard mengaku sangat mencintai pekerjaannya. Tak pernah terpikirkan sebelumnya dia bakal terlibat kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Menurut Richard, dia sangat hormat dan setia pada Ferdy Sambo. Namun, kepatuhan tersebut justru dimanfaatkan Sambo untuk memuluskan rencana jahatnya membunuh Yosua.
"Tidak pernah terpikirkan, ternyata oleh atasan di mana saya bekerja memberikan pengabdian, kepada seorang jenderal berpangkat bintang dua yang sangat saya percaya dan hormati, di mana saya yang hanya seorang prajurit rendah berpangkat Bharada yang harus mematuhi perkataan dan perintahnya, ternyata saya diperalat," kata Richard.
"Dibohongi dan disia-siakan, bahkan kejujuran yang saya sampaikan tidak dihargai, malahan saya dimusuhi," tuturnya.
Richard pun mengaku telah berkata jujur soal kasus kematian Yosua. Bahwa dirinya menembak seniornya itu semata karena perintah atasannya, Ferdy Sambo.
Diketahui Bharada E dalam kasus pembunuhan Brigadir J berperan sebagai eksekutor.
Ia mengaku disuruh Ferdy Sambo menembak Brigadir J. (Tir)
(*)
Baca Berita Tribun Manado Terbaru DI SINI
Baca Berita Lainnya di Google News
Telah tayang di Kompas.com