Ketika Kaum LGBT di Manado Perjuangkan Identitasnya, Dipersoalkan karena Dandanan

Penulis: Arthur_Rompis
Editor: Aldi Ponge
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi LGBT.

"Akhirnya saya memutuskan menjadi pelayan Tuhan, saya ingin betul - betul melayani," ujar dia kata dia.

Namun kenyataan yang ia peroleh jauh dari harapan. Dia malah makin ditekan.

"Mereka katakan saya tidak layak layani Tuhan, harus bertobat, " katanya.

Ujung - ujungnya, Boy dikeluarkan dari pelayanan. Ia merasa hidupnya hancur. "Saya berada di titik nadir, " kata dia.

Boy kala itu menggugat hidupnya. Tuhan pun ia gugat. "Saya sampai katakan Tuhan engkau tidak adil, " kata dia.

Beberapa kali Boy nyaris mengakhiri hidupnya. Tiga tahun lamanya Boy terbenam dalam rasa frustasi.

"Kemudian saya membaca banyak literatur, disitu akhirnya saya tahu, gay itu bukan dosa, dari situlah saya bangkit, menata hidup," kata dia.

Baca: Abdul Malik Tunaikan Janjinya Sebelum Dapat Medali Emas di Asian Games 2018

Selanjutnya, Boy beroleh berbagai saluran hidup. Ia pun makin mantap dengan orientasi seksualnya.

"Kuncinya adalah menerima orientasi seksual dalam diri," kata dia.

Meski demikian, sejatinya ia masih bergumul.

"Secara jujur saya, masih ada bagian diri saya yang belum menerima, tapi secara umum saya lebih plong," kata dia.

Terhadap agama ia kini punya pandangan sendiri.

Baginya Yesus adalah seorang aktivis kemanusiaan pembela kaum yang terhina.

"Saya sendiri berserah jika Memang Tuhan tak menerima saya, tapi saya tetap melayani, pelayanan saya kini adalah memberdayakan kaum LGBT," beber dia.

LGBT (-)

LGBT disabilitas

Sera (bukan nama sebenarnya) bernasib lebih buruk. Selain LGBT, ia juga disabilitas.

"Saya sering dihina, dibilang banci cacat, sepertinya seluruh dunia membenci saya," kata dia.

Penolakan masif membuat Sera tak mau sekolah. Ia pun enggan keluar rumah. "Saya hanya mengunci diri dalam kamar," kata dia.

Beberapa kali ia nyaris bunuh diri. Satu yang menguatkan Sera adalah dorongan orang tua.

Kedua orang tuanya menerima apa adanya kondisi sang anak. "Dari jatuh saya bangkit, ikut komunitas, " kata dia.

Dalam komunitas ia menggali bakatnya. Ketahuan ia punya minat dalam dunia tulis menulis.

Ia ingin suatu hari menulis novel tentang kisahnya itu.

Dona, gay lainnya harus melupakan cita citanya menjadi seorang pekerja.

Dirinya terpaksa berhenti sekolah gara gara tak tahan dipersekusi.

Baca: Den Harin, Pasukan Khusus Paling Misterius, Wolter Mongisidi Personelnya Paling Ditakuti Belanda

Padahal ia termasuk murid berotak encer.  "Saya tak tahan selalu diledek, " kata dia.

Sebut Dona, saat bersekolah di sd, rumahnya hanya berjarak 15 meter dari sekolah.

Namun perjalanan ke sekolahnya memakan waktu hampir setengah jam.

"Karena dia tidak mampu melawan ledekan dari para tetangganya hingga memilih jalan yang lebih jauh," kata dia.

Sekolah baginya adalah sebuah siksaan karena musti menghadapi persekusi murid dan guru. 
Tak tahan, ia pun berhenti sekolah.

"Saya terpaksa melepaskan cita cita menjadi pekerja handal," ujarnya.

Untuk menyambung hidup, ia terpaksa kerja serabutan.

Pernah ia mangkal di pusat kota.

"Kalau tidak demikian kami mau makan apa," kata dia.

Saat mangkal itu, dirinya pun berakting. Ia selalu menebar senyum.

Seperti terlihat tak pernah dirundung sedih.

"Padahal sepulang dari sini saya menangis, berurai airmata, " kata dia.

Berita Terkini