Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Beras Oplosan

212 Merek Beras Diduga Oplosan Beredar, Beras Biasa Disulap Jadi Premium

Penemuan ratusan merek beras yang tak sesuai standar ini merupakan hasil inspeksi intensif yang dilakukan Kementan dan Satgas Pangan.

Editor: Erlina Langi
Illustrasi AI
BERAS - Illustrasi Beras oleh chat GPT. 212 merek beras di pasaran yang tidak memenuhi standar alias beras oplosan. 

TRIBUNMANADO.COM - Kabar mengejutkan datang dari pangan Indonesia. 

Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satuan Tugas Pangan (Satgas Pangan) baru-baru ini mengungkap temuan 212 merek beras di pasaran yang tidak memenuhi standar alias beras oplosan.

Temuan ini jelas meresahkan, mengingat beras adalah komoditas pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Penemuan ratusan merek beras yang tak sesuai standar ini merupakan hasil inspeksi intensif yang dilakukan Kementan dan Satgas Pangan.

Dari total merek yang diperiksa, sebanyak 212 merek tersebut terbukti melanggar regulasi yang berlaku, menyajikan kualitas beras yang jauh di bawah klaim yang tertera pada kemasan.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, secara langsung membeberkan modus utama di balik praktik curang ini.

Menurut Amran, para pelaku seringkali mencantumkan label yang tak seharusnya

Modus ini secara langsung merugikan konsumen yang berharap mendapatkan beras berkualitas sesuai dengan informasi pada kemasan.

Lebih lanjut, Amran mencontohkan betapa parahnya praktik pengoplosan ini.

Dari seluruh produk yang diperiksa, 86 persen di antaranya mengklaim sebagai beras premium atau medium, padahal kenyataannya hanya beras biasa. 

Sebagian besar beras yang beredar dengan klaim kualitas tinggi justru tidak sesuai fakta.

Ada pula modus pelanggaran yang mencakup ketidaksesuaian berat kemasan, di mana tertulis 5 kilogram (kg) namun hanya berisi 4,5 kg.

"Artinya, beda 1 kg bisa selisih Rp2.000-3.000/kg. Gampangnya, misalnya emas ditulis 24 karat, tetapi sesungguhnya 18 karat. Ini kan merugikan masyarakat Indonesia," kata Amran di Makassar, Sabtu (12/7/2025).

Akibat praktik kecurangan itu menurut Amran, kerugian yang diderita masyarakat tak tanggung-tanggung. Nilainya ditaksir mencapai Rp99,35 triliun setiap tahun. 

"Selisih harga dari klaim palsu ini bisa mencapai Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Jika dikalikan dengan volume nasional, potensi kerugian masyarakat bisa mencapai hampir
Rp100 triliun," tegasnya. 

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved