Disebutnya, di masa VOC, pantai itu jadi semacam tempat rekreasi bagi para pembesar Belanda yang sibuk.
Selain mandi, mereka menangkap ikan yang kala itu banyak ditemui di pesisir.
"Kalau jenuh kerja mereka ke pantai ini, mengajak keluarga atau rekan kerja," kata dia.
Dikatakan Cornelez, sejarah Pantai Firdaus bukan hanya berisi para pedagang yang menemukan tempat istirahat, namun juga para musafir yang menemukan jalan kebenaran.
Di tempat itu, kata dia, berabad‑abad yang lalu, Santo Fransiskus Xaverius pernah membaptis warga Kema.
"Merekalah warga Katolik pertama di sini," kata dia.
Tak jauh dari pantai itu, terdapat gereja Katolik pertama di Sulut, hasil dari penginjilan Santo Fransiskus.
Gereja itu kini beralih jadi gereja GMIM seiring dengan beralihnya warga Kema dari Katolik ke Protestan.
Max membeber, memori pembaptisan itu melekat di ingatan warga Kema.
Pantai itu dinamakan Firdaus karena kenangan akan pembaptisan di situ.
"Mereka beranggapan pantai ini adalah berkat, sebagai bukti banyak sekali ikan yang merapat di sini pada waktu tertentu, hal itu terjadi hingga kini," kata dia.
Batu Nona di tanjung dekat pantai itu, ujar dia, memiliki nilai mistis di mata para pelaut zaman dulu.
"Batu itu muncul kala air surut dan hilang saat pasang. Nah, ada mitos bahwa keberuntungan datang pada siapa yang melihat batu itu. Mereka dipercaya akan selamat dalam pelayaran laut," ujar dia.
Nilai teologis yang berawal dari pantai itu kemudian tumbuh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada warga yang beragama Kristen sebagai hasil pembaptisan Xaverius dan beragama Muslim sebagai buah karya para pedagang Arab.
"Kami semua bersaudara saling baku sayang. Kami sama sama Indonesia," kata dia. (Art)
• Dea OnlyFans Tidak Ditahan Meski Sudah Jadi Tersangka, Ternyata Karena Hal Ini
• Kembali Berulah, KKB Papua Serang Pos Marinir di Nduga Pakai Senjata Pelontar Granat, Danpos Gugur
• KKB Kembali Berulah 2 Prajurit TNI Meninggal Dunia, Pos Marinir Diserang, 8 Lainnya Luka-luka