Opini
Universitas dan Jebakan Konflik Kepentingan
Perguruan tinggi di Indonesia beberapa waktu ini dikejutkan dengan temuan hasil riset yang menyatakan ada 13 kampus yang diragukan integritasnya
Pemahaman yang salah ini bisa ditelusuri dengan mudah karena mereka berasumsi kalau menjadi orang pemerintahan dekat dengan kekuasaan dan uang mengalir lebih banyak sedangkan di universitas kurang dimanjakan dengan kesejahteraan.
Perbedaan perspektif ini turut mempengaruhi para akademisi di universitas mencoba mendekati kekuasaan bahkan sekalipun dia tidak punya kompetensi yang kuat. Selain dari itu, pemerintah kita tidak cukup menghargai jasa dan keahlian para ilmuwan, sehingga mereka hanya dijadikan pajangan tanpa meminta kajian akademik yang kuat dan bisa mempengaruhi semua kebijakan pemerintah.
Mungkin saja karena kepala pemerintahan baik di pusat maupun daerah tidak paham alur pengetahuan yang kuat sehingga kaum intelektual tidak cukup mendapat tempat yang semestinya dan pengaruh mereka tidak terlihat.
Banyak universitas hari ini mengejar akreditasi untuk kepentingan reputasi yang baik dan dibanggakan bukan karena kualitas ilmu pengetahuan dan sumberdaya manusianya yang unggul. Ini terlihat dari semua aturan yang diberlakukan oleh negara bahwa universitas harus diakreditasi baik nasional maupun internasional.
Padahal, kalau dilihat secara detil dan mendalam sebagian besar universitas kita tidak memiliki kelayakan untuk mendapat akreditasi yang baik tapi dipaksakan dengan cara ‘menyogok’ dalam berbagai bentuk kepada tim asesor, sehingga menimbulkan istilah akreditasi abal-abal seperti yang ditulis Prof. Hasbullah Thabarany dalam bukunya Jaminan Kesehatan Nasional.
Ini tentu saja sangat memalukan. Buat apa akreditasi bagus tapi tidak sesuai fakta yang sebenarnya. Dokumennya lengkap tapi kualitas yang ditunjukkan pas-pasan. Kita menginginkan nilai bagus lalu kita menyogok berarti menjadikan universitas tidak jujur.
Kita mendapat rangking global tapi kemudian dinilai tidak memiliki integritas, untuk apa semua itu? Kita harus jujur ke diri sendiri jika universitas mau melangkah maju dan mencatatkan dirinya dalam sejarah sebagai penegak kedaulatan ilmu pengetahuan dan sejarah peradaban umat manusia; maka universitas perlu melakukan kontemplasi lebih mendalam secara filosofis tentang arti kehadiran dia di tengah-tengah masyarakat, bukan hanya bertengger di menara gading menggunakan gelar guru besar atau professor tapi tanpa karya nyata dengan pemikiran brilian dan kompetitif serta original dalam tulisan serta karya yang dijadikan monumen pergerakan moral dan etika serta keilmuan yang kuat. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.